Part 2 : Titip ke Gus?

66 4 0
                                    

#Rayhana pov

Bukan yang pertama kalinya, surat misteri itu mendatangiku. Entah dari siapa, aku pun tak tahu. Bukan hanya kedatangannya yang membuatku berpikir keras.Siapakah ia? Berani beraninya berkirim surat meneror santriwati, lalu bagaimana jika hal ini ini diketahui pihak pesantren? mau ditaruh di mana mukaku? dan mungkin aku aku akan mendapatkan ta'zir nantinya.

Kalian tau? Aku sangat anti dengan yang namanya takziran. Tentu saja, melihat kawan kawanku yang telah terkena dampaknya saja sudah membuatku ngilu. Ada yang ditakzir karena ketahuan surat menyurat dengan ajnabi, karena sering absen mengaji, intinya ya karena tidak mematuhi peraturan yang berlaku di pesantren. Hukumannya pun bermacam-macam, ada yang hanya didhawuhi untuk menguras kamar mandi, hingga dipajang alias dijemur atau bisa dikatakan, hukuman berdiri-membaca sholawat Fatih, sholawat thibbil qulub atau bacaan sholawat yang lain selama 3 jam. Selama itu pula, tidak boleh beranjak dari tempat meski hanya sejengkal saja.

Kita lanjutkan saja ceritaku ya, Surat itu datang tiba-tiba, pengirimnya selalu meminta jawaban atas aksara yang telah diukir diatas lembarannya, tanpa mencantumkan nama. Bagaimana bisa aku melayangkan surat tanpa alamat penerima yang jelas? Lagian kemungkinan kecil aku akan menjawab surat itu, ta'zir terbayang-bayang jelas di depan pelupuk mataku. Ditambah, sebentar lagi akan ada ujian kenaikan kelas, bisa saja aku tidak boleh mengikutinya.

Nggak mungkin, kan..

Hingga suatu ketika saat aku ditimbali Bu Nyai ke ndalem untuk menyiapkan keperluan beliau sekeluarga. Menyiapkan bekal, pakaian, dan memastikan kelengkapan apa saja yang perlu dibawa tindak (pergi). Meski aku tidak seperti mbak ndalem pada umumnya - sebenarnya aku hanyalah santri biasa, dan suatu ketika aku main ke kamar Mbak ndalem.  Kala itu kebetulan Ibu Nyai sedang mios (lewat) di depan kamar dan Memberikan dawuh (perintah) kepada mbak ndalem. Spontan aku pun ikut membantu.

"Lho, Iki Ono mbak anyaran to, kok aku Ra tau weruh," Ngendikane Ibu Nyai. ("Lho ini ada Mbak baru to? Kok saya nggak tahu," Kata Bu Nyai)

"Mboten Bu, Niki mbak santri nembe dolan mriki (Bukan Bu, ini mbak santri baru main ke sini) Jawab salah satu mbak ndalem.

"Iyoto nduk, yowis ngapurane. Menowo ngrepotne sampeyan(Iyakah nduk_pangilan buat anak cewek yaudah maaf ya, kalau merepotkan kamu)" Ucap beliau.

"Mboten nopo, Bu. Kulo malah remen angsal dawuh saking panjenengan (tidak apa Bu, saya malah senang dapat perintah dari njenengan," Jawabku asal.

Setelah semuanya beres, akupun menuju dapur ndalem untuk membereskan perkakas. Saat itu dapur sedang sepi, hanya ada aku yang sedang mencuci tumpukan piring yang menjulang tinggi.Tiba-tiba, datanglah gus Asif dengan sebuah bingkisan di tangannya " Dapet bingkisan dari gus?" Batinku bersorak tak percaya.

"Mbak, iki ono bingkisan kanggo sampeyan," ujarnya sambil mengulurkan tangan.

"Eng-gih, Gus. Maturnuwun," jawabku gugup.

"Oh, nganu mbak ... Iku seko arek nitip ning aku," jelas Gus Asif, yang membuat lidahku menjadi kelu, karena kukira tadi...

" Yowis, mbak. Tak ke depan dulu," ujarnya sambil berlalu meninggalkanku yang masih diam terpaku.

"Nggih, Gus. Maturnuwun," jawabku.

"Siapa lagi yang berani nitip ke gus e..
Aduuh..kok ya nitipnya sama gus e, kenapa nggak sama mbak2 aja?
mau taruh mukaku di mana ini!?"
Ucapku merutuki diri sendiri.

Sebening Cinta Rayhana (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang