Api

174 166 3
                                    

Arka hampir tak pernah marah pada siapa pun. Kalau ada masalah dengan siapa saja dia lebih suka menguraikan masalah itu dengan pembicaraan baik-baik daripada saling lempar kata dengan nada tinggi yang nantinya akan menyulut konflik. Pada Metha berlaku juga hal yang sama. Kalau gadis itu membuat kesalahan, Arka hanya akan menegur dengan nada datar meski sekesal apa pun dia. Mereka berdua tak pernah benar-benar bertengkar.

Tetapi kali ini Arka tak bisa bersikap tenang menghadapi Metha. Kekasihnya itu sudah sangat keterlaluan. Maka saat pulang dan melihat Metha berdiri di teras rumahnya, dia tumpahkan segala rasa jengkelnya.

"Aku nggak suka kamu bertingkah brutal kaya gitu! Kamu nggak kasihan apa sama Kei. Kondisi dia memprihatinkan banget tahu!" omel Arka ketika Metha menyambutnya.

Dari awal Metha memang sudah menduga kalau Arka akan melihat Kei di sekolah. Tapi dia tak menyangka kalau akhirnya kekasihnya itu akan murka padanya seperti ini. Dia pikir Arka justru akan bangga dan berterima kasih karena cewek yang belakangan ini mengusik hidupnya telah dikerjai.

"Loh, kamu kok malah marahin aku dan belain dia sih, Yang!" balas Metha. Nada suaranya seketika naik beberapa oktaf. "Harusnya kamu seneng dong karena cewek sialan yang sempet ngerjain kamu itu aku kerjain balik."

"Kenapa? Pertama, aku yakin dia tiba-tiba nyerang aku karena satu alasan dan aku masih belum nemuin alasan dia apa. Kedua, apa yang kamu lakuin itu terlalu barbar. Aku kira selama ini sifat lembut dan manis kamu tuh real, ternyata kamu menyimpan sifat preman di balik semua itu!"

Dada Metha mulai panas. Dia tak terima Arka tak berpihak padanya dan justru mengata-ngatainya begitu. "Kamu tuh kenapa sih. Aku itu pacar kamu. Harusnya kamu belain aku, dong!"

"Belain juga lihat-lihat!" sahut Arka cepat. "Udah tahu orang salah kok dibelain. Itu goblok namanya!"

Amarah Metha melesat ke ubun-ubun mendengar makian Arka tersebut. Napasnya memburu. Matanya melotot. "Kamu tuh yang goblok!" balasnya. Dia menunjuk-nunjuk wajah Arka. "Udah jelas cewek sialan itu jahat ke kamu, tapi malah kamu belain!"

Arka maju selangkah. Dia menatap Metha tajam tepat di manik mata gadis itu. "Apa kamu bilang?" desisnya.

Metha mendongak. Dia menatap Arka tak kalah tajam, seolah menantang. "Kamu yang goblok!"

Arka mengangkat tangannya di dekat wajah Metha. Namun gerakan tangannya terhenti di udara. Dia tak biasa melakukan kekerasan. Ini bukan dirinya. Sambil terus berusaha meredam amarah, tangannya mengepal lalu turun perlahan. Ketika napas dan degup jantungnya mulai normal, dia menyandarkan tubuh ke tembok. "Aku nggak suka punya pacar yang tingkahnya brutal, Tha," ujarnya lirih. "tolong jangan bertingkah kaya gitu lagi."

"Terus aku harus gimana ngadepin cewek sialan itu kalo misalnya dia bikin ulah lagi?" tanya Metha. Nada suaranya mulai normal. Dia berjalan kemudian berhenti tepat di depan Arka.

"Biar aku aja yang ngadepin dan ngomong sama dia," jawab Arka. "Besok aku mau kamu minta maaf sama dia."

Metha menggeleng kuat-kuat. "Nggak mau," tolaknya, "orang dari awal dia yang mulai."

Arka mengulurkan tanganya ke hadapan Metha, memberi isyarat bahwa dia ingin kekasihnya itu mendekat. Metha menurut. Api di dadanya seperti disiram air es ketika Arka merengkuh pinggulnya dan menyandarkan dagu di pundaknya.

"Demi aku. Please." kata Arka.

Metha tak pernah tidak luluh kalau Arka sudah memohon begitu. Dia lantas tersenyum. "Iya," balasnya.

***

Kei tak masuk sekolah tiga hari usai penganiayaan yang Metha lakukan. Namun, bukan berarti dia tak tahu kalau videonya sudah tersebar di sekolah. Dari grup WhatsApp kelasnya dia tahu fakta itu. Ada seorang teman laki-lakinya yang mengunggah. Seisi grup heboh menanggapinya. Banyak yang mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya pada teman-teman Metha, tapi tak sedikit juga yang menertawakan Kei. Mereka baru berhenti berkasak-kusuk di grup usai Miko dan Ghea mengeluarkan semburan horornya.

Scintilla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang