[3] Light

193 46 9
                                    

Setelah selesai mandi, aku melangkahkan kakiku menuju meja belajarku untuk merapikan beberapa bukuku yang berceceran tidak rapi. Jujur saja, aku ini orang yang tidak rapi di saat diriku sedang berada di dalam tekanan pelajaran. Mejaku berantakan akibat aku terlalu stress memikirkan ujian sekolah. Namun saat ini sudah tidak, karena aku sudah lulus!!!

Tapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama, karena besok aku harus ke universitas yang kutuju. Tujuanku aku ke sana agar mendapat informasi lebih dalam lagi agar tahu tata cara mendaftarnya dan syarat apa saja yang di perlukan. Lihat, bahkan aku melakukan ini sendirian. Ronald tidak bisa membantu karena besok ia juga akan ke universitas yang di tujunya. Ya, lagi-lagi kami berbeda kampus.

Tanganku berhenti untuk membereskan buku-bukuku, pandanganku mengunci pada satu objek di bawah sana. Itu adalah sebuah foto yang sebelumnya aku dan Ronald ambil lalu di cetak, ia memberikannya satu kepadaku, karena memang hanya dua yang ia cetak. Tentunya satu foto lainnya untuk Ronald, ia berkata bahwa foto itu akan ia masukan ke dompetnya.

Aku meraih foto itu, kupikir foto ini terkubur bersama bukuku, aku baru mengingat bahwa ada foto ini. Tanpa sadar, aku menarik kedua sudut bibirku, tersenyum untuk foto itu dan momen dimana Ronald mengunjungi acara kelulusanku. Aku mendengus kecil, "Baiklah, akanku bawa foto ini juga."

Sebenarnya, aku juga berniat melakukan hal yang sama dengan Ronald, tapi aku tidak mengingat bahwa ada foto ini dan aku baru mengingatnya sekarang. Akan kutaruh foto ini di atas nakas saja, memajangnya dengan bingkai kecil yang terpajang foto kecilku di sana. Aku akan menimpanya saja.

Aku melangkah pergi menuju nakas yang ada di samping tempat tidurku, tetapi langkahku perlahan berhenti karena tiba-tiba saja aku teringat akan sosok laki-laki yang kulihat di jendela kamarku. Lantas aku menatap tepat ke arah depanku, dimana letak jendela itu berada. Kini jendela itu benar-benar kututup dan kugunakan tirai agar aku tidak bisa melihat apapun lagi saat malam. Jujur saja, karena kejadian itu, setiap kali aku melihat jendela aku akan parno sendiri.

Aku khawatir sosok itu datang lagi, bahkan aku membayangkan bagaimana jika sosok itu benar-benar masuk ke kamarku. Eugh! Tidak menyenangkan.

Lamunanku terbuyarkan seketika ketika aku menggelengkan kepalaku, berusaha untuk tidak mengingat lagi tentang sosok itu dan berusaha untuk tidak menatap ke arah jendela. Lalu aku melanjutkan lagi langkahku yang tertunda untuk menuju nakas. Sampainya, aku langsung membuka pengait dari bingkai itu dan meletakkan foto aku dan Ronald di sana.

Setelah selesai memasang foto tersebut dan memastikan foto itu benar-benar terpasang, aku tersenyum. Aku bahagia melihat foto ini, aku juga bahagia karena Ronald berbicara padaku.

"Cantiknya."

•••••

Perlahan aku membuka mataku, tidak membukanya secara keseluruhan, aku hanya membuka mataku sedikit karena rasa kantuk yang luar biasa ini menyerangku. Alasan mengapa aku terbangun adalah, karena suara seperti barang jatuh terdengar hingga ke indra pendengarku.

Aku mencoba untuk membuka mataku, tapi aku benar-benar tidak bisa membukanya secara keseluruhan karena rasa kantuk yang berat ini. Di tambah ada semacam kabut tipis berada di sekitar penglihatanku, kabut putih tipis membuatku tidak bisa melihat jelas apa yang sedang terjadi di hadapanku. Mataku dapa melihat bahwa ada seseorang yang sedang berdiri di sampingku, sekali lagi aku mencoba untuk tetap membuka mataku.

Nihil, rasa kantuk ini tidak seperti biasanya. Sosok itu memakai semacam jubah berwarna hitam dengan beberapa ukiran kecil berwarna emas terhias di jubahnya. Aku tidak tahu jelas apa lagi yang ia kenakan, namun setidaknya seperti itulah yang kutangkap, kabut ini sangat mengganggu.

The Gypsophilia  (Remake Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang