library

1.6K 192 61
                                    

Pagi ini Taehyung dikejutkan oleh sesuatu. Saat setelah ia mandi, ia menemukan sepiring sandwich, segelas susu dan sebuah buku di nakas mejanya.

Setiap pagi memang dirinya sering menemukan makanan serta susu di nakas sana, dengan kertas yang berisi ucapan selamat pagi. Sampai sekarang pun dia belum tahu siapa yang selama ini memberikan sarapan untuknya.

Taehyung meraih buku itu, membuka setiap lembaran kertasnya. Betapa terkejutnya Taehyung saat melihat isi tulisan di setiap lembar kertas itu, dimana di sana berisi catatan tugas seperti miliknya yang sudah di rusak oleh Hoseok kemarin malam.

Atensinya teralih pada kertas kecil yang berada di dekat makanan, ia meraih kertas itu lalu membacanya.

Hari ini kau harus mengumpulkan tugas itu, kan? Aku hanya bisa membantumu mengerjakan tugas itu saja. Jangan lupa untuk sarapan.

Taehyung hanya bisa tersenyum serta mengucapkan terimakasih kepada siapapun yang telah melakukan semua ini untuknya. Walaupun dia sangat penasaran dengan orang ini, apalagi dia tidak bisa mengenali tulisan orang itu.

Pun, dia juga bisa menjadikan ini sebagai alasan untuk tetap bertahan dan tidak menyerah. Karena hal ini membuktikan jika diantara mereka masih ada yang peduli dengan dirinya.

Mungkin saat ini dia belum bisa mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, tapi dia yakin, suatu saat nanti pasti dia akan mendapatkan kasih sayang itu. Hanya butuh kerja keras lebih serta kesabaran untuk mendapatkannya.

Taehyung kini berada di ruang kelasnya, tentu di sana belum ada orang selain dirinya sendiri. Taehyung memang selalu datang pagi, dia murid teladan, hal itu tentu membuat haksaengdeul dan Songsaengnimdeul menyukainya, apalagi sikap Taehyung sangat ramah.

Taehyung menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu kelas yang terbuka. "Hyung, kau sekolah?" Taehyung memulai pembicaraan lebih dulu.

Jimin mendongak, menatap datar Taehyung. "Kenapa? Kau menginginkanku absen setiap hari, agar kau bisa mengalahkan nilaiku, begitu?" sarkas Jimin menatap sinis adiknya.

Taehyung lantas menggeleng. "Aniyo, bukan seperti itu. Bukankah Jimin hyung masih belum sembuh?"

Jimin menaikan alis kirinya. "Kau menyumpahi ku agar aku terus sakit?"

Taehyung kembali menggeleng. "Bu--"

"Cukup. Tidak usah banyak bicara. Setiap kata yang keluar dari mulutmu itu sampah." tekan Jimin setelah itu pergi menuju tempat duduknya.

Sedangkan Taehyung tetap memaksakan untuk tersenyum, tidak ingin terlihat lemah di depan siapapun. Padahal, hatinya kini tengah merasakan denyutan nyeri akibat perkataan tajam dari Jimin.

Padahal dirinya perduli pada kesehatan Jimin, tapi Jimin justru salah paham.

Satu persatu siswa-siswi memasuki kelasnya. Jimin mengajak Jihoon berbicara. "Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku jika seragam sekolah yang kau pinjamkan kemarin itu milik Taehyung?" tanya Jimin sedikit kesal.

"Maaf, Taehyung yang memintanya jadi aku tidak mengatakan siapa pemilik seragam itu." jawab si ketua kelas.

"Tck, bodoh." maki Jimin kepada lawan bicaranya.

Jihoon menghela napas. "Memangnya kenapa sih jika itu dari Taehyung? Kau tahu, Taehyung sampai rela tidak mendapatkan nilai demi meminjamkan kaos olahraga itu padamu. Seharusnya kau berterimakasih padamu,"

Jimin memutar bola matanya dengan malas. Ia lalu membuka tas miliknya, meraih sesuatu di dalam sana.

Taehyung terkesiap ketika sebuah pakaian di lempar ke arahnya oleh Jimin. "Jangan pernah meminjamkan sesuatu kepadaku lagi, Taehyung." tekan Jimin menatap tajam Taehyung.

"Aku hanya ingin membantumu,"

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu, sialan." geram Jimin tanpa menghilangkan tatapan tajamnya.

"Kau tahu, tingkahmu itu membuatku semakin membencimu." desis Jimin kemudian melenggang pergi. Taehyung menunduk, memejamkan matanya menahan diri agar tidak menangis.

.

Taehyung dikeluarkan dari kelas karena tidak mengumpulkan tugas yang diberikan oleh Park Ssaem. Sebenarnya dia bisa saja mengumpulkan tugas itu karena ia sudah mengerjakannya. Namun, ia justru memberikan buku tugas itu kepada Jimin karena Jimin tidak mengerjakan tugas itu. Padahal, Jimin tidak akan dikeluarkan meskipun tidak mengerjakan, mengingat dia sedang sakit kemarin.

Sembari menunggu bel istirahat, Taehyung memilih datang ke perpustakaan, menyalin beberapa catatan yang sempat ia pinjam dari teman kelasnya.

Taehyung menelan salivanya ketika melihat siapa yang berada di depannya. Yoongi, laki-laki itu tengah fokus membaca buku.

Kini atensinya teralih pada Taehyung, menatap tajam anak itu. "A-aku akan mencari tempat lain," ucap Taehyung sedikit gugup. Taehyung meraih catatan yang sempat ia letakkan di meja sana, hendak pergi.

"Tunggu," Taehyung menahan dirinya ketika suara Yoongi yang begitu dingin menginstruksinya. "Y-ya, Hyung?" tanya Taehyung.

"Selama kau tidak berisik dan tidak mengganggu, kau boleh duduk di sini." ucap Yoongi yang berarti mengizinkan Taehyung untuk duduk di meja yang sama dengannya.

Taehyung menyunggingkan senyumnya, merasa senangn dengan ucapan Kakaknya yang mengizinkan dirinya untuk duduk bersama. "T-terimakasih," Taehyung segera duduk.

Keadaan begitu tenang dan hening, tidak ada suara apapun kecuali jarum jam yang menempel di dinding sana. Taehyung benar-benar tidak mengeluarkan kata apapun, ia fokus pada catatannya.

Begitupun dengan Yoongi yang fokus pada buku bacaannya, sesekali dia melirik adiknya yang fokus mencatat di buku. Diam-diam Yoongi mengukir senyum tipis, menatap Taehyung.


To be continued.

Ada ide buat chapter selanjutnya? Beri aku saran untuk chapter selanjutnya agar story Ini tidak pendek, hehe. Targetku 20 chapter. Tapi kalian bisa menambahkan chapter tersebut kalau kalian punya ide untuk chapter besok seperti apa..

Am I Wrong?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang