[13] Star 117

79 27 3
                                    

*Terdapat Soundtrack untuk satu scene.

Semua mata mengarah tertuju padaku. Beberapa rakyat yang diperbolehkan masuk, serta para kerabat keluarga kerajaan memandangku dengan tatapan terkejut dan berbinar. Entah berbinar karena diriku, atau malah gaun yang kukenakan.

Di depanku terdapa dua jendral prajurit yang salah satunya merupakan Daniel. Mereka berdua yang akan memimpin perjalananku untuk sampai di depan sana, di depan massa yang berkumpul. Kemudian, terdapat para Elf yang berdiri di samping kanan dan kiriku, dan juga di bagian belakang. Aku tidak menyangka bahwa Elf memiliki perbedaan fisik, terutama pada telinga. Mereka memiliki telinga panjang yang runcing ke atas. Seperti film Tinkerbell yang pernah kutonton.

Aku sempat bertanya pada Zeline, bahwa mereka---para Elf tidak memiliki rasa sakit. Mereka bisa mati kapan saja tanpa merasakan sebuah rasa sakit, maka sebab itu mengapa tidak jarang ditemukan beberapa Elf yang tergeletak di hutan Melfint saat sedang berjaga. Mereka bisa mengetahui kondisi kesehatan hanya dengan mengeceknya ke seorang tabib yang ada di istana.

Aku melirik kedua arah sampingku, merasa sangat canggung. Para Elf tidak mengajakku mengobrol ringan atau sekedar memberikanku sedikit info terkait upacara ini. Bahkan saat mereka mempersilakan diriku untuk memasuki ruangan ini, mereka tidak mengucapkan sepatah kata apa pun. Karena hal itu, menyebabkan munculnya  pemikiran aneh dibenakku. Apakah mereka tidak bisa bicara?

Sementara itu, aku masih memakai jubah yang Zeline berikan. Dia bilang bahwa jubahnya akan dilepas ketika aku telah menerima sebuah tiara di atas kepalaku.

"Upacara Bintang, resmi dimulai!"

Aku mengedarkan pandanganku, merasa mengenali suara perempuam ini.

"Putri Evelyne dipersilakan memasuki altar!" Suara itu menggema lagi. Aku berusaha mengingat di mana aku pernah mendengar suara ini.

Sementara itu, aku dengan orang-orang di sekitarku mulai melangkahkan kaki menaiki altar berbalut karpet biru yang senada dengan gaunku. Kumpulan manik mata itu terlihat mengikuti kemana aku berjalan. Terlihat pula beberapa rakyat yang terkagum-kagum. Aku tersenyum kecil saat tatapan kami bertemu, hal kecil seperti itu saja sudah membuatku bahagia.

Di tengah perjalanan, aku mengedarkan pandanganku, berusaha mencari keberadaan keempat pangeran. Beberapa detik aku mencari, sampai akhirnya kudapatkan Yonuar yang melambai kecil ke arahku dengan senyumannya. Lantas aku tersenyum, senang menemukan keberadaan mereka.

Senyumku perlahan memudar ketika mendapati San yang tepat di samping Yonuar tengah memandang ke arahku dengan tatapan tajamnya, lalu detik berikutnya ia mengalihkan pandangannya, seperti enggan melihatku.

Kuakui, para pangeran tampak sangat menarik dengan pakaian berwarna putih dengan pernak-pernik yang menempel di baju masing-masing. Termasuk San, walaupun dia tidak semenarik yang lainnya.

Sampainya di depan, kedua jendral dan para Elf mulai menyingkir mengubah posisi mereka, menyisakan diriku yang sendirian dengan sang ratu yang baru saja beranjak berdiri dari tahtanya. Ratu Eliera sangat anggun dan cantik. Jubah bulu putih yang membalut gaun utamanya sangat tampak serasi dengan mahkota di atas kepalanya.

Ratu tersenyum, aku pun tersenyum. Ratu Eliera menghentikan langkahnya sesampainya di hadapanku. Aku mulai mengambil posisi bersimpuh di hadapannya, persis seperti apa yang Daniel katakan. Kutundukkan kepalaku sebelum akhirnya indera pendengarku menangkap suara tajamnya pedang yang baru dibuka dari penutupnya.

Terdengar suara perempuan yang sama membacakan sebuah sumpah. Daniel berkata bahwa itu adalah sumpah para putri. Otakku berproses masih berusaha mengingat pemilik suara perempuan ini.

The Gypsophilia  (Remake Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang