[6] Wave

107 34 2
                                    

"Jangan menatap mataku terlalu lama jika kau tidak ingin pikiranmu terbaca olehku."

Aku mendengus nafas kasar setiap kali mengingat ucapan yang di keluarkan oleh San, padahal ini sudah lima hari berlalu, tapi kalimat itu seakan-akan melekat padaku untuk sebuah peringatan. Ternyata membaca pikiran hanya dengan tatapan mata itu benar adanya, aku sempat meremehkan itu dan menganggapnya hanya sebuah mitos, tapi beberapa hari yang lalu? Aku baru saja mendengar pengakuan sekaligus peringatan tentang hal yang kuanggap mitos itu.

Kini aku sedang berada di ruangan yang di sebut kamar. Mengapa aku hanya di kamar? Karena aku masih belum tahu letak-letak ruangan yang ada di istana besar ini. Aku hanya mengetahui ruang makan, kamar, dan sebuah kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Jika aku memaksakan diriku untuk menjelajahi isi istana ini, mungkin nantinya aku bisa saja tersesat di sebuah ruangan yang aku tidak ketahui.

Dibandingkan dengan menjelajahi isi istana ini, aku lebih menginginkan melihat kondisi luar dari istana ini. Ada beberapa bagian yang membuatku menarik perhatian saat aku melihatnya dari atas balkon, yaitu sebuah taman dan sebuah danau yang jika dilihat dari kejauhan sepertinya cantik. Aku sangat ingin kesana, namun ratu Eliera bilang bahwa aku masih belum bisa keluar dari istana, hal itu karena aroma makhluk bumi masih tercium dari tubuhku, bisa-bisa bangsa Alonzo mencium kedatanganku dan segera membereskanku.

Ya, bisa saja mereka menyiksaku atau bahkan yang lebih parah adalah, membunuhku. Aku bergidik ngeri saat membayangkan betapa kejamnya orang-orang yang ada di Alonzo.

Beberapa hari yang lalu, ratu Eliera datang menemuiku sesaat setelah aku mengisi perutku. Sang ratu meminta maaf padaku karena telah membawaku ke tempat ini dan beliau juga memberiku beberapa informasi mengenai kerajaan ini. Ratu juga memberitahuku hal-hal apa saja yang tidak boleh kulakukan. Termasuk larangan tentang diriku yang tidak boleh keluar dari istana ini untuk sementara waktu.

Selain itu, aku sempat berpapasan dengan Yonuar saat dalam perjalanan menuju kamar. Saat itu aku melihat Yonuar dengan seorang laki-laki dengan berpakaian sama seperti Yonuar. Pakaian layaknya seorang pangeran. Benar saja, laki-laki itu adalah pangeran pertama yang bernama Ten. Aura dari Ten benar-benar berbeda dengan aura yang di miliki Yonuar dan San, Ten mempunyai aura yang lebih tenang.

Tanganku sibuk melilitkan sebuah benang wol berwarna putih di sekitar jari telunjukku sejak tadi. Setidaknya, ini membuatku sibuk walaupun aku masih tetap saja bosan. Jujur saja, aku muak dengan rasa bosan ini. Selama lima hari berturut-turut, kegiatanku tidak berubah sama sekali. Aku hanya di perbolehkan ke ruangan-ruangan tertentu saja. Aku tidak bisa memasuki asal dari satu ruangan ke ruangan lainnya hanya untuk mengusir rasa bosan ini, karena di setiap ruangan terdapat dua penjaga yang tubuhnya besar-besar. Aku takut. Selain itu, Yonuar juga pernah mengatakan bahwa penjaga-penjaga di Melfint mempunyai kekuatan. Kekuatan masing-masing dari mereka tentunya berbeda.

Tubuhku sedikit terperanjat terkejut ketika sebuah tangan tiba-tiba menarik paksa benang wol yang terlilit di jari-jari tanganku, membuatku sedikit meringis kesakitan sambil memegang bagian jari yang sakit. Itu San, San yang menarik paksa benang wol dengan sebuah bandul kayu kecil berbentuk bunga di tengah itu. Ia menatapku tajam dengan matanya itu, tapi sebelum itu, aku sudah menatapnya duluan dengan tatapan sinisku.

"Tidak bisakah kau sopan sedikit?! Aku tahu kau adalah pangeran di sini, tapi bisakah pergunakan sedikit saja sikap sopanmu itu? Apa kau tidak diajarkan sopan santun?" Aku meniup pelan jari telunjukku yang memerah akibat dari tarikan itu.

Aku harap, San dapat meminta maaf padaku karena sudah bersikap seperti itu dan mengatakan bahwa ia tidak akan melakukannya lagi. Tapi sepertinya salah, ekspetasi yang kubuat tidak terkabulkan. Dari pada menerima sebuah permintaan maaf, San hanya menatapku tajam, semakin tajam. Hal itu membuatku meneguk ludahku sendiri dan memilih untuk menghindari tatapannya.

The Gypsophilia  (Remake Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang