3

288 40 1
                                    

Jakarta, 12 Februari 2020 
Love-Hate Caffe | 12:13 WIB

"Pak Off, saya boleh pesen ini?"

"Gila! Ini makanan apa anjir, gue gangerti."

"Pak, saya boleh bungkus ga nanti?"

"Pak, disini gaada pecel lele ya? Atau ketoprak gitu."

"Rakus amat lo semua, makanan yang tadi aja belom dateng."

Begitulah kira-kira ricuhnya room dua di Love-Hate Caffe. Para karyawan Off memilih untuk makan siang di sini, caffe nomer satu yang ada di Jakarta.

Kapan lagi makan di caffe mahal.

Off pun tidak masalah dengan hal tersebut. Ini traktiran darinya, dimana pun tempat yang karyawannya mau, Off pasti menyetujuinya.

"Pak, saya boleh ngerokok?"

Off menaikkan sebelah alisnya, tampak berpikir sebentar. Untuk pelanggan VIP seperti dirinya, merokok bukan larangan di sini. Tapi melihat beberapa karyawan perempuannya yang tidak bisa berdekatan dengan asap rokok, Off pun menggeleng.

"Boleh, tapi jangan di dalem sini. Ada beberapa yang ga terbiasa sama asep rokok. Ada smoking room kok di lantai atas, nanti pake kartu saya kalo mau ke sana."

Karyawan itu mengangguk. Ia kembali memasukkan rokoknya ke dalam kantong dan melanjutkan obrolannya bersama rekan yang lain.

"Abis berapa, bos?" tanya Mike pada Off tiba-tiba. Off yang sedang fokus pada ponselnya pun hanya menoleh dan mengangkat bahunya cuek.

Tak lama, terdengar suara bel dari arah pintu room dua. Salah satu karyawan menekan sebuah tombol sehingga pintu itu terbuka otomatis. Dua orang pelayan masuk, membawa pesanan mereka.

Kedua pelayan itu meletakkan pesanan di atas meja dengan hati-hati. Salah satu diantaranya kembali menyebutkan ulang makanan yang mereka pesan. Saat itu, Off masih sibuk dengan ponselnya.

Saat pelayan itu pamit undur diri, Off baru menegakkan pandangannya. "Saya mau pesen sa—"

Ucapannya terputus. Pandangannya bertabrakan dengan salah satu diantara kedua pelayan tersebut. Mata Off meneliti dari ujung rambut hingga kaki, apakah benar orang di sebrang sana adalah New, sahabatnya?

Tubuh keduanya sama-sama membeku, bingung harus bereaksi seperti apa. Para karyawan tidak mengambil pusing tentang ucapan bosnya yang belum selesai tadi.  Mereka langsung menyerbu makanan yang sudah tersaji di meja.

"New? Sedang apa? Ayo kembali ke bawah," ucap rekan kerja New.

"Tunggu." Off bangkit dari duduknya. Hal itu menarik perhatian beberapa karyawannya yang sedang asik menikmati hidangan. "Bolehkah saya berbicara dengan rekan kerja anda? Sepuluh menit, tidak lebih dari itu."

Pelayan itu terlihat bingung sebentar namun tak lama ia mengangguk. Ia pamit mengundurkan diri untuk kembali lanjut pada pekerjaannya di bawah.

Sementara itu, New masih terdiam tak tau harus bereaksi seperti apa. Off menarik tangan New keluar dari ruangan tersebut menuju rooftop yang ada di lantai paling atas.

Sesampainya di sana, angin menerpa wajah mereka dengan lembut. Hari ini cuaca cukup cerah, tidak panas dan tidak mendung. Mereka bertatapan dalam hening untuk beberapa saat, sebelum akhirnya Off membuka suara.

"New?"

New mengangkat kepalanya, memandang lurus pada mata Off yang entah kenapa berubah menjadi sendu.

"I–iya?"

Mendengar cicitan suara pria di hadapannya, batin Off menjerit senang. Dapat ia pastikan bahwa sosok di depannya ini memang New, sahabat lamanya. Off buru-buru menghamburkan tubuhnya ke pelukan New. Off memeluk New sangat erat, seolah tak ingin New hilang dari jangkauannya.

Tentang Kita [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang