Perang

3 0 0
                                    


         Nenek masih sibuk menata perlengkapan perang, semua senjata tajam ia runcingka dan dicucinya dengan air mawar. Dia komat-kamit mebacakan mantra, walaupun kini nenek tidak bisa leluasa berinteraksi dengan manusia semenjak diasingkan namun ia tetap menjaga kesaktiannya. Setiap hari berlatih membidik dan bertapa di hari tertentu . Hidupnya yang sendirian tidak membuat putus asa.

"Nenek belum tidur?" Raja terbangun hendak buang air kecil.

"Iya sebentar lagi"
"Sudah tengah malam, sebaiknya nenek segera tidur, besok kita berangkat pagi kan"

"Tidak usah khawatirkan nenek" Raja menghela nafas mendengar tanggapan Nenek.

"Berapa lama kau bisa berubah menjadi manusia?"

"Ini yang terlama, biasanya paling lama 2 jam"

"Kumasukan mantra di minumanmu tadi, bahkan kau bisa tidur dengan tubuh manusiamu. Harusnya tidak kan?"

"Ah kenapa nenek melakukan itu"
"Kalau tidak, umurmu semakin berkurang jika menjadi manusia sampai selama ini. Tenanglah dan kembali tidur"

Raja melanjutkan pergi ke semak-semak, ia tidak tahu harus berbuat apa. Sekarang Raja hanya bisa mengikuti rencana Nenek. Pagi telah tiba, nenek mulai membangunkan Aksa dan Raja. SEmua perbekalan sudah terkumpul, Nenek terlihat begitu siap.

"Makan ubi ini sambil berjalan"

"Aku masih ngantuk Nek" Aksa tiba-tiba jongkok.

"Yasudah kalau begitu, kamu akan memiliki ekor seumur hidupmu!" Raja kaget Nenek berteriak kepada Aksa.

"Tidaaaak!"

"Makanya ayo!Nggak usah nangis!"

Mereka berjalan menyusuri hutan tanpa kawatir tersesat karena Raja adalah penghafal jalan yang handal. Nenek bersiaga di barisan belakang, sedangkan Aksa sibuk memakan ubi di barisan tengah. Permasalahannya bukan persoalan tahu arah jalan ke istana siluman ular saja, namun juga harus bersembunyi dari warga sekitar. Pilihan berangkat jam 3 pagi sangat tepat, suasana masih sepi ketika mereka melewati pemukiman. Mereka berjalan sepelan mungkin hanya dengan penerangan dari obor bambu. Aksa yang dalam pengaruh mantra Nenek, menjadi tenang dan penurut. Selama perjalanan Raja mencoba menghubungi Pangeran Sanca melalui telepati, ia berharap peperangan ini tidak terjadi.

"Kalian mau membunuhku?" Tiba-tiba Pangeran Sanca berada di hadapan Raja.

"Hilangkan ekor ular sialan itu dari cucuku!" Nenek langsung berdiri tegak di hadapan Pangeran Sanca.

"Haha! Lama kita tidak berjumpa orang tua!"

"Sudah cukup kau menghasut semua orang untuk mengusirku, maka jangan pernah menyentuh cucuku"

"Aku tidak akan membiarkan keluarga Kerajaan Angkasa hidup bahagia! Hahaha!"

"Keparat!" Raja menyerang Pangeran Sanca dengan tombak bambu, namun Pangeran Sanca berhasil mengelak. Kemudian Pangeran Sanca berlari dan melompat, tepat di atas Nenek ia menggores wajah Nenek dengan cakarnya. Darah bercucuran menutupi mata kanan nenek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Raja petirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang