[1] My Self

373 59 19
                                    

Mataku perlahan terbuka bersamaan dengan dengkusan napas yang keras. Pernapasanku terasa sesak, muncul beberapa tetes keringat dari pelipis yang mengalir melalui pipiku.

Mataku tepat memandang langit-langit ruangan ini yang merupakan kamar milikku, aku juga berusaha untuk mengatur pernapasannya kembali agar menjadi normal. Lalu setelahnya, tiba-tiba aku teringat kembali akan yang barusan terjadi, di mimpiku. Benarkah itu?

Aku menelan ludah sambil masih menatap langit-langit kamarku yang gelap itu, aku kembali memikirkan mimpi itu, wanita itu dan semuanya yang terjadi. Ada beberapa kalimat serta kata yang merekat di benakku, salah satunya adalah, bahwa aku akan bertemu dengan seseorang dalam beberapa hari ke depan dan akan kembali ke Melfint. Terus terang, aku tidak tahu apa itu Melfint. Aku juga tidak tahu siapa orang yang akan ia temui nantinya.

Mimpi tadi benar-benar seperti nyata. Dari mulai ruangannya bahkan suara wanita itu, danbbahkan aku sempat menyentuh lukisan besar yang ada di sana dan merasakan teksturnya, itu benar-benar seperti nyata. Jujur saja, bahkan untuk saat ini aku belum benar-benar percaya apa yang aku mimpikan.

Lantas aku menggeleng kecil. "Itu ... tidak benarkan?" tanyaku sendiri.

Sekali lagi aku tertegun, lalu mulai beranjak bangun dari tidur dan mengambil posisi duduk bersender pada kepala ranjang. Aku menarik nafas panjang, kulirikkan mata ke arah jam digital yang terpasang di dinding tepat di deepanku.

Pukul 02:15. Aku mengusap wajahku, entah apa yang kumimpikan rasanya benar-benar aneh. Karena masih jam segini, aku berniat tidur kembali. Namun, suara datang dari arah jendela.

Mendengar itu, membuat tubuhku seketika menegang dengan mata membesar.  Ketika mataku menangkap ada bayangan yang melintasi jendela, jantungku mulai berdebar. Itu dengan kecepatan yang tidak biasa, bayangan itu cepat sekali. Kaki dan tanganku gemetar rasanya. Aku mencengkram kuat selimutku kala bayangan hitam itu kembali melintas.

Kini aku merutuki diriku sendiri karena memilih untuk tidak menutup tirai jendela dan malah membiarkannya terbuka. Hal itu membuat cahaya dari bulan dapat masuk ke kamarku dan menyinari sedikit bagian kamar. Karena cahaya itu pun membuat bayangan yang kulihat semakin nyata. Siluetnya dapat tertangkap jelas dengan mataku.

Bayangan hitam itu kembali melewati jendela, mungkin ini sudah yang ketiga kalinya aku menangkap bayangan itu melintasi dengan cepat. Kupikir itu hantu, mungkin saja. Namun, hal itu langsung ditepis saat bayangan hitam itu berubah menjadi siluet seseorang. Cahaya dari bulannya membuat bayangan yang semulanya adalah sebuah bentuk yang aku tidak tahu, kini menjadi sosok pria. Entah pria atau wanita.

Dan sekarang, siluet itu semakin dekat dengan jendela

Aku menegakkan tubuhku. Kedua kakiku bergerak berpindah posisi ke arah pinggir ranjang. Pandanganku tidak berpindah sama sekali dari jendela dan siluet itu. Aku menyipitkan mata saat sinar bulan perlahan menghilang, membuat siluet itu perlahan juga ikut menghilang dari sana.

Aku masih tidak berani untuk langsung mengecek, aku takut. Beberapa detik sinar bulan menghilang bersamaan dengan siluet itu, barulah aku bisa bernapas lega.

"Kuharap itu bukan pencuri," kataku pelan.

Namun beberapa detik selanjutnya, aku sedikit terperanjat saat suara gemuruh petir terdengar bersamaan dengan kilatan. Sontak aku memejamkan mata. Suaranya tidak masalah, tapi kilatannya sungguh menyilaukan mata.

Manikku menangkap lagi siluet tersebut, siluetnya muncul lagi. Namun kali ini siluetnya tepat berada di dalam kamar, ada di dinding dan terlihat sangat jelas.

Semula aku ingin mendekati dinding yang ada bayangan hitam itu, suara gemuruh dan kilatan itu kembali muncul, kali ini aku berusaha untuk tidak menunduk. Tetapi aku masih berada di tempat.

The Gypsophilia  (Remake Ver)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang