Tiga Belas

9.1K 926 106
                                        

Cerita tanpa konflik rasanya hambar ya... Menurut ku sih....

Yuk mare...

Btw, aku ngerasa aneh sih udah hampir 2 minggu sakit gigi. Anehnya lagi kuping sakit banget juga kepala dan mata sebelak kiri karena yg sakit di sebelah kiri giginya....

Ampun kalau udah kumat. Hari ini lagi lumayan. Semoga nggak kumat lagi.

Maaf buat yang udah nungguin. Terimakasih atas perhatiannya buat cerita ini. Jangan lupa VOTE dan komen kalian adalah penyemangat ku...

Love you all.... 😍

---

Kinta dan Zidan duduk di hadapan Ashley dan Marinka di kantor WO mereka. Zidan bahkan menyogok kedua sahabat Kinta tersebut dengan hadiah agar mereka tak kesal lagi pada Kinta.

"Jangan marah lagi ya kalian... Kan udah di sogok sama Zidan?" Pinta Kinta.

Ashley menaikkan alis melirik paper bag di hadapannya. Parfum. Segera ia ingin meraihnya hendak mencium aromanya namun Marinka segera menepuk tangannya.

"Gampang banget loe di bujuk." Ucap Marinka.

"Ya kan Zidan sama Kinta tulus minta maaf nya. Lagian kita kannemang berharap mereka bisa bersama. Nah hadiah parfumnya boleh dong di coba. Buat kencan sama si abang." Kata Ashley polos tapi nggemesin.

Marinka memutar bola matanya jengah.

"Kita mau lanjutin persiapan yang kemaren, girls." Ucap Kinta.

Ashley yang celingak-celinguk parfum seketika berhenti lalu menatap Kinta dan Zidan.

"Kali--"

"Loe berdua mau nikah?" Tanya Ashley memotong Marinka.

Marinka melirik kesal pada Ashley sementara Ashley nyengir. Keduanya lalu menatap pada Zidan dan Kinta.

Kinta mengangkat tangan kanannya menunjukkan sebuah cincin di jari manisnya. Cincin yang sempat ia kembalikan pada Zidan satu bulan lalu.

"Oh My God... Kinta, really?" Tanya Ashley dengan mata berkaca-kaca menahan haru tak percaya jika sahabatnya ini akan segera menikah.

Kinta tersenyum dengan wajah merona. Zidan merangkul pundak Kinta membuat wanita itu menoleh padanya lalu mereka saling tersenyum.

"Shit...! Panas banget tiba-tiba ya... Gerah..." Ucap Marinka.

"Makanya jangan kelamaan jomblo dan ngurus nikahan orang. Baper kan loe. Kayak gue dong, ada kesayangannya." Ashley mengejek sahabatnya tersebut disambut tawa Zidan dan Kinta sementara Marinka sudah meradang bagai kepiting siap mencapit.

"Kalau gitu, kita perlu reservasi balik sama pihak gedung resepsi kalau kita akan tetap pakai gedung mereka. Kira-kira kapan rencana kalian menikah?" Tanya Ashley.

Kinta mengedikkan bahu. "Kinta bilang, di mau lihat reaksi dan pendapat keluarga ku dulu. Aku sudah katakan kalau orang tua ku fair tapi Kinta masih tidak yakin. Papi dan Mami lebih berpikiran kalau pasangan hidup bukan berdasarkan status atau apalah tetapi lebih pada kesiapan pasangan dalam menjalani pernikahan itu sendiri."

"Tetap aja, kalian orang terpandang sedangkan aku... Orang tua ku saja tidak perduli bagaimana keadaanku."

"Yang Mami dan Papi lihat kamu, dirimu, Kinta. Bukan orangtuamu. Keluarga memang penting dan berpengaruh tapi percayalah, Mami dan Papi bukan tipe penggila nama baik."

"Oke. Oke. Kinta-Zidan jangan berdebat. Kin, elo harus belajar percaya sama Zidan. Zid, elo harus belajar menerima Kinta yang ragu dan meyakinkan dia. Oke?" Marinka menengahi perdebatan Kinta dan Zidan.

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang