Fitnah

405 27 1
                                    

"Mbak Alma, kok tega sih mengkhianati suamimu?" tanya Bu Halimah. Aku yang ditanya seperti itu hanya bisa mengerutkan dahiku, bingung.

"Iya, padahal kurang apa sih suami, Mbak, itu?" timpal Bu Siti.

"Saya benar-benar gak nyangka. Tak kira, Mbak Alma ini istri setia," sahut Bu Rohmah. Aku yang mendengarnya hanya bisa diam tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.

Saat ini aku sedang belanja di Mang Darman

"Maksud Ibu-Ibu, apa sih?" tanyaku bingung. Bu Rohmah hanya berdecak pelan.

"Jangan pura-pura gak tau deh, Mbak," sahut Bu Halimah. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

"Mbak, emang gak malu, ya, pelukan sama laki lain di tempat umum?" tanya Bu Rohmah. Aku cuma bisa bengong, otakku blank.

"Itu loh, sama mantan Mbak, si Faisal," jelas Bu Siti. Yang melihatku masih bingung sama apa yang mereka bicarakan.

"Pelukan?" beoku.

Ibu-ibu hanya mengangguk. Aku berusaha mengingat kejadian kemarin saat bertemu dengan Faisal. Oh jadi Ibu-ibu ini salah paham.

"Ibu-ibu, pasti salah paham," jelasku.

"Salah paham gimana? Jelas-jelas fotonya udah tersebar di sosmed," timpal Bu Imeh.

Aku melongo. Siapa yang menyebarkan berita itu.

"Udah sih, Mbak. Ngaku aja deh," timpal Bu Rohmah.

"Tapi saya gak selingkuh, Bu."

"Mana ada, maling ngaku penjara penuh kali."

"Dasar istri gak tau diri."

Aku buru-buru membayar belanjaanku untuk cepat-cepat pergi dari hadapan mereka. Hatiku sakit di tuduh seperti itu. Padahal, bukan aku yang selingkuh.

********

Plak!!

Pipiku memanas akibat tamparan keras. Aku menatap orang yang menamparku dengan tatapan sendu.

"Dari dulu saya gak pernah setuju, kalau anak saya nikah sama kamu," ucapnya. Membuat hatiku sakit.

"Kenapa kamu malah mengkhianati anak saya hah?" bentaknya sambil menjambak rambutku. Aku hanya bisa meringis menahan rasa sakit di kepalaku.

"Udah, Bu. Kita dengerin dulu penjelasannya," ucap Bapak mertuaku, berusaha menenangkan istrinya.

Ibu mertuaku melepaskan jambakannya. Aku merasakan pusing di kepalaku. Tapi aku tahan. Air mataku terus saja keluar, padahal aku benci saat di anggap lemah seperti ini.

Bapak mertuaku mempersilakan aku duduk di sofa, di samping Mas Rizal. Sedangkan Ibu dan Bapak mertuaku duduk di sebrangnya. Aku menatap Mas Rizal. Dia hanya diam saja.

"Alma tidak pernah selingkuh. Foto itu hanya salah paham," jelasku dengan isak tangis.

"Mana ada, selingkuh ngaku," sahut Ibu mertuaku.

"Tapi benaran, Alma, tidak pernah selingkuh, Bu," jawabku

"Jelas-jelas di foto itu kamu sedang berpelukan."

"Alma tau, Ibu tidak pernah suka dengan Alma tapi asal Ibu tau Alma tidak pernah melakukan pengkhianatan dalam rumah tangga Alma, justru anak Ibu ...."

"Kamu menuduh anak saya yang selingkuh? " tanyanya dengan sedikit berteriak. Aku hanya diam saja percuma aku menjawab perkataan si Nenek gayung. Penjelasanku tak akan pernah di dengarnya. Karena dia tak pernah suka denganku.

"Dasar istri tidak tau diri! Kesalahannya sendiri jadi nuduh yang tidak-tidak kepada anak saya," lanjutnya. Aku masih diam malas menyahutinya.

Itu bukan nuduh, tapi kenyataannya, Nenek gayung.

Bukannya aku tak takut kualat mengatai dia seperti itu, hanya saja aku udah terlalu muak dengan sikapnya yang selalu menyalahkanku.

"Ceraikan dia, Zal!" cetusnya. Aku yang mendengarnya kaget. Masih Rizal pun demikian.

"Aku tidak akan pernah menceraikannya, Bu," tegas Mas Rizal.

"Aku mencintainya, Bu," lanjutnya. Aku yang mendengar pengakuan Mas Rizal hanya tersenyum getir.

Mencintaiku? Itu hanya omong kosong.

Kalau kamu mencintaiku, kamu gak bakalan kepincut sama si Mak Lampir, Mas.

"Ibu gak mau tau, ceraikan dia!"

"Ibu boleh tidak menyukainya, tapi jangan paksa Rizal untuk menceraikan Alma," bentak Mas Rizal dengan nada suara sedikit meninggi. Aku hanya diam saja tak tau harus merespon seperti apa.

"Kamu berani membentak Ibu, demi cewek murahan seperti dia?" tanya Ibu sambil menunjuk ke arahku.

"Kalo Ibu tidak suka dengan keputusanku. Mendingan Ibu pergi aja," timpal Mas Rizal.
Ibu terkejut mendengar perkataan Mas Rizal mukanya memerah menahan amarah.

"Jadi kamu usir Ibu?" tanyanya sambil melotot. Mas Rizal menghela napas berat.

"Bukan seperti itu, Bu."

"Sudahlah, Ibu kecewa, Zal," ucapnya sambil berlalu pergi dari rumah kami. Masih Rizal mimijit pangkal hidungnya. Sementara aku hanya diam. Tak mengeluarkan satu kata pun.

Aku bangkit dari dudukku, meninggalkan Mas Rizal seorang diri di ruang tamu.

****

Bukan PelakorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang