Kereta komersil sedang melaju mulus pada untaian baja, menderu, beradu nyaring dengan sirine palang penjaga pintu. Deru kereta melenguh, mengusir orang-orang yang suka bermain sembarangan di atas rel.
Rangkaian gerbong kereta kini melesat keluar dari terowongan. Mengkilat sisinya tersiram sorot mentari senja.
Penumpang duduk rapi. Anak-anak, remaja, ibu mengandung sampai orang tua terdiam di tempatnya, terbuai, takzim menatap elok sorot jingga yang meringsek masuk dari jendela.
(Y/n) tidak berada di sana, tidak seatap gerbong dengan mereka. (Y/n) tidak setenang mereka yang menatap sorot mentari dengan takzimnya.
(Y/n) tengah ketakutan.
Berdiri membeku di tempatnya.
Pria itu tersenyum, membiarkan ketegangan semakin mengikis hening. Kemudian dengan gerakan anggun menutup kembali kotak korek di tangannya. Masih tersenyum. Seakan menikmati wajah-wajah ketakutan di sekelilingnya.
Mereka harus segera menghentikannya.
Hah? Menghentikannya? Dengan bensin yang membasahi lantai gerbong, korek api di tangan serta posisinya yang berdiri pas membelakangi pintu keluar.
Ingin menghentikannya? Lantas ku tanya bagaimana?
(Y/n) menatap gelisah keadaan gerbong. Anak-anak memeluk ibunya, lelaki tua dengan tongkat di tangannya, ibu hamil, gadis seumurannya, dan...
Oh tuhan. Lelaki yang pantas menghentikannya saja sudah terduduk lemas di lantai.
Rangkaian gerbong kereta melesat masuk ke dalam terowongan. Gelap. Remang sorot lampu semakin menyesakkan.
"Terowongan kedua dari lima," pria itu beralih menarik sebatang rokok dari balik jasnya, masih tersenyum, "Kesempatan kalian bertahan hidup sisa tiga. Larilah, jika kau ingin mati juga."
(Y/n) gemetar, menelan liur yang seakan kering terkuras lewat keringat. Mendadak mengkerut. Suara pria itu terdengar mengendalikan, lebih mencengkeram dari sebelumnya. Suara itu bagai menguasai seluruh tubuhnya. Menyetrum pori-pori kulitnya.
Pria berjas itu mengusap ujung hidungnya. Tersenyum ganjil dan kembali berkata,
"Pilihlah. Ingin mati terbakar atau mati terlindas kereta selanjutnya."
🌹🌹
Ia masih berlari.
Berlari gontai dengan lebam yang berdenyut begitu menyakitkan.
Ia terus berlari.
Berlari mengejar bayang gadis yang baru saja memutuskannya. Ia merasa aneh pada dirinya sendiri. Benar. Sungguh ini hal yang memalukan dan tidak ada jantan-jantannya sama sekali.
Semuanya sudah terjadi, berlalu gadis itu dengan linangan di matanya, berlalu gadis itu dengan sakit hatinya, lantas mengapa hati kecilnya mulai merasa bersalah? Seakan sesuatu meniupkan kata "Kejarlah" dan kakinya mulai bergerak. Otaknya mulai memerintah.
"Dapatkan kembali hati gadis itu"
Meski ia tau. Meski ia sadar.
Rasa benci telah bersemayam mengganti posisi cinta pada hatinya.
Rasa benci untuknya. Untuk Tsukasa.
Sampai di persimpangan ia berhenti, mencari arah jalan yang mungkin saja dilalui (y/n). Bayangan sosoknya terlihat berjalan sendu ke segala arah. Menyebalkan. Lantas mau dibawa kemana kaki itu dengan imajinasinya.
Tsukasa mulai berlari lagi, melawan angin beraroma semi yang menerpa wajahnya. Kali ini dengan hati. Ia memilih kemana ia langkahkan kakinya dengan perasaan.
Dengan hati yang menginginkan ia kembali.
Kakinya terus menyusuri trotoar, tak tergoda sedikitpun dengan aroma sedap dari kios-kios penjajah makanan. Tak berselera meskipun nampak sangat menggiurkan di matanya. Peluh mulai bercucuran, napasnya tersengal, namun ia paksakan untuk berlari lebih jauh lagi.
"Dapatkan kembali hati gadis itu"
Di ujung gang sempit nan lembab tengah kota, di bawah remang sorot lampu yang mengganti sosok mentari,
Amane, terlihat sedang berdiri menunduk ke arah tanah kotor, aroma tak sedap dari tempat sampah rumah penduduk tak diubrisnya. Tetap berdiri, seakan yakin orang yang ditunggunya akan datang.
Menghampirinya.
Tsukasa tersentak.
Kala menyadari manik menangkap hal yang begitu menyeramkan.
Darah segar terciprat di bajunya, di sepatunya sampai ke sela-sela jari mungilnya. Dengan keadaan yang begitu kacau balau, Amane malah tersenyum kepadanya.
Tsukasa terkesiap, menelan ludah kasar pada tenggorokan keringnya.
"A-Aman-Amane?" ujarnya memastikan.
Sorot kuning dari maniknya menyipit, pertanda ia tersenyum begitu lebar. Sorotnya mengintimidasi, terlihat mengkilat dalam gelap, menyala, bak serigala lapar yang menemukan mangsa di tengah hutan.
Di tengah malam.
Merasa tak mendapatkan jawaban yang ia butuhkan, Tsukasa mulai bertanya lagi. "Amane?"
"Selesaikan masalah kita."
Bulu-bulu halus pada sekujur tubuhnya tersengat. Berdiri, mendengar nada dingin yang tak pernah sekalipun ia gunakan sebelumnya.
"Ha? Aku sedang mencari (y/n), kita selesaikan nanti saja di rumah." kaki mulai ditapakkan mendekat ke arah Amane, tak mungkin jika ia menghindar tak mungkin pula baginya untuk putar balik sebab jalan ini adalah jalan terdekat menuju kata hatinya.
Rumah gadisnya.
"Minggir," belum sempat tangan menyentuh pundak Amane, pemuda itu degan sigap menarik kerahnya, membenturkannya pada tembok yang berlumut.
"Justru ini berurusan dengan (y/n). Berhenti membual atau ku keluarkan jeroan perutmu biadab." Amane mulai terpicu emosi yang sedari tadi ia tahan.
"A-apa yang kau katakan! Aku harus segera menemukan (y/n)!!" Tsukasa menggaruk kasar tangan Amane di kerahnya. Sebab semakin lama cengkraman itu terasa semakin mencekik lehernya.
"Jangan membual!! Kau hanya ingin lari dariku." urat emosi nampak jelas di leher dan dahi Amane. Dia benar-benar tak sanggup lagi mengontrol emosinya.
"AKU TAK MEMBUAL! (Y/N)!! (Y/N)--" Tsukasa bimbang sejenak, memikirkan alasan apa yang harus ia utarakan pada Amane yang sedang murka besar.
Otak dipaksa mengorek memori pada syarafnya, bertanya, kira-kira apa alasannya. Hingga sebuah alasan yang logis dan mungkin saja bisa membebaskannya dari keadaan ini melesat cepat di kepalanya.
Ah, itu ide yang bagus.
"AKU MENCARINYA SEBAB IA, (Y/N), SEDANG DALAM BAHAYA!!"
______________________________________
Hai aku kembali :)
Pingin double update tapi haluanku ga siap hwhwh
Otakku capek nugas 🙂👌🏻
Yak! Makasih banyak udah mau menunggu uw zhayank deh akunya💖Sincerely🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Cherish ✿ Yugi Amane
Fantasiaೃ༄❥ Yugi Amane x Readers [COMPLETED] | Jangan nyesel ketawa/meninggal/sakit/kejangkejang nanti kalau bacanya | - @LAYLENXY - | Move on dari "Cinta Pandangan Pertama" itu susah dan enggak semudah yang dibayangkan | - @jahenyajaha - | Amane dan Tsukas...