Resonansi

185 183 6
                                    

Arka sedang berada di teras rumah Metha. Mereka baru pulang makan malam bersama. Saat ini Arka sedang mempersiapkan diri untuk memberi penjelasan pada Metha kalau mereka tak akan lagi bisa sering-sering jalan bersama karena dirinya harus ikut latihan dan manggung di kafe-kafe bersama Harmony.

Tak mudah bagi Arka untuk mengungkapkan apa yang ada di benaknya. Selama ini, Metha selalu melarangnya melakukan banyak kegiatan dengan alasan takut kalau dirinya dilirik gadis lain. Selama ini, gadis itu selalu meminimalkan kemungkinan Arka berinteraksi dengan gadis lain selain dia. Saat Arka dan teman-temannya sedang bermain bola di lapangan, Metha selalu memastikan dia ada bersama cowok itu karena tak ingin ada gadis lain yang kecentilan. Saat Arka menang balapan liar, sebisa mungkin dia mencegah para gadis yang ada di arena untuk berfoto dengan kekasihnya tersebut. Dia over protektif dan pencemburu.

Kadang, Arka merasa seperti dipenjara dengan sikap Metha yang seperti itu. Namun, dia tak punya pilihan lain selain menurut. Dia harus mau menanggung risiko karena sudah mau menerima Metha sebagai kekasihnya.

Arka semakin gelisah saat Metha mulai menyandarkan kepala ke pundaknya. Metha tahu Harmony. Secara otomatis, dia juga tahu ada dua personel cewek di band itu. Dia pasti akan blingsatan kalau tahu Arka bergabung dengan Harmony. Bahkan bukan tak mungkin dia meminta Arka mundur. Sesuatu yang tak mungkin Arka lakukan karena dia sudah mengharapkan bisa bergabung lagi dalam sebuah band sejak lama.

"Yang, kamu kenapa sih dari tadi banyak diem?" tanya Metha. Dia mengangkat kepalanya. "Ngantuk?" Arka menggeleng. "Terus kenapa?"

"Ada yang mau aku bicarain?" jawab Arka ragu.

"Bicara apa?" tanya Metha sambil tersenyum cerah.

"Aku join sama Harmony," kata Arka pelan.

Ekspresi wajah Metha seketika berubah. Dia tampak terkejut dan otot-otot wajahnya menegang. "Harmony?" ulangnya.

"Iya," jawab Arka, "pianis mereka berhenti dan aku diminta Miko untuk gantiin. Jadi, kemungkinan jadwal kencan kita bakal terganggu."

Metha cemberut. "Kamu nggak asyik banget sih, Yang!" rajuknya.

"Ayolah, Yang, sekali aja kamu ngertiin aku," mohon Arka, "kamu kan tahu kalo aku udah lama banget pengen nge-band lagi. Ini kesempatan emas buat aku."

"Tapi kenapa harus Harmony, sih?!" sahut Metha setengah membentak. "Apa kamu nggak bisa masuk band yang personelnya cowok semua gitu?"

"Orang adanya itu yang nawarin aku," balas Arka. Dia menyibakkan ke belakang punggung rambut berombak Metha yang jatuh di bagian depan dada, "terus mau gimana lagi."

"Pokoknya aku nggak mau tahu. Kamu harus mundur!" bentak Metha. Dia menyingkirkan tangan Arka yang masih memain-mainkan rambutnya.

Arka mengambil napas dalam. Reaksi Metha yang seperti ini sudah dia duga. Bukan sekali-dua kali gadis itu mengaturnya. Membatasinya dalam segala hal. Selama ini dia selalu mengalah. Namun, kali ini dia tak mau mengalah. Dia haus akan musik. Sudah lama dia merindukan dunianya yang dulu. Saat Miko datang padanya, dia seperti melihat bayangan kolam air yang begitu luas dan tampak menyegarkan. Sekarang saat sudah mencebur ke dalam kolam itu, Metha ingin dia keluar? Itu tak akan pernah terjadi.

"Aku ini pacar apa tahanan sih buat kamu? Kok terus-terusan diatur dan dikekang-kekang!" balas Arka dengan nada agak tinggi. Setelahnya, dia menahan napas. Dia sangat siap kalau setelah ini Metha akan balas menyemburnya dengan nada tak kalah tinggi.

Di luar dugaan, Metha justru melunak. "A ... aku nggak bermaksud ngekang kamu, Yang," ujarnya.

Arka mengembuskan napas lega. Selama ini dia memang tak pernah mencoba melawan Metha. Ternyata, kalau digertak kekasihnya itu bisa melunak juga. "Terus?" tanyanya.

Scintilla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang