Bahkan dalam mimpi sekalipun, aku tak menyangka seumur hidup ini akan dikurung dalam penjara.
Tak hanya seorang, seluruh anggota UNS dipenjara masal. Aku, Andrew, ayah dan Marthin disumpal ke dalam satu ruangan.
Apa daya, kami kalah secara jumlah maupun peralatan.
Mereka bak alien yang membawa pistol laser tercanggih, sementara UNS hanyalah kumpulan anggota tua yang merupakan sepersepuluh jumlah dari aslinya- bernaung di bawah markas bobrok pula.
Kini, kami dikurung di dalam ruangan kecil yang dibuat dari kaca. Setiap gerak-gerikmu akan terpantau 360 derajat oleh para pengawas- ditambah cctv di sudut langit-langit.
Aku tak tahu dimana ibu. Tapi aku tahu ia pasti dikurung dalam ruang kaca yang sama, mungkin mondar-mandir gelisah dengan Yena, Paman San, atau mungkin bahkan Venessa.
Tapi tak ada yang bisa kami lakukan.
Aku memilih bergabung dengan Andrew, duduk pasrah di sudut pintu. Entah kapan mereka akan membuka pintu ini- mungkin salah satu dari kami harus berpura-pura pingsan, akankah mereka peduli lalu membuka pintu?
Ayah dan Paman Marthin jauh lebih gelisah. Aku bisa melihat ayah diam-diam mengusapkan punggung tangannya yang mengucurkan bulir keringat dingin di celana.
Aku tak bertanya. Ayah juga tak terlihat ingin ditanyakan.
Ketika samar-samar aku mulai memejamkan mata dan memasrahkan diri jikalau pintu ini takkan pernah dibuka, suara sebuah hantaman keras menggelegar.
Ketika aku membuka mata, Andrew sudah terlompat berdiri, sementara ayah tak ada di tempat. Ia berdiri sambil dengan sebuah kursi kayu di tangan, yang kemudian dipukulkannya ke dinding kaca.
Suara hantaman menggelegar terulang kembali.
Marthin melotot dan beranjak ke sisi ayah, namun tidak menghentikannya.
Maka hantaman itu terulang sekali lagi.
Bahkan dibanting berkali-kali dengan kursi kayu kokoh sekali pun, kaca itu tidak lecet sedikit pun.
Bahkan ketika salah satu kaki kayu itu kini terlepas.
Namun ayah tak berhenti, dan Mathin tak menghentikannya.Bahkan Andrew hanya melihat semuanya dengan mulut menganga, sebelum beranjak mengambil kursi lain dan ikut melemparkannya
Butuh sesaat bagiku sebelum menyadari apa yang tengah mereka lakukan. Kaca memang tidak pecah, tapi keributan ini bereaksi pada para prajurit tak berhati diluar.
Awalnya salah satu dari mereka berteriak "Diam!" sebagai gertakan, diikuti beberapa prajurit lain yang mulai mendekati kami dengan gusar.
"Diam atau kami tembak!"
Salah satu dari mereka mengarahkan pistolnya. Dan dari urat-urat emosi di wajahnya, aku tahu ia tidak main-main.
"BERHENTI!" Raungnya.
Namun bukan ayah namanya jika ia menurut. Begitu juga Andrew. Seolah mereka tak peduli jika mereka benar-benar akan menarik kami keluar satu per satu, lalu menyematkan peluru ke dalam tubuh kami.
Tiba-tiba, pintu ruangan tempat para prajurit berdiri terbuka. Sebuah sosok tinggi besar berjalan masuk dalam gelap.
Dari sepatu kulit yang mengilat dan gaya jalan penuh arogansi itu, siapapun tahu bahwa itu adalah si pemimpin berwajah dingin tadi.
Ayah dan Marthin menatap lurus-lurus pada wajah orang itu, sebelum kunci ruang kaca kami berputar hingga akhirnya terbuka.
Ayah telah berdiri di paling depan ketika wajah pria itu muncul di depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rescued [Edisi Revisi]
Bilim KurguMungkin, kau tak benar-benar mengenal orangtuamu.... Mungkin, kau tak tahu apa yang benar-benar terjadi di dunia ini... I was saying maybe. MAYBE.