Sembilan

7.1K 894 55
                                    

"Mulai sekarang, kamu bertanggung jawab atas kebahagiaan ku." Ucap Zidan menjawab Kinta.

Kinta menatap marah. "Gue nggak lagi bercanda!"

"Kemarilah, sayang. Apa kamu nggak kelaparan hmm? Jangan berdiri dengan memasang wajah galak begitu. Kamu nggak tahu ya kalau setiap pose mu itu selalu membuatku ingin bercinta, atau kamu sengaja melakukannya untuk menggodaku?" Tanya Zidan menatap Kinta yang berdiri berkacak pinggang.

"Lor beneran maniak seks?"

Zidan menganggukkan kepala sambil tersenyum nakal. "Ya, tapi khusus dengan kamu. Sekarang ayo makan dulu. Kamu pasti lelah dan lapar. Aku nggak mau wanitaku sakit. Nanti nggak bisa nyusuin." Ucapnya nakal membuat Kinta kesal. Tapi Kinta menurut.

Ia memakan makanan yang disediakan dan melahapnya. Lapar sekali memang. Dia nggak perduli kalau akan naik tiga kilo setelah makan pagi ini. Zidan tersenyum menatap Kinta makan dengan lahapnya.

"Nayla itu, adik sepupu yang aku mintai tolong pura-pura jadi calon istri, untuk bisa mempersiapkan pernikahan kita. Jadi dari awal, semua untuk kamu dan aku." Ucap Zidan saat makanan Kinta hampir habis dan ia meminum jus jeruk segarnya.

"Pernikahan kita? Loe gila? Kapan gue setuju menikah sama loe? Lagipula gue nggak niat menikah, gue mau melajang seumur hidup. Buat apa menikah kalau pada akhirnya hanya akan saling menyakiti. Dan hati yang paling disakiti saat loe berpisah sama pasangan loe adalah anak yang hadir diantara pernikahan itu. Jadi intinya. Gue nggak akan menikah. Meskipun loe udah semprot benih sialan loe banyak-banyak ke rahim gue. Syukur-syukur gue nggak hamil bulan depan, kalau hamil ya udah gue bakal rawat anak ini sendiri atau gue gug--"

"Jangan pernah berkata kejam jika pada kenyataannya kamu takkan tega melakukan hal itu. Aku sudah mempelajari dirimu, meskipun kamu tidak menyadarinya. Sahabat-sahabat mu sangat baik dan mendukung hubungan kita."

"Apa? Marinka sama Ashley tahu?"

"Ashley baru kemarin. Marinka cukup peka, bahkan sudah agak lama."

Kinta segera mencari tasnya ke kamar Zidan lalu mengambil ponselnya dan keluar kembali ke balkon.

"Loe tau rencana dia?" Tanya Kinta  begitu sambungan teleponnya dan Marinka terhubung.

"Santai Bu calm down... Cuma orang bego yang nggak sadar Kinta. Emang loe nggak aneh sama klien kita yang ini? Apa-apa harus ada elo, apa-apa harus elo yang handle, belum lagi masalah foto, masa disuruh foto prewed sama calon pengantin pria loe nggak aneh atau curiga?" Kata Marinka dari seberang sana.

"Lagian ya Kinta..., mata si Zidan itu ya ngarah ke elo melulu, belum lagi kemaren gue lihat elo keluar..."

"Loe juga tahu Ashley? Astaga... Apa benar gue udah bego sampe orang separah Ashley sadar dan gue nggak?" Tanya Kinta memotong ucapan Ashley.

"Emang gue separah apa?" Ashley terdengar protes.

"Ya maksud gue elo kan orangnya gak peka banget." Kata Kinta takut dimarahi dan dimusuhi Ashley.

"Lagian loe juga masa begituan di kamar mandi kemaren. Untung gak ditangkap satpam. Bisa Viral loe di sosmed!"

"Apa?! Elo?"

"Hmm... Gue denger suara aneh jadi gue cuma diam aja di toilet sebelah sambil nahan nafas. Taunya pas gue keluar dari toilet gak lama elo keluar juga."

"Astaga..." Kinta menendang-nendang kakinya kuat. Zidan hanya tersenyum geli menatapnya. Sudah kesambet cinta mau digimanain atau mau gimanapun Kinta tetap tampak manis dan menggemaskan.

Zidan bangkit mengusap kepalanya sayang lalu meraih ponsel Kinta begitu saja.

"Nanti lagi ngobrolnya ya, kinta mau di pijat dulu. Kasihan semalam lembur." Ucapnya.

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang