Weekend ini rencananya kami mau pergi berpiknik ke sebuah taman. Aku sedang menata makanan ke dalam keranjang makanan untuk dibawa nanti ke taman.
Setelah selesai aku mau mandi dulu gerah. Saat melewati ruang tamu aku melihat Mas Rizal dan Amel sedang menonton tv, keduanya begitu kompak kadang mereka tertawa karena film yang sedang mereka tonton atau sesekali Mas Rizal menjahili Amel. Aku yang melihatnya tersenyum tipis. Ini yang bikin aku enggan berpisah dengan Mas Rizal meskipun sudah menyakitiku berulang kali.
"Bun, ayo ikutan nonton, " ajak Amel saat melihatku hanya berdiri tak jauh dari mereka. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.
"Bunda mau mandi dulu, gerah," ucapku
"Kamu juga siap-siap gih," lanjutku.
Amel hanya mengangguk kemudian berdiri dari duduknya dan melenggang pergi ke kamar.
Mas Rizal menatapku sambil tersenyum, aku membalas senyumanya kemudian pergi dari hadapannya untuk pergi mandi.
*********
Aku sedang menunggu Mas Rizal di ruang tamu bersama Amel. Anak itu terlihat senang sekali. Mungkin dia udah lama tak qualiti time bareng keluarga.
Tak lama kemudian Mas Rizal datang dengan lesu. Aku yang melihatnya hanya menatap dia bingung.
"Maaf ya, Ayah gak bisa pergi ada urusan mendadak," pungkasnya. Aku yang mendengarnya hanya tersenyum miris. Pasti itu urusan dengan si Mak Lampir.
"Lebih penting urusanmu itu, ya?" tanyaku. Mas Rizal melirik ke arahku. Dia hanya diam tak menjawab.
"Kenapa sekarang kamu jadi lebih mentingin urusanmu itu?" tanyaku lagi. Mas Rizal masih diam tak membalas pertanyaanku sedikitpun.
Aku melirik ke arah Amel, anak itu hanya diam dan memberikan mimik datarnya, mungkin dia kecewa. Aku menghela napas berat.
"Ya sudah, kamu urusin saja urusan pentingmu itu. Jangan pernah peduliin lagi keluargamu, " pungkasku sambil menahan sesak di dada.
"Tapi ...."
"Amel kecewa sama Ayah, " ucap Amel sambil pergi berlari ke kamarnya. Aku yang melihatnya hanya tersenyum getir, aku tahu anak itu pasti sangat kecewa, karena setiap mau pergi selalu saja tidak jadi, dan Mas Rizal lebih milih nemenin si Mak Lampir.
Mas Rizal hendak mengejar Amel tapi aku tahan. Mas Rizal menatapku dengan kening berkerut.
"Biarkan dulu dia sendiri," ucapku.
"Tapi ..."
"Kalo kamu langsung susul dia, yang ada dia tambah marah sama kamu. Biarkan dulu hatinya tenang," potongku. Mas Rizal menurut. Kemudian duduk di sofa, dan memijat pangkal hidungnya.
Aku pergi berlalu meninggalkannya, aku pergi ke kamarnya Amel. Tapi pintunya terkunci. Aku menghela nafas berat.
Tok!
Tok!
Tok!Aku mengetuk pintu kamar Amel, tapi tidak ada jawaban sedikitpun.
"Mel, ini Bunda, buka pintanya ya," bujukku.
"Amel pengen sendiri dulu, Bun," jawabnya dari dalam. Aku membiarkannya, biar bagaimanapun anak itu butuh waktu sendiri.
"Gimana, Amel mau buka pintunya?" tanya Mas Rizal. Aku menatapnya sinis.
"Peduli apa kamu, Mas? Urus saja urusan pentingmu itu," ketusku kemudian pergi dari hadapannya.
*********
Malam ini aku memulai aksiku lagi, aku menggunakan topi seperti biasa untuk penyamaranku. Dan seperti biasa juga aku mengendap-ngendap ke rumahnya si Mak Lampir.
Aku membuka Jendelanya yang memang tak pernah terkunci. Kamarnya kosong seperti biasa. Mungkin itu Mak Lampir entah kemana dan sedang apa, aku gak peduli.
Aku menatap ke sebuah kotak kecil yang aku bawa sambil tersenyum menyeringai. Aku buru-buru menaburkan sesuatu ke kasurnya si Mak Lampir, setelah selesai aku buru-buru keluar dari kamarnya si Mak Lampir takut si Mak Lampir keburu masuk kamar.
Aku menatap rumah si Mak Lampir, dan tersenyum puas.
Ini pelajaran buatmu Mak Lampir karena udah buat anakku bersedih.
Makan tuh belatung.
*******
Sesampainya di rumah aku melihat Mas Rizal sedang menonton tv. Mas Rizal yang melihatku habis dari luar melirik ke arahku.
"Dari mana, Bun?" tanyanya. Aku tak menjawabnya hanya meliriknya sebentar kemudian pergi begitu saja tanpa berniat membalas pertanyaannya.
Ini hukuman buat dia yang udah buat keluarganya kecewa.
Aku masuk ke kamar untuk mengambil sesuatu, di rasa udah cukup aku keluar dan menuju ruang tamu.
Aku berdiri di depannya Mas Rizal dengan menyerahkan bantal dan selimut yang aku bawa barusan ke arahnya. Mas Rizal hanya menatapku bingung dengan wajah cengonya.
"I-ni, Ini, apa?" tanyanya bingung
"Ya, ini buat kamu tidurlah, Mas."
"Maksudnya?"
"Ya, kamu tidur di ruang tamu," pungkasku sambil pergi begitu saja dari hadapannya tanpa mendengar protesannya. Aku hanya tersenyum puas.
Itu hukuman buat suami tukang selingkuh kayak kamu, Mas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pelakor
Teen FictionTak ada yang senang saat hadir orang ketiga dalam rumah tangga. Alma Amelia harus menyaksikan perselingkuhan Sang Suami dengan sahabatnya sendiri, malah Ibu mertua mendukung kelakuan bejad anaknya. Alma masih bertahan dalam renggang rumah tangganya...