Obor di sudut-sudut ruangan menerangi gubuk, terlihat nenek-nenek keluar dari papan pembatas, entah ruangan apa yang berada dibaliknya. Dia mendekati Aksa dan Raja yang kini sudah berubah menjadi kucing lagi, wajahnya mulai terlihat jelas. Rambut putihnya panjang terurai, keriput-keriput di wajah terlihat jelas. Tangannya yang bergetar mencoba meraih wajah Aksa.
"Kamu sudah besar nak"
"Nenek kenal aku?" Kaki Aksa mundur selangkah.
"Aksa cucuku" Nenek itu memeluk Aksa.
Aksa diam merasakan hangatnya pelukan nenek. Kemudian mereka berdua duduk, Aksa menceritakan semua peristiwa yang dialaminya sembari disuapi makan oleh neneknya. Karena begitu nyaman dia bercerita, Aksa melupakan janjinya tentang bangsa ular. Dia baru menyadari ketika Raja menggigit kaki Aksa, namun sudah terlambat.
"Coba nenek lihat ekormu" tanpa Aksa berbalik badan, ekor itu sudah terlihat jelas karena semakin panjang sampai mata kaki Aksa. Seketika Aksa menangis kencang, Raja tiba-tiba berubah menjadi manusia. Janjinya untuk membunuh Aksa membuatnya ikut menangis.
"Kamu tidak boleh membunuh Aksa. Siluman ular itulah yang harus kamu bunuh, dialah yang berhianat dari awal" Nenek tahu betul apa yang dipikirkan Raja.
"Nenek sudah melihat banyak hal yang tidak masuk akal" Nenek menepuk bahu Raja yang heran melihat sikap nenek.
"Hal yang harus kita lakukan terlebih dahulu adalah menghilangkan sihir siluman ular itu, kalian tidak bisa mencari orang tua Aksa dengan keadaan begini"
"Bagaimana caranya Nek?"
"Kita bunuh Pangeran siluman ular" Jawab nenek dengan mantap. Nenek dari Bapak Aksa dulunya adalah seorang peramal dan penyihir terkenal. Akibat fitnah seseorang, dia harus diasingkan di tengah hutan sampai sekarang. Anak-anaknya pun tidak percaya dengan Ibunya sendiri. Tida ada satupun yang menjenguknya. Kedatangan Aksa mengobati lukanya.
"Hanya dengan kita berdua?"
"Bertiga dengan Aksa"
"Ini terlalu berbahaya untuk Aksa nek"
"Percayalah padaku" Nenek beranjak lalu bersiap diri, ia memiliki banyak senjata di peti yang diletakkan di bawah tumpukan jerami. Senjata-senjata itu hampir semua dari bahan bambu. Nenek mengecek satu persatu kondisi senjata. Aksa penasaran dan mendekat.
"Aksa mau coba?" Nenek memberikan sebuah panah tiup kepada Aksa.
"Coba panah boneka jerami itu" Aksa langsung melihat ke pojok ruangan dekat pintu utama. Lima detik setelah berkosentrasi, anak panah melaju cepat dan tepat di kepala boneka jerami. Raja geleng-geleng kepala tidak percaya.
"Kamu benar-benar titisan Sona, hahaha"
"Sona siapa?" Tanya Aksa melonggarkan pelukan neneknya.
"Dia adalah pamanmu, adik dari bapakmu"
"Paman?"
"Ya, sebetulnya bapakmu memiliki adik, namun tewas dirampok, sejak itu aku terus selalu bermimpi bahwa dia akan menitis padamu" Nenek meluruskan pandangannya ke Aksa, sepertinya Aksa tidak paham apa yang dibicarakan nenek. Kemudian nenek membelai kapala Aksa, mencoba mengerti. Raja yang sedari tadi menjadi pengamat, angkat bicara.
"Bahkan Aksa belum mengerti apa itu titisan. Nenek yakin mengajaknya perang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja petir
General FictionAksa tidak menyangka akan berada dalam peristiwa mengejutkan ini. Berbicara dengan hewan adalah kebiasaannya, namun bagaimana jika hewan itu benar-benar bisa berbicara kepadanya? Aksa dibawa ke dunia hewan, pada situasi perpecahan bangsa ular dan ku...