Bab 5 UNS

25 12 12
                                    


Langit penuh dengan awan tebal putih-kelabu, dan angin disini baunya asin, angin pantai. Di kanan-kiri adalah laut abu-kebiruan yang tak ada batasnya.

Kami berjalan selama dua puluh menit penuh sebelum akhirnya sesuatu putih itu tampak jelas. Terlihat seperti gedung- reruntuhan gedung tepatnya, yang luar biasa besar.

Sebagian bagiannya masih berdiri kokoh, jika bukan karena aula tengahnya yang hancur melebur.

"Tempat apa ini?" ulangku sekali lagi.

"Rumah baru kalian."

Aku melototi Paman Marthin dengan tatapan tak percaya, sementara Andrew menyerobot dari belakang.

"Yakin? Ini keren," ujarnya dengan mata berbinar-binar.

Aku yakin otaknya sudah ditinggal di sekolah. Dengan kewarasannya ini, ia mampu menjadi wakil peserta olimpiade fisika? Yang benar saja.

Aku tak bertenaga untuk berkomentar. Sepanjang hari ini, otakku telah berusaha keras menerima segala informasi yang tak pernah kuanggap nyata sebelumnya.

"Ayo, ikut aku."

Aku dan And berjalan mengikutinya melewati puing-puing raksasa,makin mendekati pusat gedung runtuh ini.

Mungkin jika gedung ini utuh, perawakannya luar biasa. Meski telah hancur sebagian, namun terlihat jelas arsitektur pusat gedung berupa sebuah kubah pada awalnya.

Paman Marthin dan Paman Sam memimpin kami berjalan melewati kubah. Dan benar saja, bagian dalamnya masih utuh.

"Sebenarnya ini tempat apa?" aku memulai bertanya lagi.

"Ini dulunya markas UNS."

"UNS? Apa itu?" tambah Andrew.

"UNS itu salah satu cabang rahasia UN," jawab Paman Marthin. Tampaknya sekarang ia sudah berkenan berbagi cerita.

"Cabang rahasia?" Andrew melototkan matanya, gairahnya semakin menguap-uap, "Ternyata benar, para pemimpin dunia itu selalu menyimpan rahasia dari masyarakat awam. Sudah kuduga."

Langkah Paman Marthin terhenti:"Jangan begitu. Tak semua yang dirahasiakan dari masyarakat itu buruk. Kalau keberadaan UNS tak dirahasiakan, bakalan repot sekali."

"Jangan-jangan organisasi ini ilegal?" tambahku.

"Enak saja," Paman Marthin memonyongkan bibirnya, "Sudah kubilang ini cabang dari UN. Mana mungkin ilegal!"

"Kalau begitu untuk apa?"

"Apa? Apanya apa?"

"Kenapa UNS harus dirahasiakan? Apa UNS itu?"

"Eh...," Paman Marthin menggaruk kepalanya, memelas menatapi Paman Sam, "Sammy, bantu aku!"

Paman Sam menggeleng sambil terkekeh, "Itu tugasmu!"

"Susah kujelaskan," keluh Paman Marthin, "Begini, kalian tahu kebakaran di New South Wales? Atau kekeringan yang melanda seluruh benua Afrika?"

"Ya, ya, bencana alam. Kami mempelajarinya di sekolah. Kenapa memangnya?" jawab Andrew tak tertarik.

"Nah, itulah salahnya masyarakat awam! Tidak semuanya itu benar-benar bencana alam!" seru Paman Marthin.

Aku dan Andrew melongo, menatapinya seolah ia sinting. Berbicara setengah-setengah, menentang hukum alam, melawan logika ilmu geofisika.

Melihat tatapan kami, terpancar depresi dari tatapannya.

"Sam!" Paman Marthin seolah memohon dengan merana.

"Berdasarkan teori, gempa bumi muncul karena pergerakan lempeng bumi, dan tsunami adalah pergerakan lempeng bumi di dalam air. Kebakaran hutan, kekeringan, gunung meletus, semua ada penyebab biologisnya," Paman Sam akhirnya berkata.

"Tapi hitam tak selalu hitam, putih tak selalu putih. Sama seperti teori tersebut, tak semua bencana alam benar-benar karena alam itu sendiri. Sebagian diantaranya dipalsukan, kejahatan tersembunyi dengan motif tertentu."

Hening.

Ketika diriku dan Andrew tengah mencerna penjelasan Paman Sam, Paman Marthin menatapinya dengan penuh terima kasih.

"Jadi maksud Paman, ada bencana alam palsu? Seperti penjahat yang membuat gunung meletus?"

"Anak pintar! Benar, betul begitu," jawab Paman Marthin lega.

Paman Marthin lega, namun isi pikiranku semakin berkecamuk. Seharusnya Andrew juga sama.

Melawan logika yang mampu diterima secara umum, penjelasan ini terdengar terlalu fiktif. Benar-benar ada kejahatan canggih yang tersembunyi? Oh ya ampun, dunia ini ada-ada saja.

"Ayo, kita terus berjalan."

Kami pun terus menyusuri lorong hingga akhirnya kami sampai di sebuah pintu besi berukuran besar, yang memungkinkan seekor beruang besar untuk masuk dengan mudah.

Paman Marthin memencet serangkaian kode pada tombol di dinding, lalu pintu lift otomatis terbuka.

"Lumayan," komentar Paman Sam puas, "Setidaknya satu lift sudah diperbaiki."

"Heh, sudah tiga, asal kau tahu," Paman Marthin menunjuk ke titik-titik lift lainnya, "Dan kalau kau mau berterima kasih, aku orangnya."

Paman Sam menepuk-nepuk bahu Paman Marthin dengan puas, "Teknisi jenius."

"Lift sih bukan apa-apa."

Kami masuk dan meski Paman Marthin bangga dengan hasil perbaikannya ini, lift terasa tua dan berderit ketika kami naik.

Kami menuju lantai lima, sesuai dengan tombol yang ditekan Paman Marthin. Gedung ini kosong melompong, dan aku mulai meragukan kalau kami adalah satu-satunya manusia di reruntuhan ini, sebelum mendengar sebuah suara familiar ketika pintu lift berdenting terbuka.

"Becky, Andrew!"

Dan sosok itu adalah ibu.

Rescued [Edisi Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang