Camen 06 - Membuka Hati

1K 167 10
                                    

06 - Membuka Hati

Bikin KTP udah, SIM juga udah. Tinggal bikin KK bareng kamu nih yang belum.

🍭🍭🍭

Nina dan Riana tiba di toko. Benar kata Nina, Mas Agus sudah menunggu di depan pintu toko sambil menatap layar ponselnya. Di sebelah pria itu ada beberapa kardus besar yang Nina yakini berisi barang dagangan. Menandakan kalau Mas Agus baru saja pulang dari pasar.

"Penak liburane?" Mas Agus bersuara.

"Yo jelas penak to. Kapan lagi bisa naik bus ke luar kota."

Jawaban Nina membuat Riana menjitak kepalanya. Nina mengaduh kesakitan seraya mengelus kepalanya yang tertutup jilbab.

"Cuma dapet capeknya doang, Mas. Wong mantene bubar," kata Riana agak kesal. Nina melotot. Kadang mulut ember Riana perlu dikasih tembel ompreng

"Lha kok iso?"

"Panjang Mas kalo diceritain. Kita nggak jadi buka toko nanti," jawab Nina. Dia mulai mengambil kunci dari dalam tas kecilnya. Kemudian membuka pintu toko. Sedangkan Riana membantu Mas Agus memindahkan kardus-kardus besar itu.

"Mas, pinjem charger yo!" seru Nina yang kini sudah berdiri di depan mesin kasir. Ada charger nganggur di sana.

"Lho charger-mu ke mana?"

"Rusak kayaknya, Mas."

"Beli yang baru makanya."

"Kasih aku bonus dulu dong, Mas. Biar aku bisa beli hp baru."

Mas Agus seketika mecucu.

Baru beberapa menit toko dibuka, para pelanggan mulai berdatangan. Ada yang cuma beli gula, ada yang beli pampers anak, ada yang cuma numpang ngadem. Toko yang berdiri di dekat jalan besar memang termasuk toko yang modern di desa. Sudah menggunakan mesin kasir, tersedia hotspot, dan yang pasti harga terjangkau.

Sebuah sepeda motor berhenti. Nina yang sudah sangat hafal dengan pemilik motor tersebut langsung pasang badan di depan pintu, memasang senyum terbaik yang ia punya hingga memamerkan gigi-gigi putihnya yang tidak rata. Jangan tanya kenapa tidak rata, nanti image Nina jadi buruk di hadapan pemilik motor tadi.

Namanya Wahyu. Anak dusun sebelah. Menurut kabar beredar dia sedang menimba ilmu di UGM. Bisa kuliah di sana merupakan sesuatu yang spesial bagi warga desa. Orang tuanya Wahyu juga disebut sebagai kaum berada. Tak heran jika banyak sekali yang kagum dengan lelaki itu, termasuk Nina. Sudah ganteng, soleh, pendidikannya tinggi, siapa yang tidak meleleh?

"Mas Wahyu kapan pulang dari Jogja?" tanya Riana basa-basi. Nina menoleh, memberikan tatapan tajam ke temannya. Main tikung aja, nih!

"Semalam."

"Duduk dulu, Mas!" Nina menyediakan kursi yang kosong agar bisa ditempati Wahyu. "Kopi seperti biasanya, kan?"

"Wah iya. Kamu kok tau, Nin?"

"Iya dong."

Nina beranjak menuju dispenser yang ada di belakang meja kasir. Kemudian menyeduh kopi hitam yang biasa diminum Wahyu. Memang di sini menyediakan minuman seduhan bagi pelanggan pria yang menanti istri atau pacarnya belanja, supaya tidak ngantuk apa lagi bosan. Itu idenya Mas Agus, berdasarkan pengalamannya yang sering mengantuk saat menunggu istrinya keliling pasar.

"Monggo diminum kopinya." Nina meletakkan gelas berisi kopi di meja kasir.

Wahyu menyeruputnya. "Enak."

Calon Menteri - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang