7. Setitik Rasa

25 10 10
                                    

Salah satu cara untuk mendekati Atlas, ya harus dengan menyingkirkan hamanya

***

Atlas berjalan santai di koridor kelas XI. Bersama Arga disebelahnya dan Elang, Bara dan Rian dibelakang. Mereka sekarang sudah menjadi pusat perhatian. Tapi mereka sama sekali tidak peduli. Kecuali Bara tentunya, cowok itu tengah menggoda seorang siswi kelas sebelas yang tengah lewat. Sementara gadis itu hanya menatapnya tak suka.

"Gajelas banget Lo jadi orang! Dateng dateng ngegodain!" kesal gadis itu dengan mengeluarkan wajah seram. Namun masih terlihat cantik kalau menurut Bara.

"Pengen ketawa!" Celetuk Rian sambil tertawa terbahak-bahak.

"Itu kan Lo udah ketawa Yan," balas Elang.

"Tau nih, bego si Rian" tambah Atlas.

"Gausah sok jual mahal deh lo, mau nggak nanti jalan bareng gue?" tanya Bara sekali lagi. Sementara gadis itu menatap Bara remeh.

"Punya apa Lo sampe berani ngajak gue jalan?!" tanya gadis itu.

"Ternyata matre njirr," bisik Rian pada Arga. Sementara Arga hanya menatapnya aneh lalu kembali fokus membaca materi pelajaran kimia di ponselnya.

"Gue denger ya!" tajam gadis itu sambil menatap Rian galak. Sementara Rian hanya terkekeh kecil.

"Gue gak matre, gue cuma realistis. Masa cowok nya lebih miskin dari ceweknya, ntar kalo jalan ceweknya gitu yang bayar?!" Ujar gadis bersurai cokelat terang bergelombang itu. Itu bukan karena dicat tapi memang warna alami dari rambutnya.

"Uang bulanan gue 10 juta, gue minta tambah juga pasti dikasih." balas Bara dengan tangan terlipat di depan dada dan wajah songongnya. Dia yakin sebentar lagi gadis itu akan langsung tunduk dan meminta menjadi pacarnya.

Gadis itu tertawa, membuat kelima cowok didepannya menatapnya heran. "Gaya banget muka Lo! Ngakak gue," ujar gadis itu sambil meredakan tawanya.

Gadis itu menegakkan kembali tubuhnya lalu melipat kedua tangannya didepan dada lalu mengeluarkan wajah songongnya.

"Uang bulanan gue dua puluh juta per bulan gue minta tambah jadi lima puluh juta juga pasti bakal dikasih," balas gadis itu membuat Bara kicep seketika.

Gadis itu tersenyum miring. Gadis itu maju selangkah lalu membenarkan letak dasi Bara yang sedikit miring. "Bara Ardian Pradana." gadis itu membaca badge nama seragam sekolah Bara.

"Namanya bagus," puji gadis itu.

"Tapi kelakuannya nggak." lanjut gadis itu.

Gadis itu menyingkirkan tangannya dari dasi Bara. "Jangan berani berani godain gue lagi atau uang bulanan Lo itu bakalan hilang dalam sekejap," pesan gadis itu lalu pergi.

"Woi cewek songong!"

Gadis itu berbalik. "Manggil gue?" tunjuknya kepada dirinya sendiri.

"Iya Lo,"

"Gue punya nama ya!"

"Lo pikir gue peduli?"

"Dih! Dasar Playboy kampung! Tapi aja ngegodain sekarang sok ga peduli," sindir gadis itu membuat Bara mendekatinya.

"Lo yang kampung!" Balas Bara tepat didepan wajah gadis itu.

"Kalo gue kampung Lo apa? Gembel?" tanya gadis itu membuat Atlas, Elang, Rian dan Arga tertawa.

"Bener tuh bulkes, emang gembel!" sahut Rian.

"Bulkes apaan?" tanya Elang membuat Rian terkikik pelan. "Bulkes, bule kesasar," jawab Rian membuat Atlas hanya geleng-geleng kepala.

AtlasAuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang