Navia keluar dari toko alat tulis dengan wajah puas. Tujuannya untuk membeli beberapa buku dan pulpen karena di rumah habis tercapai sudah.
Kepalanya menoleh ke sekeliling. Suasana cukup ramai malam ini. Kemudian ia melirik jam yang melingkar ditangannya. Baru jam tujuh. Masih sore, batin gadis itu.
Matanya kembali menoleh sekeliling. Melihat-lihat barangkali ada hal menarik yang bisa ia temukan. Berhubung waktu masih sore, ia ingin pergi lebih lama lagi. Jarang-jarang dirinya keluar malam seperti ini. Bukan karena tak diperbolehkan, hanya saja kadang Navia malas.
"Gue harus ngapain, ya?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. Bingung hendak ke mana dan melakukan apa. Sebenarnya di dekat situ ada taman kota, tapi Navia sangat malas mengunjunginya.
Alasannya karena banyak anak muda pacaran disitu berhubung ini malam minggu. Tidak, tidak, bukan karena Navia jomblo dan takut sendirian, tapi dia justru takut mulutnya tak akan tahan untuk tak menceramahi mereka betapa tidak pentingnya menjalani hubungan tak jelas seperti pacaran.
Kalau kata Navia, sih, sangat buang-buang waktu dan menambah dosa saja. Miris!
Apalagi menurutnya yang pacaran ini kebanyakan anak muda yang uang saja masih minta dengan orang tua. Tapi sudah sok-sokan ingin membahagiakan anak orang. Miris pangkat dua!
Memilih menjauh dari toko alat tulis dan tak berniat mengunjungi taman, langkah kakinya berjalan menelusuri trotoar setelah sebelumnya mengamankan motornya. Entah ke mana ia akan pergi.
Namun naas. Baru saja Navia hendak menyeberang karena ingin pergi ke kafe diujung sana, tiba-tiba sebuah sepeda motor melesat kencang mengenai hampir tubuhnya. Kalau saja tak ada orang yang menariknya dari belakang.
Mereka berdua terjungkal ke belakang dan tumpang tindih dengan Navia yang berada di bawah.
Gadis itu mengerang kesakitan. "Aduh, sakit banget. Bangun woi! Sumpah ini sakit banget!" omelnya menahan sakit karena ditindih.
Orang itu lalu bangkit dan menatap Navia datar. "Nggak usah ngomel-ngomel, bangun lo."
Navia menghentikan omelannya karena dirasa suara itu familiar. Matanya membulat terkejut kala tahu siapa orang itu. "Valen?"
Navalen tak menyahut. Cowok itu memilih membersihkan bagian belakang tubuhnya yang sedikit kotor.
Untuk kesekian kalinya Navia diabaikan. Gadis itu mendengus. "Jadi lo yang nindihin gue?" tanyanya yang lebih ke menuduh.
"Gue nolongin lo," balas Navalen datar.
Oh iya. Kan cowok itu yang menolong dirinya ketika nyaris ditabrak motor. Navia jadi malu. Tapi yang namanya perempuan pasti akan merasa selalu benar, sekalipun mereka sebenarnya salah.
Maka, dengan sewot Navia membalas, "Tapi kan nggak usah ditindih juga. Pegel semua, 'kan jadinya badan gue."
Sebagai respon, Navalen memutar bola matanya malas. Sudah ditolong bukannya berterimakasih malah marah-marah tak jelas. Menyesal dirinya menolong gadis bawel ini. Kalau tahu akan seperti ini, sudah ia biarkan Navia tertabrak motor tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nav's Stories
Teen Fiction[Completed] Menurut Navalen, Navia hanyalah cewek sombong, menyebalkan, dan sok galak yang sukanya marah-marah. Mentang-mentang menjabat sebagai ketua kelas, Navia selalu bertingkah semena-mena tanpa memikirkan kesejahteraan teman-temannya. Belum la...