"Jaem..."
"Y—ya?"
"Kok lo tega sih?
"Hah?"
PAPA!
"
Uh... maksud lo?" Jeno yang tadinya menatap Jaemin dengan dingin kini kembali mengalihkan pandangannya ke tembok di depannya tanpa sekalipun mau berniat untuk menjawab pertanyaan Jaemin tersebut.
"Jen, Renjun gimana?" Tidak ada jawaban.
"Jen?"
Diam.
"Jeno, kenapa kamu diem aja, nak?" Karena begitu penasaran dengan kondisi Renjun, kini bunda yang berinisiatif untuk bertanya. Tetapi, Jeno masih tetap diam tanpa tertarik untuk menjawab.
Bunda dan ayah kini tengah melempar pandangan pada satu sama lain. Setelah sekitar dua puluh menit terdiam tanpa ada yang berani untuk membuka suara, Jeno pun akhirnya lebih dulu mengeluarkan suara.
"Jaem."
"Ya? Kenapa?"
"Lo tau kenapa Renjun bisa kayak gini?" Napas Jeno naik turun menandakan bahwa dirinya tengah menahan emosi. Tangannya juga ia kepalkan.
"Uh... g-gua ga ta-u...J-jen." Melihat tingkah Jeno yang begitu menyeramkan, Jaemin merinding sampai ia tidak bisa berbicara dengan baik. Ia takut, karena sahabatnya yang satu ini bisa menjadi sangat menyeramkan di saat seperti ini.
"GARA-GARA LO YANG TERLALU CEROBOH BEGO! OTAK LO ITU DIMANA SIH, HAH?!"
"Tenang, Jen. Renjun cuma sakit DBD aja kan?" Ayah yang baru datang kemudian menghampiri Jeno dengan cepat untuk menenangkannya.
"CUMA?! CUMA?!! RENJUN UDAH SEKARAT DI DALEM DAN AYAH BILANG 'CUMA'?! RENJUN ADA DI DALEM KARENA DIA PERNAH TERJANGKIT DBD DAN SEKARANG UDAH NAIK KE LEVEL YANG LEBIH PARAH YAH! DIA BISA AJA MATI!"
"ASTAGHFIRULLAH JENO! ISTIGHFAR KAMU!" Bunda pun mengambil inisiatif untuk memegang lengan Jeno karena takut jikalau Jeno akan melakukan sesuatu yang berbahaya.
"Kalian semua ga tau betapa berharapnya gua ngeliat Renjun yang nyambut gua dengan muka girangnya, bukan dengan Renjun yang sekarang." Tangis Jeno pecah. Jeno menutup wajahnya dan menangis sesegukan. Tangisan yang pertama kali dilihat Jaemin setelah bertahun-tahun lamanya. Sebut saja Jeno lebay, lemah, lembek, alay, cengeng, manja, atau apalah itu. Tapi memang itu yang dirasakannya.
Perasaan yang bercampur aduk. Antara kecewa karena temannya itu melalaikan tanggung jawabnya, sedih karena ekspektasi yang tidak terealisasikan, dan panik karena Renjun yang kritis.
"Renjun emang pernah kena DBD?" Tanya ayah.
"Sshh... Jen, udah. Anak bunda udah dewasa kok malah nangis? Malu dong sama Renjun, hm?" Jeno tidak menjawab. Ia sibuk dengan air matanya yang mengalir deras.
"Jeno, apa Renjun DBD-nya parah? Ayah ga ngerti sama ucapan kamu tadi."
"Dengue shock syndrome lebih tepatnya. Selamat siang, Saya dr. Jaehyun yang akan menangani Renjun selama masa perawatan. Permisi tuan Jeno, saya akan mengontrol Renjun." Dokter tiba-tiba datang dan pertanyaan ayah akhirnya terjawab.
Jaemin yang masih terdiam kini dengan cepat mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Well, Jaemin membuka google untuk mencari informasi tentang apa itu Dengue Shock Syndrome yang sudah membuat Jeno kalap seperti tadi.
Jaemin membaca beberapa artikel satu persatu dan itu hanya membuatnya semakin gugup dan gemetar. Wajahnya memucat, tangannya dingin. Tidak lama kemudian, dokter keluar dan memberikan informasi tentang keadaan Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPA! Noren [Remake || END✔]
Fiksi Penggemar"Njun cayang papa!" "Gua juga sayang lo, Njun" - Lee Jeno [Remake dari cerita Jungsushii] #8 in NOREN Sep 2020