[16] Kembali

1K 192 99
                                    

Tangan Amane dengan cepat menyambar kerah bajunya, sedetik, satu gerakan, dan Tsukasa sudah tunduk dengan cekikan tangan bringas Amane di lehernya.

Amane mengepalkan tinju, mendesis dingin. Mukanya menebar kebencian, kebencian yang lebih besar, lebih parah dibandingkan saat mengetahui diri telah jatuh cinta pada sosoknya.

"HA? BAHAYA? BILANG SAJA KAU INGIN LARI."

Kepalan tangannya terangkat. Maniknya menyala, buas menatap. Sedetik kemudian layang tangannya menghantam wajah Tsukasa. Keras. Mendarat mulus pada pipi kirinya.

Tsukasa terjatuh, berdalih menghantam dinginnya aspal jalan. Ia menggigit bibir, menahan denyutan perih di pipi dan sikunya. Kurang ajar, denyut luka hantaman nampan cafe sebelum ini saja masih terasa sakitnya, sekarang malah dihantam lagi.

Kepalan tangan melesat mencari sasaran. Tsukasa gesit menunduk, menghindar, mencari celah kemudian dengan bringas pula melayangkan pukulan. Amane tersentak. Menyadari saudaranya kini berhasil memukul telak perutnya.

Saliva menetes. Menemani beberapa bulir keringat pada aspal dingin gang sempit kota.

Terjatuh.

Kini Amane yang tergeletak di atas aspal.

Manik Tsukasa mulai tertimpuk pada botol bir yang berserakan di bawah dinding.

Tanpa banyak bicara ia segera menyambarnya, menghantamkan ke dinding. Pecah menyisakan ujung-ujung runcing. Amane yang sibuk menjaga keseimbangannya tidak melihat botol itu datang berniat menghajar bagian depan tubuhnya yang terbuka.

Ia terkesiap, menangkis dengan lengannya.

Darah mengalir. Hembus napas terasa panas.

Amane menatap semburat merah di kain lengannya, berteriak, mengangkat kakinya sebelum Tsukasa kembali menghunuskan botol kaca itu padanya. Tsukasa jatuh terjengkang, dadanya telak terkena tendangan. Botol birnya melayang, terlepas dan hancur berkeping-keping di tanah.

Bagai seekor elang Amane menyambar serpihan terbesar, menggenggamnya, tak peduli kala kulit tangannya terobek, perih, mengalirkan darah segar yang berbau anyir. Ia melompat, menerjang tubuh Tsukasa.

Tsukasa berteriak kalap. Menggeliat, berusaha untuk lepas dari kuncian Amane. Teriak kalap kini berdalih histeris. Kala manik kuning cerahnya menatap Amane tengah menghunuskan sisi runcing serpihan kaca padanya, mengangkatnya di atas kepala, lantas mulai terayun mengincar lehernya.

"AMANE!!!!!"

SPLASH!!

🌹🌹

【️putar sebuah lagu sendu ya】️

Ketegangan.

Suara teriak manusia memekakkan telinga.

Celaka.

Entah mengapa kesenangan yang melintas dalam kepalanya terasa mahal sekali. Entah ini takdir atau kebetulan. Entah ini akhir atau bukan.

(Y/n) tercengang hebat.

Menatap sekelibat wajah penumpang yang ketakutan setengah mati. Di balik hamparan asap yang menyesakkan. Di balik histeris suara yang kesakitan. Ia, memanggil namanya.

"Amane,"

Duduk. (Y/n) menatap kosong jendela gerbong. Pipinya kotor, tangannya memerah, berdarah, seragamnya pun lembab terguyur keringat.

Amane.

Wajahnya yang riang di bawah hamparan bintang terlukis di pelupuk. Lyrid, teloskop bintang, hari dimana ia tahu akan jawaban hatinya.

Cherish ✿ Yugi AmaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang