Jakarta, 28 Februari 2020
Love-Hate Caffe | 20:15 WIBEmpat puluh lima menit lagi shift kerja New akan selesai, itu artinya ia bisa pulang ke rumah dan bertemu adik-adiknya yang mungkin sudah tidur nanti. Malam ini Caffe tidak seperti biasanya, ramai namun tidak padat. Tidak kebanjiran pelanggan seperti hari-hari biasanya. Hingga kini, New pun bisa sedikit mengistirahatkan tubuhnya di samping meja kasir.
"Tumben kak New, lagi free?" tanya Prem, salah satu rekan kerjanya yang bertugas menjaga kasir. Prem adalah seorang mahasiswa tingkat akhir—budak skripsi. Menurut cerita rekan kerja New yang lain, Prem kerja paruh waktu di sini sejak awal dia masuk kuliah, upahnya ia gunakan untuk membayar biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari. Prem anak tunggal, kedua orangtuanya pun telah berpulang, oleh karena itu Prem perlu mencari pundi-pundi uang untuk kehidupannya sendiri.
"Iya nih, lagi ga padet kaya biasa." New menyenderkan tubuhnya di dinding samping kasir. "Lo sendiri? Free juga kan?"
Prem hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdua pun larut dalam obrolan ringan, seputar dunia kuliah Prem atau kehidupan New saat di Bogor dulu.
"Terus sampe sekarang lo belom lanjut kuliah lagi kak?" tanya Prem penasaran saat mendengarkan cerita New tentang kehidupannya.
New pun hanya mengangguk. "Mau si sebenernya kuliah, tapi kayanya gue udah tua banget, jadi gausah dulu deh," jawab New sambil terkekeh ringan.
"Pesanan meja nomer dua belas," ucap sebuah suara dari microphone. Mendengar itu, New pun pamit pada Prem untuk kembali menjalankan tugasnya.
New membawa nampan berisi pancake dengan selai blueberry beserta milkshake cokelat sebagai minumannya. New membawa nampan itu dengan pelan sambil matanya melirik meja nomer dua belas yang diduduki oleh seorang bocah laki-laki yang membelakangi dirinya.
New menghampiri meja itu dengan tersenyum hangat, ia meletakkan nampannya dan membungkuk sopan. Namun tubuhnya mendadak kaku saat mata bocah—ralat, lelaki bertubuh mungil itu bertabrakan dengan matanya.
"Gun?"
New mengerjapkan matanya beberapa kali, memastikan penglihatannya tidak keliru. Dapat ia lihat pergerakan Gun yang berusaha kabur dari dirinya, namun hal itu dapat ia cegah. New menahan tangan Gun untuk tetap duduk pada posisinya.
"Lepasin gue, New!"
New menggeleng. "Gun, jangan kabur-kaburan lagi. Ada yang harus kita selesain!"
Gun yang mendengar suara New yang sarat akan perintah pun mau tak mau menurut. Ia kembali pada posisi duduknya, menyeruput milkshake cokelat kesukaannya sambil memandang ke arah luar lewat jendela.
"Lo apa kabar?" tanya New basa-basi.
"Baik," jawab Gun singkat-masih belum mengalihkan pandangannya dari jendela.
"Kemana aja Gun?"
"Bukan urusan lo."
Sejenak New terdiam, hatinya seakan tercubit oleh perkataan Gun yang terdengar sinis. New mencoba berlapang dada dan kembali mencari topik obrolan.
"Lo ngapain malem-malem ke sini?" tanya New
Gun mendecak sebal mendengar pertanyaan New yang menurutnya terlalu membuang-buang waktu berharganya. "Bisa to the point aja ga sih?! Lagian bukan urusan lo gue disini mau ngapain, gausah ikut campur New."
Kali ini tubuh New ikut kaku, dirinya terlalu terkejut akan penuturan Gun yang sangat kasar kepadanya. Gun yang ia kenal tidak begini, Gun yang ia tahu hanya lelaki bertubuh kecil yang bawel dan bertingkah seperti anak sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Kita [1]
Fanfictionsingkit, offgun, taynew story ;- ••• "Brengsek lo."- Gun, 2013 "Gue ga penting, ya?"- Krist, 2013 "Ini semua gara-gara gue, maaf."- New, 2013 ••• Bercerita tentang enam remaja bersahabat yang harus terpisah karena beberapa hal yang terjadi di luar k...