Memang Menyakitkan

26 3 0
                                    

Mata Nessa menyipit melihat puluhan pasang mata menatap ke arahnya dengan tatapan aneh. Padahal kalau diingat-ingat dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Kenapa tiba-tiba semua orang menatapnya seperti pencuri lepas dari penjara?

Tanpa Nessa sangka, di depan kelas ada Dewi dan Ratih yang menunggunya sejak tadi. "Duh, Sa, lo kemana aja, sih? Lo nggak apa-apa, kan?" tanya Ratih cemas. Walaupun tidak sering bicara dengan Nessa, namun mendengar kabar yang tengah heboh di sekolah mereka, dia jadi ikut khawatir.

"Lah, gue sehat. Perjalanan dari rumah ke sekolah mulus kayak jalan tol. Memang kenapa?" Nessa balik bertanya. Tidak mengerti dengan keadaan sekolah mereka.

"Lo belum tahu?" Melihat gadis berdarah konghucu itu menggeleng, Dewi buru-buru mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman.

Betapa terkejutnya Nessa begitu mengetahui kalau itu adalah rekaman kejadian kemarin, saat dirinya bertengkar dengan ibu-ibu yang menghina keluarganya.

"Bu, biasakan kalau mau ngomong langsung di depan orangnya, Bu. Jangan jago kandang. Hanya berani ngomong di belakang."

"Heh, Anak gak tau diri! Kamu jangan sok-sokan nasehatin orangtua, deh! Mending urusin hidup kamu yang gak benar itu!"

"Sampai sekarang hidup saya mengurus hidup saya, Bu. Mungkin ibu yang harus mengurus hidup ibu sendiri. Hidup ibu gak bener, tapi sibuk ngurusin orang lain!"

"Dasar kurang ajar kamu, ya! Sudah lain agama dengan orangtua kamu, ternyata akhlaknya juga jelek!" cibir ibu-ibu tersebut.

"Masalah saya yang berbeda keyakinan dengan orangtua saya itu bukan masalah ibu. Lagipula kalau mau pindah agama harus ada keyakinan dan niat. Sekarang permisi, Bu, saya mau pergi. Malas saya meladeni ibu-ibu julid seperti ibu!"

"Si ... siapa yang nge ... rekam ini?" tanya Nessa terbata-bata. Jantungnya berdetak kencang. Rahasianya telah terbongkar. Bagaimana ini? Seluruh murid pasti akan menganggapnya aneh.

"Natasha."

Seketika rahang Nessa mengeras. Raut wajhnya berubah datar.

Sungguh dia benci gadis itu.

- Aisha -

"Tidak ada ..." Aisha menggigit bibir. Peluh berlomba-lomba untuk membasahi keningnya. Dadanya sesak. Gemetar sambil memelototi kertas di depannya.

Sementara Rayqa di sebelahnya hanya bisa terdiam dan menghela napas. Dia tahu apa yang Aisha rasakan saat ini. Dia tahu betapa kecewanya Aisha setelah perjuangannya belum berbuah manis.

Dia melirik Farel dan Fatih yang berada tak jauh dari mereka. Menggeleng pelan sebagai jawaban dari antusiasme mereka.

"Aku ... aku sudah berusaha ..." Pipi Aisha menghangat. Matanya perih. "Tapi ..."

"Udah, Sha. Mungkin belum rezeki," hibur Rayqa.

Tak lama kemudian Nessa menghampiri mereka berdua. Gadis itu tadinya ingin menyapa Aisha, namun urung sebab melihat satu persatu air mata Aisha keluar.

Setelah melihat kertas yang tertempel di masing barulah Nessa mengerti. Dia tidak lolos. Aisha tidak lolos. Aisha tidak bisa mendapatkan beasiswa.

"Bagaimana aku bisa membayar uang sekolah?" Aisha menggigit bibir. "Aku gak mau merepotkan orangtuaku. Mereka pasti sibuk mengurus Hafis dan Baskara ..."

Nerasha {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang