1

682 51 1
                                    

Bogor, 4 Februari 2020
Dream Caffe, Bogor | 08:17 WIB

Kepulan asap tipis menguap dari sebuah cangkir kopi yang tersaji di atas nampan—lengkap dengan makanan manis sebagai ganjalan perut di pagi yang cukup dingin ini. 

Seperti biasanya, caffe tempat kerja New selalu ramai. Dream Caffe merupakan salah satu cabang terbesar nomer dua setelah Love-Hate Caffe di Jakarta. Meski begitu, caffe ini merupakan salah satu tempat terkenal di daerah Bogor. Banyak orang yang datang untuk mengisi perut atau sekedar nongkrong bersama teman.

Pagi ini, New disibukkan dengan nampan pesanan yang harus ia antar ke beberapa meja yang berbeda. Senyum tak lepas dari wajahnya, New melayani pelanggannya dengan hangat.

"Meja nomer lima belas," seru sebuah suara dari microphone.

New berjalan cepat ke arah meja penyaji dan kembali mengantarkan nampan itu pada meja yang dituju. Masih dengan senyumnya, New membawa nampan berisi cokelat panas dan sepiring roti bakar itu dengan hati-hati.

"Permisi," sapa New hangat pada seorang wanita yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Pesanannya, satu cokelat panas dengan roti bakar berisi keju susu, ya? Apa ada tambahan?" Wanita itu menggeleng. New pun tersenyum hangat dan membungkukkan diri, pamit untuk kembali ke meja penyaji.

"New." New menoleh saat sebuah suara menginterupsi langkahnya. "Dipanggil mas di ruangan."

Dahi New sedikit berkerut, dalam hati bertanya-tanya alasan Mas Podd, bosnya, memanggil dirinya di jam kerja. Memilih untuk tidak berpikir lebih lanjut, New pun mengangguk dan bergegas ke arah ruang Mas Podd.

Setelah sampai di depan pintu, New  mengetuk dengan sabar hingga sebuah suara menyuruhnya untuk segera masuk. New pun patuh dan langsung masuk ke dalam ruangan.

"Ada apa, Mas? Saya buat kesalahan?" tanya New setelah sedikit membungkukkan dirinya tanda sopan.

"Engga kok, santai aja. Duduk dulu, New." New pun mengangguk. Ia berjalan ke arah kursi di depan meja Mas Podd dan mendaratkan bokongnya.

"Kamu udah kerja di sini berapa tahun ya New?"

New terlihat berpikir. "Sekitar empat tahun lebih kayanya Mas."

Mas Podd mengangguk. Tangannya membuka laci meja dan memberikan sebuah amplop kepada New. "Buat kamu."

Dahi New kembali berkerut. Ia menatap Mas Podd meminta penjelasan lebih atas amplop di tangannya. "Buka aja dulu," ucap Mas Podd seolah mengerti arti tatapan New.

New menurut, ia membuka amplop itu sambil berharap bahwa itu bukan surat pemecatan dirinya. Namun apa yang ada di dalam amplop membuat New semakin kebingungan. Amplop itu berisi sebuah kertas lowongan kerja di Love-Hate Caffe, salah satu cabang perusahaan Blue Sky,  yang ada di Jakarta

"Maksudnya apa ini, Mas?"

"Seperti yang kamu liat, itu pengumuman lowongan pekerjaan." New masih mengerutkan dahinya, belum mengerti dengan maksud dari diberikannya amplop itu padanya.

"Kamu pindah tugas ke sana, ya? Mereka lagi kekurangan orang. Beberapa minggu terakhir, mereka lagi rame pelanggan tiap harinya. Kayanya itu akibat dari caffe yang disewa buat lokasi syuting bulan lalu."

New terdiam. Ia bingung harus bereaksi bagaimana.

"Kenapa saya yang pindah tugas?"

"Karena kinerja kamu paling bagus di sini. Saya ga main-main buat pindahin orang ke sana. Kamu tau kan? Love-Hate Caffe itu cabang terbesar. Kamu harusnya bersyukur dapet kesempatan kaya gini."

Tentang Kita [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang