Kembali patah

421 23 0
                                    


"Aku tak pernah memaksamu untuk mencintaiku, apalagi hanya karena terpaksa, karena sesuatu yang diawali dengan keterpaksa berakhir dengan kekecewaan."

       -Alma-

"Amel gak suka sama Dio, ya!"

"Emang kenapa? Padahal gue cowok paling ganteng setata surya."

"Amel, gak mau. Kita ini masih kecil, Dio."

"Kita ini udah gede, Mel. Udah Smp loh."

"Amel, tetap gak mau! Dio cinta sama Amel? Itu hanya cinta monyet."

"Gue engga cinta sama monyet, tapi cintanya sama lo."

Aku yang mendengar keributan di luar, langsung berlari untuk melihat apa yang terjadi.

Di sana terlihat Amel sedang jengkel dengan kelakuan Dio, anak tetangga. Aku tahu laki-laki itu menyukai anakku. Tapi aku biarkan selama mereka gak melewati batas.

"Orang tua macam apa kamu ini, ngebiarin anaknya pacaran," cerca Ibu Mertuaku sinis. Aku yang mendengar perkataannya hanya meliriknya sekilas, kemudian fokus lagi ke arah Amel dan Dio.

"Mereka hanya berteman," sahutku. Ibu mertuaku hanya berdecak sebal, tapi aku gak peduli. kemudian meninggalkan aku begitu saja.

                 **********

Aku menatap miris ke arah orang yang sedang bercumbu mesra di pojok meja. Aku yang tadinya berniat menenangkan hati dari ke sinisan Ibu mertuaku di rumah, tapi di cafe ini, yang aku dapat bukan sebuah makanan lezat tapi kenyataan yang Sungguh menyayat hati.

Harus aku bertahan terus?

Ataukah menyerah?

Pandanganku mengabur akibat air mataku terus saja berjatuhan. Aku harus kuat tidak boleh kalah dari si pelakor. Aku menghapus jejak air mata yang ada di pipiku

Kulangkahkan kakiku untuk menghampiri manusia yang tidak beradab itu, aku udah muak dengan ini semua.

"Kalo mau melakukan perbuatan mesum jangan di sini dong, nyewa hotel," hardikku, menghentikan kegiatan mereka. Mas Rizal yang melihatku berdiri di sampingnya terkejut. Sedangkan si Mak Lampir hanya tersenyum miring.

"Kamu sejak kapan ada di sini?" tanya Mas Rizal. Aku tersenyum kecut.

"Sajak awal kalian melakukannya."

Mereka terkejut mendengar ucapanku.

"Baguslah, kalau kamu udah tau. Kita tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi," sahut si Mak Lampir. Aku yang mendengar ucapannya, melirik dia sinis. Bukannya tobat malah makin menjadi-jadi.

"Aku gak nyangka kamu bisa berbuat ini sama aku, Ras."

Aku melirik ke arah Mas Rizal, laki-laki itu tetap saja diam. Aku benci.

"Dan kamu Mas, aku udah  berusaha jadi istri yang baik buat kamu. Tapi ini balasan kamu hah?" tanyaku dengan sorot kekecewaan. Mas Rizal masih bungkam enggan menjawab. Aku hanya tersenyum miris. Kemudian berlari dari hadapan mereka, hatiku terlalu sakit untuk terus bertahan.

                 ******

"Kalau lo mau nangis, nangis aja gue siap jadi sandaran buat lo."

Aku menatap ke arah lelaki itu dengan pandangan yang sulit aku jelaskan. Dia yang di pandang seperti itu olehku, hanya tertawa renyah. Kemudian dia duduk di sampingku . Aku saat ini sedang berada di sebuah taman tak jauh dari cafe tadi.

"Nih, masih sama kan, mood lo?" tanyanya sambil menyodorkan sebuah es cream ke arahku. Aku menatap es cream itu dengan ragu. Dia yang melihatku seperti itu berdecak sebal.

"Tenang, engga gue racunin kok," ucapnya tulus. Aku mengambil es cream itu dan memakannya. Ternyata dia masih tau moodku.

"Gue pernah bilang kan, kalau kita bertemu kembali, berarti kita berjodoh," ucapnya santai, tanpa berpikir terlebih dahulu.

Uhuk!!

Aku yang mendengar ucapannya tersedak. Gak menyangka dia bakalan ngomong begitu.

"Apaan sih, aku ini udah menikah tau," sahutku jengkel

"Tapi kan, gak bahagia."

Aku hanya tersenyum kecut. Aku melanjutkan makan es creamnya Males menanggapi perkataannya.

"Lo mau nangis? Sini gue siap kasih lo sandaran," tawar Faisal. Aku mengninju perutnya pelan, dia hanya tertawa renyah.

Dasar mantan gak tau diri.

     *****

Bukan PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang