Hama

444 30 1
                                    

"Hama aja harus dibasmi, supaya gak merusak tanaman. Apalagi pelakor harus dibantai demi keutuhan rumah tangga."
     -Alma-

"Sayang!"

"Yang!"

"Bun!"

"Ya Allah, Bunda," panggil Mas Rizal frustasi. Aku terus saja mendiamkannya. Aku tau ini dosa, gak baik mendiamkan suamiku. Tapi, aku hanya ingin memberi pelajaran untuknya.

"Bun, udah dong marahnya," rajuknya sambil memegang lenganku. Aku diam saja, fokus menatap layar handphoneku.

"Oh jadi, Bunda lebih mentingin hp ya daripada suami, hmm," tungkasnya. Aku hanya meliriknya sebentar kemudian kembali fokus ke handphone lagi.

"Udah dong marahannya, gak baik loh marah sama suami," timpalnya lagi.

Bodoamat, lo aja selingkuh dodol.

"Ya udah, supaya Bunda gak marah lagi. Bunda mau di beliin apa?" bujuknya. Aku hanya diam tak berniat membalas sedikitpun.

"Jalan-jalan?"

"Tas baru?"

"Nonton?"

"Beli Novel?"

Tawaran yang menggiurkan, Sayangnya aku lagi marah.

"Atau..."

"Bunda, mau tidur dulu. Ayah jangan ngoceh mulu," potongku.

Aku membenarkan posisi tidurku. Aku tidur membelakangi suamiku.

Emang enak di giniin? Makanya jangan selingkuh.

            🍁🍁🍁🍁

Keesokan paginya, aku masih ngambek. Tapi walaupun aku ngambek aku tak melupakan kewajibanku sebagai istri, aku masih tetap menyiapkan sarapan untuk suami dan anakku.

Suamiku datang dengan wajah murungnya, tapi tak aku hiraukan. Amel yang melihatnya hanya memberikan respon bingung, aku hanya menggedikan bahuku acuh.

"Ayah kenapa, kok mukanya murung gitu?" tanya Amel heran. Mas Rizal duduk di kursi. Kemudian menatap kearah Amel.

"Bundamu marah sama Ayah," ucapnya lesu.

Dasar buaya.

"Lah kenapa?"

"Gak tau, padahal Ayah udah coba bujuk Bunda mu, tapi tetap aja marah. Mana kalo lagi marah Bunda mu kelihatan tambah cantik," godanya. Aku hanya meliriknya tajam, Mas Rizal yang ditatap seperti itu hanya tersenyum kikuk.

"Bun," panggil Amel. Aku menghela napas berat. Kalo udah berurusan sama Amel, aku selalu mengalah.

"Iya, Bunda gak marah lagi kok," ucapku sambil tersenyum. Mas Rizal yang mendengar ucapanku langsung memelukku. Aku membalas pelukannya. Amel yang melihat kami seperti ini tersenyum cerah.

              🍁🍁🍁🍁

Sore ini Mas Rizal pulang lebih awal. Rencananya kami mau pergi makan keluar. Sekarang dia sedang mandi sementara aku menyiapkan pakaiannya.

Ting ...

Handphone Mas Rizal bunyi tanda ada pesan masuk. Aku menghiraukannya.

Ting ...

Ting ...

Aku yang awalnya menghiraukannya. Langsung mengecek siapa yang mengirimkan pesan tak sabaran itu. Handphonenya tak di kunci, jadi aku bebas membuka handphonenya.

Aku mengerutkan keningku, Disana tak terdapat nama pengirimnya hanya simbol ❤️ doang. Wah ada yang gak beres nih.

Aku langsung saja membukanya, karena penasaran.

❤️: Mas, kesini dong! aku lagi sakit gara-gara kemarin makan makanan dari istri jelekmu itu.

❤️:sayang

❤️:Mas, ke sini ya, kalo engga aku ngambek loh.

Aku yang membaca pesan dari si Mak Lampir, kepalaku langsung mendidih, emosi. Berani-beraninya si Mak Lampir bilang aku jelek. Wah minta di masih kejutan lagi ini mah.

Me: Aku sibuk.

Send

Aku memencet tombol kirim. Rasain aku kerjain kamu Mak Lampir. Aku buru-buru menghapus pesan dari si Mak Lampir barusan, supaya gak ketahuan oleh Mas Rizal. Langsung saja aku meletakan hp itu ke tempat semula.

Ceklek!

Pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan sosok cowok bertubuh atletis.

"Mas bajunya udah aku siapin," ucapku sambil pergi keluar kamar. Mas Rizal hanya mengangguk.

                🍁🍁🍁🍁

Aku dan Amel sedang menunggu Mas Rizal untuk pergi makan malam di luar, bukannya aku tak masak hanya saja kami mau pergi jalan keluar bareng keluarga. Udah lama sekali kami tak melakukan ini lagi.

Mas Rizal datang dengan setelan santainya. Dia hanya memakai celana jins selutut dan kaos polos.

"Ya udah, yuk! " ajak Mas Rizal. Aku dan Amel bangkit dari duduk.

Ting ...

Handphone Mas Rizal berbunyi. Entah siapa yang mengirimkan pesan padanya, raut wajahnya menjadi menunjukan ke bimbangan, aku yang melihatnya seperti itu udah bisa menebaknya siapa yang mengirimkan pesan itu.

Dia menatap ke arah aku dan Amel dengan tatapan sendu.

"Kayaknya kita tunda dulu deh acara makan malamnya, Ayah ada urusan mendadak," lirihnya. Aku melirik ke arah Amel, gadis itu tersenyum walau kutahu di wajahnya terlihat kekecewaan yang mendalam.

"Ya udah, mau gimana lagi," ucap Amel.

"Yaudah, Ayah pergi dulu ya," pamitnya. Kemudian pergi dengan terburu-buru.

Setelah Mas Rizal pergi, aku langsung mengikutinya.

Mobil Mas Rizal berhenti di halaman rumah si Mak Lampir, tuh kan benar dugaanku.

Mereka masuk ke dalam rumah. Pintunya di tutup, sial aku tak bisa melihat apa yang mereka lakukan di dalam.

Aku meronggoh tas ku untuk mencari sesuatu. Nah ketemu.

Aku langsung saja mengendap-ngendap ke rumahnya si Mak Lampir. Aku berdiri di depan jendela kamar si Mak Lampir. Aku mencoba membuka jendelanya.

Klek!

Jendelanya tidak di kunci, aku langsung masuk ke kamarnya. Dan menaburkan gula pasir di atas kasurnya. Aku tersenyum puas. Setelah beres aku buru-buru keluar dari kamarnya si Mak Lampir. Takut ketahuan.

Selamat menikmati tidurmu dengan semut manis.

Bukan PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang