[13] Amane atau Tsukasa

1.2K 223 256
                                    

"Mirai, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu."

Kata terucap akhirnya pada geraman bariton yang indah. Amane menunduk. Menyembunyikan wajahnya dalam bayang-bayang yang menjingga. Gengsi telah ia tampik dan ragu telah ia tepis.

Menyisakan satu rasa, rasa ini dalam hatinya.

Harus.

Harus ia utarakan sebelum terlambat.

Disisi lain, Mirai, sang gadis berusaha menahan rasa gembiranya. Suara rendah yang lembut memanah hatinya. Mendegupkan jantungnya secara tak normal. Pipinya bersemu merah, sayang, sorot jingga menyamarkan jejaknya.

Setiap detik terasa mencabik-cabik tubuhnya. Mirai menanti. Menanti kata yang akan pemuda itu ucapkan padanya. Apakah sebuah kata indah? Ataukah?

"Ekhm,"

Dehem kecil dari Amane mengacaukan angannya, menariknya kembali pada realita.

"Ya? Utarakan saja, Amane." Gadis itu memelankan volumenya. Memaniskan nada dan melembutkan katanya.

Manik kuningnya terdangak, menyorot balik sang raksasa siang yang semakin tenggelam. Membiarkan keheningan mengisi, menyelimuti mereka perlahan-lahan. Suara siswa yang berlarian di lapangan menjadi latar belakang. Dibiarkan meringsek masuk, merobek atmosfer sunyi yang ada.

Setelah sekian lama Amane masih terdiam memandang langit kota yang serempak menjingga di hadapannya. Pemuda itu kemudian melirik gadis yang sedari tadi hanya berdiri diam menghadapnya.

Menyematkan helaian rambut yang acak ke belakang telinga, gadis itu salah tingkah lagi. Mirai beranikan diri untuk memandang maniknya, seakan menyelami indahnya pantulan langit jingga keunguan di bola matanya yang berkaca-kaca.

Bibir mengurva indah menghilangkan manik kungingnya, pipi merona kentara jelas pada kulit halusnya, deretan gigi rapi ia pamerkan, tertawa hingga akhirnya ia berkata,

"Berhenti ganggu hidupku, pelacur."

🌹🌹

Suara berisik jalanan kota tak digubrisnya. Dipikirannya kini ada hal yang jauh lebih berisik, menggema dalam otaknya.

"Amane ke atap bersama Mirai! Wah!!"

Ia memejamkan lensanya, menggeleng, menepis jauh-jauh prasangka buruk yang muncul dalam hatinya.

Lagi pula, untuk apa dia sibuk memikirkan hal ini? Lantas, kalau memang ke atap kenapa? Apa karena atap adalah tempat romantis untuk mengutarakan perasaan? Lalu ke atap sama dengan ditembak begitu?

Dipikir-pikir tak berguna juga ia melogika.

Membuang-buang energinya saja.

Entah mengapa kaki membawa pergi tubuhnya ke sebuah tempat. Tempat yang menyimpan kenangan. Tak seharusnya ia kemari disaat-saat seperti ini.

Manik tak sengaja memandang dan otak pun mulai berkelana. Menyelam jauh dalam memori indahnya, dimana ia, dan Amane terduduk berdua menikmati sekotak donat di bawah langit menjingga. Menanti malam. Menikmati lalu lalang manusia kota sibuk, seperti kotanya.

Ia tersadar lagi akan realita.

Amane tak disini.

Tak bersamanya.

Dan bukankah Amane sedang di atap saat (y/n) memutuskan untuk pulang, pergi meninggalkan sekolah. Memutuskan untuk tidak peduli walau ingin tahu setengah mati. Memutuskan pergi sebelum hatinya semakin sakit dan amarahnya semakin membara-bara.

Setidaknya ia harus menyiapkan hatinya untuk kabar perihal hubungan Amane dan Mirai esok hari.

Tapi.

Ia tak salah lihat.

Itu,

Amane?

Di dalam kafe.

Duduk berdua bersama gadis? Siapa dia?

Tunggu.

Itu,

Amane atau Tsukasa?

(Y/n) bergegas mendekat, menahan perih hatinya kala memandang bangunan kafe itu dari dekat. Mengintip dari kaca transparan. Ia melihat semuanya.

Tsukasa?

Dihadapannya kini tersaji sebuah pertunjukan, dimana Tsukasa sedang tertawa riang, menyeruput secangkir teh yang dipesannya, bersama seorang gadis?

Huh?

Tak lama seorang pelayan berpakaian serba putih datang membawa nampan. Di atas nampan terdapat sekotak donat dan semangkuk es krim vanilla, varian kesukaan (y/n).

(Y/n) membaur dengan lalu lalang manusia di depan kafe. Masih berusaha berpikir positif, meski realita kini memaksanya untuk berpikir sebaliknya. Pasti perempuan itu hanya temannya bukan? Iya kan?

Tsukasa menyuapinya kemudian.

Dengan tangannya sendiri.

Menyendoki lantas mendaratkannya pada mulut sang gadis. Mesra. Tak berhenti sampai sana. Sisa es krim yang melekat pada bibir ranum gadis itu di ciumnya.

Langsung dari bibir ke bibir.

(Y/n) membeku di tempat.

Seseorang tolong sadarkan dia untuk kembali bernapas.

Kegiatan itu masih berlanjut. Berulang kali Tsukasa menciumnya. Bibir, kening, pipi sampai tangan tak luput dicicipinya.
(Y/n) tak mampu lagi membendung air matanya. Kali ini di tengah udara musim semi yang menghangat, senja dengan berteman sepi dan sorot jingga mentari.

Ia membisikkan nama itu lagi dengan lebih keras, keluar dari sekedar suara dalam hati. Berselimut amarah yang menggebu-gebu, ia tahan dalam hati, terluapkan dengan air hangat yang mengalir indah di pipinya.

"Tsukasa... "

(Y/n) mengelap pipinya segera, berdiri, mengghentak tanah yang dipijakinya lantas berlari masuk. Bringas ia membanting pintu kafe hingga tersentak seluruh pengunjungnya.

Dengan mata memerah sembab (y/n) memberanikan diri melabrak, menatap penuh kebencian wajah mereka berdua yang hina.

(Y/n) mengusap pipinya lagi. Ternyata ada sedikit air mata yang jatuh dari hulu mata.

Tsukasa yang mendapati (y/n) mendekat dan ia yakin pasti (y/n) melihat kegiatan tadi pun segera berdiri. Niat untuk menenangkan di tampik jauh-jauh oleh sang gadis. Ia terlanjur benci. Ia terlanjur sakit hati.

"TSUKASA! KAMU SUDAH GAGAL SEBAGAI PENIPU HATI!!"

Gadis itu menggebrak meja kemudian. Gaduh. Membuat seluruh pasang mata tertuju pada meja mereka. Gadis dihadapan Tsukasa tadi nampak kebingungan. Melirik kesana kemari namun tak ada yang bisa memberikan jawaban "Mengapa dengan gadis ini?"

"Tunggu! Ini gak seperti yang kamu liat--"

Nampan di tangan pelayan melayang tepat di wajahnya. Itu ulah (y/n), emosi telah mengambil alih tindakan dan pikirannya.

Suara teriakan bersahutan dari mulut pengunjung. Hantaman yang keras membuat Tsukasa jatuh telungkup di lantai, berdarah ujung bibir dan hidungnya. Mendongak.

"Tunggu aku bisa jelasin."

Manik (e/c) di tarik, beralih menatap benci gadis hina di sebelahnya.

"Bajingan kau."

Bersamaan dengan itu,

(y/n) pergi,

Meninggalkan kenangan indah nan kelam,

Pada satu tempat yang sama,

Kafe favoritnya.

______________________________________

Awalnya aku pingin publish kalau udah 6K viewers sih tapi gapapa lah tanganku gatel.
Semoga kalian suka bye-bye~
Sincerely🌸

*pst aku baperan nulis ini sambil nangis cih👉🏻👈🏻

Cherish ✿ Yugi AmaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang