Chapter 6 ~ Menanglah dengan bermatabat atau kalahlah dengan terhormat

119 10 0
                                    

08092020

"Jelita Baskara!" bentak Suci kecewa, wanita ini biasanya anggun dan tenang. Baru kali Jelita melihat tantenya yang biasanya tenang dan penuh pengertian itu terlihat gagal mengendalikan emosinya seperti ini. Apa ucapannya itu sudah menyinggung tante Suci? Atau iya ucapannya barusan itu terlalu berlebihan?

Suci menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya sendiri. Menyisahkan ruang makan yang berubah sunyi tanpa seorangpun berani membuka mulut mereka, menunggu apa yang akan dikatakan Suci Baskara selanjutnya.

"Jangan salah paham Jelita" ucap Suci setelah jauh lebih tenang, wanita itu kembali kesosoknya yang anggun seperti biasanya. Suci menatap keponakannga dengan tatapan pilu seorang ibu.

"Apa kau pikir Anggun mau kehilangan ayahnya hanya untuk mendapat kasih sayang kakeknya?" tanya Suci dengan senyum kepahit diwajahnya.

"Jika bisa memilih aku rasa Anggun juga tidak ingjn kehilangan ayahnya" tegasnya sambil mengalihkan pandangan kearah putri kandungnya. Jemari lentiknya yang mulai termakan usia bergerak membelai wajah sang putri dengan penuh kasih.

Anggun membalas tatapan pilu sang ibu, menangkap tangan ibunya dengan mata yang juga mulai berkaca-kaca, "Mama" lirih Anggun.

Suasanan ruang makan yang tadi sempat memanas justru berubah haru kali ini. Teja Baskara sontak menghela nafas berat, begitupun juga adik lelaki Suci, Putra Baskara.

Walaupun biasanya Ratna adalah sosok antagonis dikediaman Baskara tapi kali ini, ibu dua anak itu juga tanpa ragu mencubit pinggang sang putri dengan kesal. Ratna sadar ada hal-hal yang tidak seharusnya dilewati oleh putrinya.

"Ouch" pekik Jelita tertahan, gadis itu tidak berani membuat kegaduhan setelah menyinggung perasaan kakak ayahnya itu. Seolah mencari dukungan adiknya, Jelita melirik Aga yang ada disisinya. Anggota termuda keluarga Baskara itu bukannya memberi dukungan justru ikut mencibir kearahnya kakaknya.

Sontak Jelita melotot tajam pada sang adik, biasanya Aga itu pendukung nomer satunya. Kenapa hari ini anak itu ikut-ikutan mencibirnya? Apa Jelita memang kelewatan kali ini?

Jelita menghela nafas, memang sih kalau dipikir-pikir dia memang agak berlebihan barusan. Hanya sedikit kelewatan! Sedikit, batin gadis kepala itu masih membenarkan dirinya sendiri.

"Jelita" panggil Suci setelah beberapa saat.

"Hm" gumam Jelita bangun dari lamunannya, "Maafkan aku tante, Jelita tidak bermaksud..."

"Aku tau maksudmu nak" ucap Suci dengan tenang, "Hanya saja tidak ada untungnya kau terus memusuhi Anggun seperti ini" selama ini Suci diam, tidak ingin terlibat dalam urusan anak-anak. Hanya saja kali ini rasa sudah waktunya baginya untuk menasehati generasi yang lebih muda ini.

"Anggun sama sekali tak pernah berniat mengambil apapun yang menjadi milikmu" ucap Suci,

"Kakek dan seisi rumah ini adalah milikmu dan tak ada yang bisa mengubahnya. Memang cara kakek itu salah yang terus-terusan membandingkan dirimu dan Anggun, tapi bukan berarti didalam hatinya kakek tidak menyayangimu." Suci kemudian mengalihkan pandangan kearah ayahnya sendiri, Teja yang merasa terpojok hanya berdeham canggung dan mengalihkan padangannya kearah lain menghindari kontak mata dengan sang putri.

"Kau salah paham, Jelita" jelas wanita 54 tahun itu dengan nada keibuan yang tidak menghakimi. "Justru karena kakek peduli padamu makanya dia selalu berusaha membuatmu menjadi lebih baik dengan membandingkan dirimu dengan Anggu. Belum lagi masalah pertunangan ini.. Ayah dan kakekmu pikir kau akan menolak mentah-mentah rencana perjodohan ini karena itulah mereka putuskan biar Anggun saja yang bertunagan"

Apple & OrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang