Delapan

7.6K 1K 87
                                    

Buruk.

Kinta mendapati keadaannya sangat buruk pagi ini. Dia di dalam pelukan Zidan dalam posisi terbilang sangat erat.

Kinta bukan tidak ingat yang terjadi semalam. Dia ingat semuanya meskipun sedikit mabuk. Dia bahkan ingat bagaimana pria itu bersemangatnya dan memujanya. Harus ia akui, Zidan memang hot.

Tapi kenapa baru sekarang dia menyesal? Setelah berjuta-juta sel sperma pria itu berenang di dalam rahimnya mencari pasangannya yaitu sel telur Kinta yang mungkin bisa berkembang menjadi embrio dalam beberapa hari?

Buruk.

Bagaimana jika ia hamil dengan pria yang akan jadi suami orang lain?

Kinta mengusap wajahnya dan merasakan sesuatu yang aneh di jari manis sebelah kanannya yang ia raba dengan ibu jarinya. Keningnya berkerut.

"Apa ini?" Tanya Kinta menatap cincin di jari manisnya. Entah kapan Zidan menyematkan cincin indah tersebut di jarinya.

Zidan membuka mata melirik wanita di pelukannya lalu sedikit bergerak untuk melihat apa yang ditanyakan Kinta.

"Milikmu. Sebagai tanda kamu milik Zidan." Ucap pria itu serak khas bangun tidur lalu kembali menutup mata bersembunyi di cerug leher Kinta sambil mengeratkan dekapannya.

Jantung Kinta berdebar kencang, bukan hanya karena ucapan Zidan baru saja, tetapi juga karena keintiman mereka pagi ini. Kinta tak pernah ngobrol intim begini sehabis having sex sebelumnya.

"Loe jangan gila! Hanya karena... Ach..." Sial ia malah mengeluarkan desahan bukan umpatan.

"Diamlah... Bayimu sedang menyusu." Ucap Zidan melahap payudara kiri Kinta dengan mulut dan tangannya bermain di payudara satunya. Dengan cepat gairah Kinta tersulut. Sangat cepat. Padahal sebelumnya, ia pasti jijik jika harus melakukan sex berulang dengan pria yang sama. Dalam artian, sekali ONS takkan ada kesempatan kedua. Ia pasti akan mual atau kadang muntah sehabis bangun di pagi hari mengingat kelakuannya saat butuh sentuhan dan cari pria sebagai rekan sex satu malamnya.

Tapi sialnya Zidan ini WOW sekali. Kinta meremas sprei menahan geli yang menggelitik diantara kedua kakinya. Geli dan rasanya mulai berdenyut-denyut menuntut dituntaskan.

"Katakan kalau sudah mau." Ucap Zidan diantara aksinya, menyusu dengan lahapnya.

Kinta mulai keringat dingin dan gelisah menahan permintaan tubuhnya sendiri. Ia bagai tak terkendali. Haruskah logikanya kalah dengan gairah sialan ini?

"Tell me baby..." Ucap Zidan kali ini berada si atas Kinta sambil memainkan miliknya yang didamba Kinta di atas perut Kinta. Tak perlu dijelaskan ukurannya yang penting wow lah. Dan Zidan seolah sengaja memamerkannya untuk menyiksa Kinta.

"Brengsek loe!" Umpat Kinta. Zidan bukan marah melainkan tertawa. Ia tahu sekali Kinta menginginkannya saat ini.

Dengan cepat Zidan menggeser tubuhnya lalu membalik tubuh Kinta hingga telungkup, setelah itu ia tarik pinggang Kinta dan memasuki Kinta dari belakang. Kinta sudah basah, ya wanitanya ini menginginkannya, Zidan bahagia. Ia memasuki Kinta perlahan karena meskipun sudah basah dan sudah menyatu beberapa kali sejak kemarin malam rasanya milik Kinta masih saja sedikit sulit ditembus. Entah karena ukuran miliknya atau karena memang Kinta yang sempit.

Selanjutnya Kinta hanya mampu menahan kenikmatan yang ia rasakan. Malu harus mendesah terus ia menggigit bantal. Meskipun Zidan memberikan hantaman terbaiknya ia berusaha menahan diri. Ia merasa sangat jalang di hadapan pria satu ini.

"Achhh..." Erang Zidan.

"Tarik... Tarik brengsek! Awas kalau elo sampai nyampah lagi!" Kata Kinta tapi tak dihiraukan Zidan yang masih konsentrasi dengan tempo dan gerakannya yang semakin dalam. Milik pria itu belum terbenam seluruhnya di dalam Kinta tapi sudah tak bisa semakin dalam lagi.

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang