Pemimpin

52 10 4
                                    

Alangkah baiknya kalau laki-laki saja yang menjadi pemimpin. Laki-laki lebih diutamkan menjadi seorang pemimpin. Dari surah An-Nisa ayat 34, telah dikatakan kalau kaum laki-laki itu merupakan pemimpin bagi kaum wanita.

Hey, Sister!

"Heh, lo dari tadi bengong aja. Sakit lo? Perlu gue antar ke UKS?" bisik Rayqa tepat di telinga Aisha. Gadis itu menoleh, lantas menggeleng pelan. 

Rayqa menghernyitkan dahi. Bukannya peduli atau semacamnya, dia merasa horor dengan Aisha yang entah bagaimana ceritanya menjadi murung sejak kembali dari lapangan. Auranya pun sudah suram, membuat Rayqa malah merinding. 

Dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari Aisha. Menatap lurus ke papan tulis, mendengarkan hasil pemilihan ketua kelas. Ada beberapa nama di sana, di antaranya adalah Aisha yang sengaja dia ajukan tadi, tak peduli bagaimana tanggapan si pemilik nama sendiri. Ketimbang dia mengajukan namanya sendiri, kalau terpilih pasti belum seminggu bertugas sudah dipaksa turun oleh masyarakat.

Lagipula, dia menilai Aisha sebagai pribadi yang berjiwa pemimpin. Terlihat pula kalau banyak murid sependapat dengannya. Terbukti dengan banyaknya suara yang diberikan untuk Aisha.

"Baiklah, dari banyaknya suara yang didapatkan, maka ketua kelas 10 IPA-1 adalah Aisha!"

Aisha gelagapan ketika wali kelasnya, Pak Wahyu, memanggil namanya. Kepalanya celingukan ke sana-sini. Bingung mendapati teman-temannya sedang bertepuk tangan.

"Lo jadi ketua kelas," jelas Rayqa. Mendengar itu, Aisha seketika itu juga mematung. Aku? Jadi ketua kelas? Bukankah harusnya laki-laki yang menjadi pemimpin? Dari sekian banyaknya laki-laki di sini, kenapa harus aku?

Baru saja Pak Wahyu mau memanggil Aisha untuk maju ke depan kelas, sebuah tangan mengacung ke langit-langit, diikuti dengan untaian kalimat yang terdengar cukup jelas, "Maaf, Pak."

"Ya, ada apa?" tanya Pak Wahyu, batal memanggil Aisha. 

"Kalau menurut saya, lebih baik yang jadi ketua kelasnya laki-laki saja, Pak. Kan, masih banyak murid laki-laki di kelas ini, Pak. Dan, bukankah memang kodratnya laki-laki  menjadi seorang pemimpin?" ujar murid tersebut. Aisha tertegun. Ia yakin itu suara orang yang membuatnya takut tadi pagi.Seketika membuatnya menjadi murung. 

Berbanding terbalik dengan Aisha yang masih tenang, Rayqa langsung menoleh ke belakang. Tepatnya ke arah murid yang baru berbicara itu. "Heh, lo nggak usah sirik, deh! Jelas-jelas Aisha yang terpilih jadi ketua kelas. Kalau memang yang milih lo itu sedikit, ya, terima saja!" seru Rayqa.

Seisi kelas mulai gaduh ketika Rayqa bersuara. Gadis tomboy itu menatap tajam murid laki-laki yang baru saja mengutarakan pendapatnya itu. Sementara murid laki-laki itu masih kalem, sama halnya dengan Aisha yang belum berani menoleh ke belakang. 

"Lah, kok, lo yang sewot, sih? Aisha saja diam, kenapa lo yang teriak-teriak?" Terdengar balasan dari sudut kelas. Rayqa segera mengarahkan pandangannya ke sumber suara. Menatap geram seorang murid laki-laki yang duduk di pojokan, tepat di sebelah laki-laki yang protes karena bukan laki-laki yang menjadi ketua kelas.

"Gue ngomong sama si cowok sok cool itu. Kenapa lo main nyambung aja kayak rel kereta?" Aisha menepuk pelan pundak Rayqa, memintanya untuk berhenti. Tapi, mana mungkin Rayqa mau mendengarnya.

"Lo juga main nyambung aja. Pak Wahyu, kan, ngomong sama Fatih," kata murid laki-laki itu tenang. 

Daripada Rayqa malah membuat keadaan makin rusuh, Aisha menghela napas dan berkata, "Sudah, Pak. Saya setuju yang dia katakan. Lagipula, saya tidak yakin kalau saya bisa menjadi pemimpin yang baik nantinya."

Nerasha {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang