Cuaca yang terik, pelajaran olahraga, dan guru yang tidak datang. Kombinasi yang tepat untuk ngadem di kantin sekarang. Tapi saat sadar bahwa mereka adalah penghuni kelas XI IPA 1, niat untuk mengunjungi kantin itu dibuang jauh-jauh.
Percuma, nanti bisa-bisa langsung ada panggilan orang tua.
Meski Navia kelihatannya berubah kalem semenjak dekat dengan Navalen, gadis itu tetap tak melupakan rutinitasnya sebagai murid super rajin yang tak segan-segan melaporkan temannya jika ada yang melanggar aturan.
Jadilah siang-siang ini seluruh murid XI IPA 1 berdiri di lapangan di tengah panasnya matahari. Persis seperti ikan asin yang sedang dijemur.
Banyak yang mengeluh agar tidak usah pelajaran dan kembali ke kelas saja. Tapi Navia tak mau. Karena menurutnya, walau guru tak berangkat mereka harus tetap pelajaran seperti biasa meski tanpa guru.
"Oke, berhubung Pak Deni nggak masuk, gue harap kita bisa tetep pelajaran kayak biasa. Daripada waktunya kebuang buat santai-santai di kelas atau di kantin, itu sia-sia. Apalagi ini bukan waktu istirahat." Dengan berdiri di depan teman-teman yang berbaris rapi, Navia memberi petuah singkatnya.
Banyak yang menggerutu atas ucapan Navia itu, tapi tentu saja mereka melakukakannya dalam hati.
Navia tahu teman-temannya sangat benci padanya atas sikapnya ini. Terlihat jelas dari wajah-wajah mereka yang masam dan muram. Tapi dia tak peduli. Selagi yang ia lakukan benar, dia tak peduli dengan gerutuan teman-temannya.
"Oke, sebelum mulai, kita pemanasan dulu biar nanti nggak ada yang---"
"Navia, awas!" teriak Kaila karena melihat ada bola voli yang melayang ke arah gadis itu. Navia yang bingung, tak sempat menghindar hingga bola itu menghantam kepalanya dengan keras.
Navia menjerit kesakitan hingga akhirnya ambruk dan pingsan. Semuanya terkejut dan langsung mengerubungi gadis itu. Ternyata bola tersebut berasal dari lapangan sebelah yang sedang digunakan oleh kakak kelas.
Kaila bergegas pergi ke kantor untuk melaporkan pada guru. Sementara itu Navalen langsung bergegas menggendong ketua kelas XI IPA 1 itu karena tak ada tanda-tanda dari teman-temannya yang mau menolong Navia. Semua yang melihat langsung terkejut, tapi tak berkomentar apa-apa. Navalen sendiri tak peduli dirinya jadi pusat perhatian.
Cepat-cepat ia membawa Navia menuju UKS. Kalau diingat, ini kedua kalinya menggendong Navia dan ketiga kalinya ia menolong gadis itu.
****
Navalen yang semula melamun langsung terkejut saat Navia terbangun dan mengerang kesakitan.
Bergegas dia mendekat. "Lo udah nggak papa?"
Navia memegangi kepalanya. "Aduh, kepala gue sakit banget. Benjol gede, ya," tanyanya.
Navalen meringis lalu mengangguk. Dahi gadis itu membesar dan berwarna biru. Pasti sakit sekali rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nav's Stories
Teen Fiction[Completed] Menurut Navalen, Navia hanyalah cewek sombong, menyebalkan, dan sok galak yang sukanya marah-marah. Mentang-mentang menjabat sebagai ketua kelas, Navia selalu bertingkah semena-mena tanpa memikirkan kesejahteraan teman-temannya. Belum la...