6. Toko Buku

23 9 15
                                    

"Bingung gue sama Bu Endang, gue ada salah apa sih sama dia? Suudzon mulu," Atlas duduk di kursi warung Bi Tiem dengan wajah tak santai. Dia baru saja selesai dihukum oleh Bu Endang mengerjakan dua puluh delapan soal matematika. Jangan tanya karena apa. Ini semua berawal dari ulangan mendadak matematika membuat Atlas dan teman temannya kelabakan. Tidak ada pilihan lain selain menyontek dengan Arga. Atlas sudah siap siap duduk di sebelah Arga agar Arga lebih mudah berbagi jawaban dengannya. Namun nasib buruk menimpa Atlas, dia ketahuan dan harus mengerjakan ulangan baru dari Bu Endang.

"Bukan Suudzon, tapi kenyataan" cetus Arga.

"Karma kali karena sering ngomongin Bu Endang dibelakang," sahut Elang.

"Kalian yang ngomongin kok gue yang kena karma?" balas Atlas tidak terima.

"Karma salah sasaran," celetuk Rian sambil terkekeh. Semuanya jadi ikut tertawa karena suara tawa Rian yang aneh.

"Gimana sama Ara? Kayanya dia udah mulai perhatian sama lo," tanya Bara sambil menyenggol bahu Atlas.

"Ara mana?" tanya Atlas, lalu menenguk es teh manisnya.

"Ara anak IPA 1. Yang sering Lo katain culun," balas Bara sedikit ditekankan karena Atlas sering kali tidak mengingat Ara padahal mereka berdua sering bertemu.

"Iya,kenapa?"

"Gimana?"

"Gak gimana mana"

"Lo gak suka sama dia?"

Atlas refleks tertawa. Tawa yang sangat kencang. Seakan itu adalah hak paling lucu sedunia. Tawa cowok itu mereda. Atlas kembali menyeruput es tehnya beberapa tegukan lalu kembali menoleh ke Bara.

"Lucu Lo!"

"Tapi Al, gue rasa dia suka sama Lo." ujar Bara. Membuat Atlas tertawa kembali.

Elang berpindah duduk disebelah Atlas. Cowok itu hanya mengatakan beberapa kata. Namun kata kata itu berhasil membuat Atlas terdiam cukup lama. Memikirkan perkataan Elang.

"Cewek itu gampang baper, gampang tersentuh. Kalo lo emang gaada rasa sama dia, jauhin!"

***

Entah ada angin apa Atlas mengajaknya bertemu hari ini. Sebenarnya Ara malas namun dia ingin tahu ada apa dengan Atlas akhir akhir ini. Sepertinya Ara sudah gila, sejak kapan Ara ingin tahu urusan orang lain yang jelas jelas tidak ada hubungan dengannya.

"Jadi, ada apa kamu ngajak aku ke rooftop?" tanya Ara.

"Mau ngomong," jawab Atlas singkat. Cowok itu menaruh kakinya di sofa selonjoran.

Ara hanya diam memperhatikan Atlas. Membuat cowok itu menatapnya. Dahinya sedikit berkerut. "Kenapa liatin gue?" tanya Atlas. "Mau duduk?" tawar Atlas.

Ara menggeleng singkat. "Gausah, makasih." tolak Ara.

"Tumben gak marah,"

"Aku marah karena kamu nyebelin,"

"Berarti sekarang udah nggak? Kan gak marah."

"Iya, udah enggak."

Atlas hanya diam sambil memandang pemandangan didepannya. Ara juga hanya diam sambil memandang wajah Atlas. Ara akui, Atlas memang sangat tampan tapi tenang saja. Ara tidak menyukainya.

"Emang cewek semudah apa sih baper?" tanya Atlas tanpa menoleh.

"Kenapa emangnya?" tanya Ara balik.

"Gapapa, tanya aja."

"Seharusnya kamu tahu kan kamu punya ibu dan adik perempuan," pungkas Ara.

AtlasAuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang