6

262 36 4
                                    


Jakarta, 3 Maret 2013
SMA Raikan Jakarta | 16:11 WIB

Suasana sore di rooftop sekolah kali ini cukup tenang, langit di atas sana tidak cerah, tidak pula gelap. Sinar matahari masih bersinar, namun tidak menyengat seperti saat siang. Suasana yang cukup nyaman bagi enam remaja itu tenggelam dalam tumpukan kertas di tangan masing-masing. Meski begitu, semilir angin yang terasa sejuk tampaknya tidak berhasil untuk memadamkan setres di kepala mereka.

"Aduh, gue gakuat." Gun mengacak rambutnya sendiri, merasa kesal karena soal di hadapannya tak kunjung mendapatkan jawaban. "Singto, lo udah nomer berapa dah?"

Singto mengangkat tangan kirinya membentuk angka tiga, sedangkan tangan yang lain sibuk menari lincah di atas kertas sambil sesekali menekan angka-angka di kalkulatornya.

"Emangnya lo nomer berapa Gun?" tanya Krist seraya mendekat ke arah Gun.

"Nomer satu aja daritadi belom selesai," sungut Gun seraya meletakkan kertasnya di atas meja dengan kasar. Gun mendaratkan kepalanya pada senderan sofa lalu memejamkan mata.

Rooftop sekolah mereka memang menjadi markas pribadi untuk enam anak tersebut. Sebenarnya, rooftop di sini hanya sebuah lahan kosong yang dibatasi pagar di pinggirannya. Namun, atas dasar kekuasaan uang, orang tua Off membayar sekolah agar diperbolehkan menaruh dua buah sofa panjang serta sebuah meja besar di atas sana. Dan begini hasilnya, mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk belajar atau sekedar berkumpul sebelum kembali ke rumah masing-masing.

"Semangat Gun, sebulan lagi kita udah ujian loh," ucap New sambil menepuk bahu Gun pelan.

"Jangan diingetin, gue bisa stres bentar lagi," sahut Gun masih dengan mata terpejam.

"Ga berasa ya, dikit lagi udah ujian. Abis itu kita wisuda, terus kuliah, te-"

"Selesain dulu tuh tugas lo, udah mikir kemana-mana aja," potong Off pada ucapan Tay yang membuat mereka berdua kembali beradu kata-hal yang biasa empat anak lainnya saksikan jika mereka sedang bersama.

"Tapi, Tay bener sih. Waktu berjalan tuh cepet banget, ga kerasa udah enam tahun gue kenal kalian semua," ucap Singto seraya menatap sahabatnya satu persatu. Ia baru saja selesai dengan rentetan soal di hadapannya.

"Ah elah, kok jadi mellow sih. Gabisa fokus nih gue!" sungut Krist sebal. Ia ikut meletakkan kertasnya di samping milik Gun dan turut merebahkan kepalanya di senderan sofa.

"Kita udah bareng-bareng kaya gini dari SMP ga sih?" tanya Gun entah pada siapa.

"Iya kayanya, lupa gue." Off meraih bungkusan keripik yang ada di tengah meja lalu memakannya bersama Tay. Suasana hening hadir sejenak, seolah menemani masing-masing dari mereka yang sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Gue takut deh," ucap Krist tiba-tiba. Kelima anak lelaki itu sontak menoleh dan menatap Krist heran, menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Gue takut gabisa bareng-bareng lagi sama kalian."

••••

Jakarta, 22 Februari 2020
Rumah New | 22:03 WIB

"Mau kemana, Kak?"

New yang sedang sibuk dengan ponselnya pun menoleh, disana berdiri Purim yang membawa dua gelas kosong dengan satu botol soda di tangannya.

"Heh, udah malem ya ini! Kok minum soda?" tanya New galak saat Purim sudah duduk di sampingnya. Yang ditanya justru hanya memamerkan cengirannya dan menuangkan soda itu pada kedua gelas yang kosong. "Sekali-kali, Kak. Lagi pengen."

Tentang Kita [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang