11

148 20 0
                                    

Jakarta, 1 Maret 2020
Love-Hate Caffe | 12:57 WIB

Siang ini cukup terik, matahari tampak bersemangat bersinar di tengah langit biru yang tidak berawan. Di cuaca yang cukup panas ini, Gun tengah menikmati sebuah minuman berwarna biru terang yang dipadukan dengan susu putih, di dalamnya-Mermaid Blue, begitu nama minuman yang tertulis di buku daftar saji yang tadi Gun baca.

"Gun? Udah nunggu lama ya?" Seorang pria bertubuh tinggi datang dengan wajah yang cukup kelelahan. Gun memandangnya heran, penampilan New cukup berantakan, tidak serapih saat mereka bertemu kemarin. "Maaf ya? Padet banget Jakarta, naik angkot aja harus rebutan."

"Kenapa ga naik grab?"

"Sayang ongkos."

New masih sama seperti dulu, masih seseorang dengan sifat hemat yang melekat di setiap sel tubuhnya. Gun pun hanya mengangguk singkat sebagai respon. "Pesen dulu sana."

New menuruti ucapan Gun, ia berlalu ke arah meja pemesanan dan membayarnya di kasir. Dapat Gun lihat, beberapa kali New bercakap-cakap dengan penjaga kasir di sana yang mungkin rekan kerja New. Setelah selesai, New kembali dengan membawa pesanannya sendiri.

"Kok lo yang bawa?" ucap Gun saat New baru saja mendaratkan bokongnya di kursi.

New menoleh sebentar lalu menyeruput milkshake cokelatnya. "Gapapa, gue bisa sendiri kok."

Hening menyelimuti mereka. Pikiran Gun kembali berkecamuk, memikirkan kata-kata yang harus ia ucapkan untuk memulai percakapan. Begitu juga dengan New, ia clueless tentang apa tujuan Gun menemuinya hari ini setelah menghindar darinya kemarin.

Gun meremas ujung hoodie yang ia pakai sambil menggigit bibir dalamnya gelisah. Dalam hat Gun merasa malu. Pasalnya, pertemuan hari ini adalah rencana Gun, namun kini Gun sendiri kehilangan kata-kata untuk ia ucapkan.

"Argh! Fuck basa-basi, gue mau to the point aja sama lo," ucap Gun tiba-tiba membuat New sedikit terkejut. "Gue minta maaf."

New mengangkat sebelah alisnya dan menahan senyum yang sudah siap terbit di wajahnya.

"Karena?"

Gun mendengus sebal. Berteman dengan New selama kurang lebih lima tahun, membuat dirinya mengerti gerak-gerik New. New bukan orang bodoh, bahkan justru termasuk murid yang pintar dulu. Ia tau bahwa New mengerti ucapannya barusan, sahabatnya ini hanya berpura-pura bodoh untuk menggodanya.

"Ck New!! Gue serius. Gue minta maaf sama lo karena udah ninggalin lo gitu aja, seenaknya pergi dan ga ngabarin lo apa-apa," ucap Gun sambil menatap New yang juga sedang menatap dirinya.

New terkekeh sebentar lalu mengacak rambut Gun pelan.

"Sejujurnya Gun, gue ga marah karena lo ninggalin gue gitu aja." New tersenyum pedih, kembali mengingat rasa-rasa penyesalan di masa lalu. "Gue marah sama diri gue sendiri karena ngebiarin lo pergi saat kondisi lo lagi ga baik-baik aja. Gue marah karena gue gabisa bantu lo apa-apa. Gue marah karena saat itu masalah pribadi gue bikin gue jadi ga bisa duduk di samping lo, sampe akhirnya lo milih pergi."

Gun memandang New yang matanya mulai berkaca-kaca. Gun mengelus lembut tangan New beberapa kali sebelum ia membalas perkataannya.

"New, maafin gue ya? Gue emang bego karena udah pergi dari kalian. Gue cuma gabisa ada di lingkaran yang sama bareng si brengsek itu. Dan lagi, saat itu lo lagi punya masalah sendiri New. Gue gamau jadi beban lo makanya gue pergi. At least lo bisa menyelesaikan masalah lo sendiri tanpa harus ngurusin masalah gue," jujur Gun.

Gun menatap New dengan tatapan bersalah. Dapat Gun rasakan seberapa sedih sahabatnya itu. New bukan Gun yang pandai menyembunyikan perasaannya. New memang bijak, namun tidak pandai mengenakan topeng hidup seperti Gun.

Tentang Kita [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang