Satu Kata yang Akan Kau Ucapkan

22 2 0
                                    

Kalau kamu diberi kesempatan untuk mengatakan satu hal dengan temanmu, apa yang akan kamu katakan?

- Hey, Sister! -

Rayqa berjalan memasuki rumahnya. Seketika terdiam ketika melihat keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu.

"Mau ngapain? Mau rapat, ya?" tanya Rayqa asal. Tidak ada yang menyahut. Mama Karina terdiam sambil menundukkan kepalanya. Papa Juna mengalihkan pandangannya ke langit-langit rumah. Sedangkan Rania pura-pura sibuk dengan rambutnya.

Melihat reaksi keluarga angkatnya, Rayqa mengernyit. "Oh, Rayqa ganggu, ya? Ya, udah, deh. Rayqa masuk ke kamar dulu, ya," pamit Rayqa sambil mengambil ancang-ancang ingin pergi.

Namun tanpa dia sangka, Mama Karina berdiri dan menahan lengan Rayqa. "Tunggu sebentar. Mama mau bicara," ujar wanita tersebut dengan nada lembut.

Tanpa bertanya lagi, Rayqa batal untuk masuk ke kamar dan memilih untuk duduk di sebelah kakak angkatnya. Beberapa menit kemudian, belum ada juga yang bersuara. Keheningan ini membuat Rayqa bosan. Kedua orangtuanya hanya sibuk memberi kode satu sama lain. Sementara kakaknya sesekali melirik gadis itu, namun juga tetap diam.

"Rayqa ..." Gadis itu menoleh pada ayahnya. "Kami minta maaf sudah menyembunyikan ini dari kamu ..."

Diam-diam Rayqa menghela napas. Dia sudah menduga kalau mereka akan membahas hal ini.

"Kami minta agar kamu tidak terkejut atau ..."

"Rayqa sudah tahu, Pa," ujar Rayqa seraya tersenyum pahit. Ucapan Papa Juna terputus. Kini mata mereka bertiga sepenuhnya menatap Rayqa. "Papa mau bilang kalau Rayqa itu anak angkat, kan? Rayqa sudah tahu dari beberapa tahun yang lalu."

Syok. Rayqa tahu mereka akan berelasi seperti ini. Bertahun-tahun mereka mencoba untuk menyembunyikan ini. Merahasiakan ini. Namun tanpa sengaja Rayqa sudah mengetahui hal tersebut.

"Kamu sudah tahu?" tanya Mama Karina lagi. Takut kalau beliau salah dengar. Rayqa mengangguk singkat.

"Kenapa kamu nggak bilang?" Rania ikut bertanya. "Kamu ... gak marah?"

"Rayqa marah. Marah pada diri Rayqa sendiri. Rayqa marah karena selama ini Rayqa bertingkah gak sopan sama Papa, Mama, dan Kak Rania." Gadis itu mengembuskan napas pelan. Memang dia merasa sangat bersalah. Dia merasa kalau dirinya adalah orang paling bodoh. Dengan tingkahnya yang tidak sopan dan sangat menyebalkan, keluarga ini masih mau menerimanya. Masih mau merawatnya dengan baik seakan Rayqa memang anak mereka.

Dan ini saatnya untuk mengatakan kalau ia menyesal.

"Rayqa minta maaf," lirih gadis itu sembari menunduk dalam. "Kenapa Mama dan Papa masih mau menerima Rayqa di sini? Harusnya usir saja Rayqa. Rayqa bukan siapa-siapa, tapi malah sok berkuasa di sini."

Tanpa Rayqa sadari, Raina sudah bergerak untuk memeluknya. Samar-samar dia menggeleng. Seolah membantah kata-kata adik angkatnya. "Nggak, Qa, nggak. Kamu nggak pernah nyusahin, kok. Kamu udah menjadi bagian dari keluarga ini," tutur Raina di sela-sela isak tangisnya.

"Kakak kamu bener, Qa. Kamu jangan nyalahin diri sendiri," timpal Mama Karina. Wanita tersebut mendekat ke arah dua gadis itu dan ikut memeluk mereka.

Rayqa mengusap matanya yang mulai berair. Memaksakan diri untuk tersenyum. Meski ia akui, air matanya akan segera tumpah. Dia memang tidak sekuat dan setegar yang orang-orang bayangkan.

"Jangan nangis, dong, Qa. Kamu, kan, anak Papa yang paling kuat," hibur Papa Juna.

Mendengar kalimat tersebut, Rayqa tersenyum pahit.

Nerasha {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang