04 - Masa Lalu yang Belum Selesai
Allah udah kasih kode, tapi kamu aja yang gak peka.
🍭🍭🍭
Seharusnya sekarang Asha sudah bersanding di pelaminan bersama suaminya. Melayani para tamu undangan untuk salaman atau sekadar foto bersama. Menjadi ratu sehari. Iya, seharusnya. Bukan malah terbaring lemah di tempat tidur. Lalu para keluarga lain mulai menebal muka untuk siap melihat dan mendengar segala caci maki para tetangga yang hadir.
"Kenapa nasibku gini amat ya, Nin?"
Ditanya begitu, Nina tidak tahu harus menjawab apa.
Nina sekarang paham mengapa Allah merahasiakan jodoh. Soalnya kalau dikasih tahu duluan, manusia bakal sombong terus malas. Lah ini dirahasiakan aja masih banyak manusia yang sombongnya selangit, menganggap bahwa calon pasangannya sudah sempurna lahir batin dan dengan pedenya bilang "Ini lho jodoh gue" terus berhenti meminta petunjuk ke Allah, tapi begitu ditimpa kenyataan pahit yang disalahkan Tuhan.
Dulu sekali Nina sering dikasih kode sama Allah kalau Pras bukan cowok yang baik. Tapi yang namanya masih bucin, tai ayam aja rasa cokelat, sebobrok-bobroknya Pras tetap saja Nina masih cinta. Sinyal Allah itu nggak lemah kayak sinyal provider onoh kalau tinggal di gunung, tapi kok bisa Nina itu nggak peka.
Ini yang membuat Nina merasa bodoh pada diri sendiri.
Sekarang Nina sadar kenapa si tetangga baru mengetahui suaminya pemakai narkoba dan kenapa Asha baru tahu kalau calon suaminya menghamili perempuan lain, itu karena kurangnya peka dengan sinyal yang Allah kasih. Nina jamin, melalui perantara apa pun Allah pasti sudah memberi tahu Asha atau si tetangga tentang calon suaminya.
"Apa salahku ya, Nin?"
Lagi. Nina tidak tahu jawabannya.
"Semuanya udah diatur sama Gusti Allah, Sha. Nggak mungkin Allah mau menyesatkan hambanya. Ambil positifnya aja, kamu dikasih tau sekarang, daripada nanti pas udah jadi istrinya." Nina baru membuka suara setelah satu jam menutup mulut.
"Tapi kenapa seperti ini, Nin? Salahku apa? Aku udah minta baik-baik sama Allah tapi kenapa Dia balesnya kayak gini? Aku kurang apa lagi?!"
Nina sedikit terkejut mendengarnya. Walaupun sebenarnya tak salah Asha bertanya seperti itu, karena dulu ia juga pernah saat Pras meninggalkannya tanpa jejak. Nina merasa hidupnya sudah berakhir saat Pras menghilang, bahkan berani menyalahkan Tuhan. Dari situ Nina sadar jika berharap kepada manusia, maka harus siap dengan kekecewaan.
"Emang kamu sama dia kenalan berapa lama?" tanya Nina.
"Lima bulan."
Lima bulan, bukan waktu yang singkat. "Emangnya pas kenalan kamu nggak curiga kalau dia udah punya cewek?" Nina bertanya lagi. Jujur saja ia sudah gemas dengan Asha.
"Dia baik, Nin. Mana mungkin aku curiga sama dia."
Nina mendengkus pelan. Baik versi dari mananya? Kenyataannya dia berani menghamili perempuan lain di saat mau menikah dengan Asha. Nggak mau tanggung jawab pula. Duh, untung Asha belum sempat dinikahi.
Nina jadi ingat Dava. Melihat tatapan pria itu, Nina menyimpulkan masih ada masa lalu yang belum selesai.
"Kamu sama Dava putusnya baik-baik, kan?" Entah keberanian dari mana Nina bertanya seperti itu.
Asha menggelengkan kepalanya. "Tapi aku anggap udah selesai. Nggak ada urusan apa pun lagi sama dia."
Nina terbelalak. Sedikit tidak menyangka kalau Asha mirip dengan Pras. "Tahu dari mana kalau urusan kalian udah selesai?"
"Dia sibuk terus, Nin. Nggak ada waktu cuma buat sekadar nyapa aku. Sebagai perempuan aku bosan lah diginiin terus."
"Emang dia sibuk apa?" Nina mulai tidak sabar.
"Dia ngurusin toko punya pakdenya. Sejak saat itu dia kayak malas hubungi aku. Danang datang, dia bawa sesuatu yang aku mau dari seorang laki-laki. Danang selalu ada pas aku butuh. Sedangkan Dava? Nggak pernah, Nin. Aku ngerasa asing sama dia. Aku minta cepat lamar aku, tapi dia bilang nanti kalau udah punya tabungan banyak. Aku pusing. Aku mau cepet-cepet nikah biar gak jadi bahan olokan. Aku mau bahagia."
"Tapi Sha, dia sibuk untuk kebaikan kamu, kan? Dia sibuk karena mau yang terbaik buat kamu, kan? Kalau dia sibuk judi, malas-malasan, atau sering mukul perempuan, itu baru kamu boleh protes. Harusnya kamu bangga sama dia! Dia mau kerja keras buat kamu, nggak sekadar obral janji doang! Harusnya kamu dukung dia, bukannya pergi sama cowok lain! Di sana, Dava pasti mikirin kamu walaupun dia nggak bisa hubungi kamu, nggak bisa punya waktu banyak buat kamu. Hidup itu bukan cuma makan cinta doang, Sha. Dava cuma pengen mapan dulu secara materi. Terus salahnya di mana? Apa kamu pernah nanya gimana perasaan Dava? Aku rasa kamu nggak pernah nanya itu."
Mulut Asha terkunci rapat. Lebih tepatnya ia tidak bisa menyanggah atau menjawab pertanyaan Nina karena semua yang dikatakan gadis berkerudung itu memang benar. Nina memang orang yang blak-blakan dalam segala hal, tidak peduli mau ucapan atau tindakannya akan menusuk relung hati apa tidak. Bagi Nina, selagi dia benar, ia akan tetap mengatakannya. Nina harus punya teman yang tahan banting dengan tindakan serta ucapannya.
"Saranku mending kamu minta maaf sama Dava, mumpung orangnya masih ada di sini. Aku yakin Dava masih tersiksa sama sikap kamu yang begini. Selesaikan dulu urusan kamu sama dia, baru habis itu kamu cari lagi yang baru. Jangan malah bikin tikungan. Satu lagi, nggak ada satu pun manusia yang bisa bikin kamu bahagia kecuali diri sendiri."
Nina bangkit. Bersiap untuk keluar dari kamar Asha. "Semoga kelak kamu akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik. Ambil hikmahnya dari kejadian ini."
"Makasih udah mau datang, Nin. Walaupun acaranya jadi berantakan."
Nina tersenyum. "Belajar dari pengalaman, ya."
Setelah itu, Nina benar-benar menghilang di balik pintu. Setiap derap langkah, Nina berpikir. Dari sini ia belajar bahwa jangan terburu-buru mengambil keputusan kalau mau mendapatkan hasil yang maksimal.
🍭🍭🍭
"Langsung pulang kita?"
"Iya. Kamu mau nginep di sini ya nggak apa-apa. Aku mau pulang."
"Yee jangan dong!"
Beruntung ada Riana. Nina bisa keluar dari rumah tanpa serentetan pesan dari emak. Sebenarnya tidak masalah mau Nina jalan-jalan sampai ke ujung dunia. Yang menjadi masalah, Nina adalah orang pelupa kelas kakap. Tadi aja Nina lupa jalan keluar setelah dari toilet rumah Asha, malah nyasar ke kamar orang. Maka dari itu Nina harus butuh pendamping saat bepergian.
Sekelebat Nina melihat Dava sedang bersama dengan ayahnya Asha. Mungkinkah Asha sudah meminta maaf pada pria itu? Semoga urusan Asha dan Dava selesai hari ini juga. Sebagai orang yang pernah dekat dengan mereka, tentu saja Nina ingin semuanya berakhir baik-baik agar tidak ada masalah di kemudian hari.
🍭🍭🍭
Ada yang bisa nebak kenapa judulnya Calon Menteri?
Yang bisa nebak aku kasih hadiah 😜
Selamat menikmati repost cerita ini, ya. Terima kasih 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Menteri - [Terbit]
RomanceDava Dewantara namanya. Diputusin pacar gara-gara nggak ngasih kepastian. Parahnya lagi diselingkuhi sebelum putus. Sudah jomlo, koleksi mantannya nambah jadi 199. Di saat Dava masih gamon alias gagal move on, muncul sosok Karanina Nina di akun Face...