4

282 37 1
                                    

Jakarta, 15 Februari 2020
Urgrave Club | 00:01 WIB

"Gun, kostum lo nih." Gun yang merasa namanya dipanggil pun menolehkan kepala. Ia menemukan Chimon, partner kerjanya, melemparkan sebuah kantung plastik hitam yang cukup berat. "Lima belas menit lagi naik panggung. Siap-siap gih."

Chimon yang memang sudah lengkap dengan kostumnya, beralih ke meja rias. Ia menata sedikit wajahnya, menambahkan beberapa warna pada kelopak mata dan bibirnya yang lembut. Tak lupa dengan rambut palsu dan bantal tambalan untuk dadanya.

Gun pun menyusul Chimon dengan cepat. Ia sudah lengkap dengan kostum minim hitamnya yang melekat di tubuh. Gun turut menambahkan bedak tipis dan sedikit pelembab pada bibirnya. Oh! Jangan lupakan rambut palsu serta bantal tambalan untuk dadanya.

"Guyss!! Let's go, sekarang giliran kalian," ucap Mba Jennie, orang yang merekrut mereka untuk bekerja sebagai penari malam. Gun pun mengangguk dan segera bangkit dari duduknya, tak lupa ia meraih topeng mata—bersiap untuk beraksi di atas panggung bersama beberapa partnernya yang lain.

Tak lama, mereka berdua naik ke atas panggung bersama dua wanita lainnya. Gun memulai aksinya dengan santai —menggoyangkan pinggul mengikuti irama awal musik. Beberapa kali ia memberi kedipan genit pada mata lapar para lelaki di bawah sana.

DJ mengganti lagunya, dentuman beat yang dihasilkan pun semakin menggema. Gun menggerakkan tubuhnya lebih bersemangat. Ia menghampiri salah satu tiang yang terpasang di sisi panggung dan menekuk sebelah kakinya. Sekali lagi, ia lemparkan kedipan genit ke arah para lelaki yang menatapnya lapar.

Gun mulai nakal di atas sana, ia menggigit kecil bibirnya yang tipis lalu bergerak menurunkan tubuh secara perlahan. Mata Gun pun terpejam dengan kepala yang mendongah. Tangannya tidak tinggal diam— bergerak mengelus tiang dingin itu dari atas ke bawah dengan gerakan menggoda. Aksi Gun kali ini menimbulkan sorakan heboh dari para pengunjung yang menyaksikan penampilannya.

Gun memang salah satu penari malam yang cukup disukai banyak orang, ia dikenal dengan nama the angel, para penggemarnya yang membuat sebutan itu untuk Gun tanpa tahu bahwa Gun sebenarnya adalah seorang pria. Memang tidak banyak orang yang mengetahui identitas asli Gun, hanya beberapa rekannya yang tau bahwa Gun adalah seorang pria.

Gerakan Gun selalu halus dan menggoda secara bersamaan. Riasan wajah yang tidak terlalu berlebihan dan tatapan mata yang tampak polos namun mengundang, menjadi alasan para lelaki menyebutnya dengan the angel.

Satu hal yang unik dari Gun sebagai the angel, ia tidak pernah melepas topeng matanya di depan para penggemar, sehingga identitas dan wajah asli Gun sebagai the angel masih menjadi misteri untuk para penggemarnya. Gun juga tidak pernah menerima ajakan seksual dari siapa pun. Ia selalu menolak setiap pemberian penggemar dengan alasan tidak membutuhkan barang-barang yang mereka berikan. Gun sebagai the angel terlalu tidak tersentuh, membuat banyak orang penasaran atas sosok the angel yang sebenarnya.

Alunan musik DJ perlahan berganti tempo menjadi ringan, lampu panggung pun kian meredup, memberi tanda bahwa waktunya Gun dan rekannya yang lain untuk turun dari atas panggung.

"Akhirnya selesai," ucap salah satu wanita yang tadi naik ke panggung bersama Gun. Wanita itu bernama Jane, tipikal mahasiswi konglomerat di salah satu kampus terkenal di Jakarta. Namun hidup Jane tidak sebahagia itu, ia memang hidup di lingkungan yang sangat berkecukupan, namun Jane selalu merasa tertekan. Jane selalu merasa dirinya seakan di kurung dari dunia luar. Hal itu membuat Jane mencoba untuk terjun ke dalam dunia malam.

"Banyak banget yang nonton," sahut wanita lainnya, aye. Aye juga seorang mahasiswi dengan kemampuan ekonomi yang sejahtera—meski tidak semakmur Jane.  satu kampus dengan Jane, namun berbeda lingkar pertemanan. Bisa dibilang, Aye memang sudah nakal dari sananya.

Tentang Kita [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang