Belajar Tentang Ikhlas

19 2 0
                                    

Beginilah rasanya patah hati? Ternyata menghadapinya tak semudah yang aku kira

- Hey, Sister! -

Kelas IPS-2 seketika menjadi sunyi ketika Nessa melewati daun pintu. Beberapa pasang mata menatap lurus kepada Nessa dengan tatapan jijik. Ada pula yang berbisik dan tertawa sadis sambil sesekali melirik pada gadis tersebut.

Namun seorang Nessa Aprilia tidak pernah peduli dengan sekitarnya. Dia cuek saja menerima segala tatapan menusuk tersebut. Apalagi Natasha yang tidak berhenti menatapnya semenjak tadi.

"Tiba-tiba kelas kita jaid panas, ya, Guys," ujar Natasha tiba-tiba. Murid-murid lain menyahut, mengiyakan perkataan Natasha. "Perasaan tadi adem, deh. Kok, pas anak gak tahu diri masuk jadi panas gini, ya?"

Mau tak mau Nessa menoleh ke belakang. Memelototi gadis yang tengah terkekeh pelan bersama teman-temannya itu. "Heh, maksud lo apa?!" bentak Nessa.

Natasha berhenti terkekeh, lantas menatap Nessa yang tenagh memelototinya. "Lho, kok, lo marah, Sa? Gue gak maksud kali. Santai aja, dong," cibir Natasha sembari tersenyum meremehkan.

"Mungkin dia juga kepanasan, Sha. Maklumlah, udah jadi anak gak tau diri, eehhh, malah jadi pelakor, lho, Saudara-saudara." Nessa menoleh kepada Lala, sahabat Natasha yang selalu lengket dengan gadis tajir itu.

"Duh, kasihan banget, ya, hidupnya. Eh, lebih kasihan orangtuanya, lah. Udah capek-capek mendidik anak kayak dia, gedenya malah gak tau diri dan jadi pelakor." Mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Tidak peduli meskipun seisi kelas masih terdiam sembari menatap keduanya dan Nessa secara bergantian.

Nessa menggeram, lantas bangkit dari kursinya sampai kursi tersebut mengeluarkan suara yang cukup keras. Seisi kelas kembali bungkam. Benar-benar bungkam. Bahkan Natasha dan Lala sampai menoleh ke pada Nessa. "Maksud lo apaan? Kenapa lo tiba-tiba nyebut gue pelakor?!" seru Nessa tidak terima.

Natasha terdiam sejenak, lantas beberapa saat kemudian seulas senyum culas terlihat diwajahnya. Dia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Nessa. Dia menepuk pundak gadis itu, sebelum akhirnya berkata, "Awas aja lo berani nerima Rayyan. Pokoknya mau sampai kapan pun Rayyan itu punya gue! Milik gue!" desisnya.

Gadis Tionghoa itu tercekat. Dia punya dua masalah yang harus dihadapi sekarang. Yang dia bingung kan adalah bagaimana cara dia mengatasi masalah-masalah itu.

Frustrasi. Dia tidak terima. Kenapa hidupnya harus seperti ini?

- Aisha -

"Bagaimana, Sha? Apa hasilnya?" tanya Ummi Anin antusias setelah menjawab salam putri sulungnya. Matanya sempat melirik sejenak. Tertegun melihat wajah kusut putrinya. "Sha?"

Aisha tidak merespons. Tidak merasa risih sekalipun tatapan Abi Umar, Hafis, dan Baskara juga mengarah ke padanya. "Kamu kenapa, Sha? Ada yang bisa Abi dan Ummi ban ..."

"Udah, deh, Abi sama Ummi gak usah sok peduli!" bentak Aisha dengan suara seraknya. Ummi Anin terkejut bukan main. Terlebih ketika melihat mata Aisha yang sudah berkaca-kaca. "Aisha gagal! Aisha gak dapat beasiswanya!"

Abi Umar menghela napas, sementara Ummi Anin tertegun mendengarnya. Diam-diam menyalahkan dirinya sendiri. Sebeb beliaulah Aisha ngotot ingin sekolah di dekat rumah.

Nerasha {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang