Part 8

103 25 11
                                    

Tak terasa waktu cepat berlalu, seperti air yang mengalir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak terasa waktu cepat berlalu, seperti air yang mengalir. Navia merasa baru kemarin naik kelas XI, eh sekarang sudah pergantian semester saja. Rasanya cepat sekali. Seperti satu pejaman mata.

Dan saat ini, gadis perfect itu sedang bersantai bersama Kaila di depan kelas berhuhung hari ini SMA Biraka sedang pembagian raport.

Koridor juga ramai pagi ini, di mana para siswa siswi menunggu orang tuanya yang sedang mengambilkan raport. Bagi yang merasa nilainya kurang, mereka akan mengkerut takut karena habis ini pasti akan ada pidato dadakan tujuh hari tujuh malam.

Beda lagi yang merasa nilainya sudah  memuaskan, tentu saja akan bersikap biasa bahkan cenderung sombong. Termasuk Navia yang sedari tadi menyunggingkan senyuman sedikit angkuh.

"Lo tuh senyum-senyum mulu. Nggak capek itu bibir?" sindir Kaila.

Navia terkekeh ringan. "Nggak, lah. Gue, 'kan lagi seneng banget hari ini. Pasti gue yang dapet peringkat satu," ucapnya yakin dengan nada jumawa.

"Yakin lo yang dapet? Bukan Valen?" tanya Kaila mencoba menggoda sahabatnya.

Raut bahagia Navia langsung hilang tak berbekas bagai disapu angin. Digantikan dengan wajah yang seperti ingin memakan orang. "Ish! Lo kok ngomongnya gitu? Lo nggak dukung sahabat lo dan malah dukung cowok nyebelin itu? Fix! Lo bukan sahabat gue!" semprot gadis itu langsung.

Kaila menatap Navia ngeri. "Gue cuma tanya woi."

"Pertanyaan lo nggak bermutu."

Kaila melengos, lalu diam. Tak ingin berdebat dengan Navia yang kelewat sensi dengan Navalen.

"Terserah lo, deh," balas Kaila akhirnya.

"Ya emang terserah gue. Mulut-mulut gue juga."

"Sumpah lo nyebelin banget! Fix! Lo bukan sahabat gue sekarang!" ucap Kaila menirukan Navia. Bermaksud untuk meledek.

"Sialan lo!"

"Eits, nak pinter calon peringkat satu kok ngomongnya kasar. Nggak boleh tau. Dosa," ledek Kaila makin menjadi.

Navia tak membalas lagi. Kalau tak ingat bahwa Kaila adalah sahabat terbaiknya, sudah dari dulu ia tendang gadis itu ke sungai Amazon sejak dulu.

Sementara cowok yang sedang Navia dan Kaila bicarakan sebenarnya duduk tak jauh dari mereka. Telinganya pun sebenernya mendengar bahwa namanya disebut-sebut, tapi ia tak peduli.

Saat ini fokusnya adalah berdoa agar nilainya stabil dan kalau bisa naik sehingga beasiswanya dapat bertahan.

Apa? Kalian bertanya mengapa Navalen mendapat beasiswa? Tentu saja karena ia tak mampu membayar sekolahnya sendiri. Meskipun gaji di kafe lumayan besar, itu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah yang lain diluar beasiswa.

Nav's Stories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang