06. Sebuah Ungkapan

207 39 24
                                    

"Mama, Ryuzna sudah capek nulis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mama, Ryuzna sudah capek nulis." Sudah lebih dari sepuluh kali Ryuzna menghela napasnya. Lelah dan malas bercampur menjadi satu.

"Tinggal sedikit lagi, sayang," jawab mama tanpa mengalihkan pandangannya dari sebuah layar tablet.

"Bantu rangkum dong, ma. Ryuzna itu paling nggak bisa kalo disuruh ngerangkum, menurut Ryuzna semuanya itu penting."

"Ya sudah, tulis saja semuanya."

"Mamaaa." Ryuzna merengek manja.

Mama meletakkan tabletnya di atas meja, kemudian ikut duduk diatas karpet seperti Ryuzna.

"Ryuzna, kalo merangkum itu cari materi yang intinya aja. Contohnya kayak ini, kerajaan Kutai, berdiri pada abad berapa, yang mendirikan siapa, letaknya dimana, kehidupan sosial budayanya bagaimana, rajanya siapa saja, peninggalannya apa saja, sudah selesai. Cari poin pentingnya," jelas mama, Ryuzna mengangguk pelan.

"Mama pinter banget deh," puji Ryuzna ke mamanya sembari bercengir kuda.

"Jelas. Makanya, Ryuzna juga harus seperti mama."

"Hmm." Ryuzna kembali memfokuskan pandangannya di buku. Bagaimana bisa Ryuzna seperti mamanya? Otak Ryuzna 70% diisi oleh game.

Tangan mama terulur menyelipkan rambut Ryuzna dibelakang telinga, kemudian tersenyum tipis. Ah, putri satu-satunya sudah hampir dewasa. "Dikurangi game nya, sudah kelas 11 loh."

"Nggak bisa, ma," jawab Ryuzna sembari tangannya terus menulis.

"Belum dicoba kok sudah bilang nggak bisa. Mama nggak melarang buat main game, tapi Ryuzna harus bisa bagi waktu buat belajar juga. Katanya pengen kuliah di SUTD*, kan?"

Ryuzna mengangguk kemudian menoleh menatap wajah mamanya, "Mama kenapa kok sabar banget sama Ryuzna?"

Mama menautkan kedua alisnya, "Kenapa tanya gitu?"

Ryuzna tertawa pelan, "Nggak apa-apa sih. Cuma, mamanya anak lain itu jahat banget, katanya."

"Kadang mama juga pengen bentak Ryuzna kalo Ryuzna susah diatur. Tapi, selagi bisa dibicarakan baik-baik kenapa harus membentak?"

Ryuzna mengangguk. Ternyata mamanya sudah sesabar itu.

"Makanya, Ryuzna juga harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, kan sudah besar."

"Hmm, iya. Akan Ryuzna coba," ucap Ryuzna dengan keyakinan yang mengambang di udara.

-oOo-

Ryuzna berulang kali melirik ponselnya diatas meja nakas. Sejak tadi ponsel itu bergetar, beberapa kali ada pesan dan panggilan masuk dari orang yang sama, tetapi Ryuzna memilih untuk mengabaikannya.

Lampu kamarnya masih menyala terang, padahal jarum pendek jam sudah menunjuk di angka 11. Setelah belajar tadi, Ryuzna langsung masuk kedalam kamar, meninggalkan makan malamnya. Tidak apa, itung-itung sedang diet.

Tak Sanggup Melupa #TerlanjurMencintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang