Sesal

156 146 2
                                    

Hari ini adalah latihan pertama Harmony pasca lomba band indie yang akan diadakan sebulan lagi. Sepulang sekolah, para personel Harmony segera meluncur ke studio musik milik keluarga Miko.

Saat ini jam di dinding studio menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Keempat personel Harmony tengah melakukan sesi terakhir latihan. Seharusnya di jam sembilan malam latihan sudah berakhir dan semua personel Harmony sudah berkemas untuk bersiap pulang, seperti biasanya setiap kali mereka latihan. Namun, malam ini latihan terpaksa diperpanjang karena Kei berulang-ulang melakukan kesalahan. Gadis itu sering salah memetik kunci gitar di beberapa lagu.

Kei tidak sedang sakit. Dia juga tidak sedang memikirkan masalah keluarganya atau pun masalah Windy. Dia tidak bisa fokus karena memikirkan rencana permintaan maafnya pada Arka yang akan dia lakukan setelah latihan berakhir. Dia tidak tahu bagaimana cara memulai pembicaraan dengan Arka.

Kei masih merasa bersalah meski tempo hari dia sudah minta maaf pada Arka. Sejauh ini Arka memang tetap bersikap baik dan tenang meski sudah tahu fakta bahwa dalang dibalik kecelakaannya adalah Kei. Namun bukan berarti cowok itu tak menyimpan rasa sakit hati kan? Selain alasan itu, Kei ingin meminta maaf karena menyadari bahwa proses penyembuhan kaki Arka ternyata cukup lama. Ya, sampai hari ini, selang dua minggu lebih sejak kecelakaan itu terjadi, Arka masih memakai tongkat untuk berjalan.

"Oke ini adalah sesi terakhir kita latihan," kata Miko, membuat segala pikiran Kei tentang Arka buyar. "Kei, di lagu terakhir ini kamu nggak boleh salah mainin kunci gitarnya lagi."

"Iya," sahut Kei lemah. "Janji deh."

Untungnya di sesi latihan terakhir ini Kei bisa mengendalikan pikirannya untuk tetap fokus. Dari awal sampai akhir lagu, tak ada satu pun kunci gitar yang salah dimainkannya. Alhasil perpaduan suara gitar yang dia mainkan, dentingan piano yang dimainkan Arka, ketukan ringan drum Miko, serta suara seksi Ghea dapat berpadu dalam irama yang indah.

"Nah, gitu kan bagus, Kei," kata Miko ketika lagu berakhir. Dia menghampiri Kei lalu menepuk pundak gadis itu pelan. "Lagian kenapa sih kamu tumben banget nggak fokus latihan. Kepikiran papamu atau Mbak Windy?"

Kei menggeleng. "Nggak, kecapean aja sih kayanya. Ngantuk juga. Semalem soalnya aku nengokin Kak Windy sampe hampir jam dua belas malem. Tadi di sekolah pun sebenernya aku juga udah ngantuk banget," bohongnya. Padahal semalam dia tak datang ke rumah.

Miko mengangguk dan tersenyum maklum. "Lain kali istirahat yang cukup, Kei," katanya sebelum berjalan ke luar studio, "perhatian ke Mbak Windy boleh, tapi jangan sampe mengabaikan diri sendiri."

"Iya," jawab Kei sambil memasukkan gitarnya ke dalam tas gitar. Dia lantas berjalan keluar mengikuti tiga personel Harmony lain yang lebih dulu meninggalkan studio.

"Eh, Mas Arka aku anterin sekalian bareng Ghea sama Kei apa udah minta dijemput?" tanya Miko pada Arka yang tengah sibuk dengan ponselnya saat dia menghentikan langkah. Bagaimanapun juga tadi cowok itu datang ke studio bersamanya.

"Nggak usah," balas Arka, "Metha udah kelar kok jalan sama temen-temennya dan dia bilang mau jemput aku abis ini."

"Pake motor?" tanya Miko.

"Iya," jawab Arka.

Miko mengangguk pelan. "Oke, kalo gitu aku anter Ghea sama Kei duluan ya," katanya sambil merogoh kunci mobil di saku celananya.

Saat Ghea sudah mengekor Miko, tiba-tiba Kei berkata, "Ko, aku kayanya pulang naik kendaraan umum aja deh."

"Lah, nggak bisa gitu dong, Kei," bantah Miko, "udah jadi tanggung jawabku buat nganterin kamu kalo habis dari sini. Biasanya juga selalu gitu kan?"

"Mmm ... iya, tapi sekarang aku mau ke rumah, bukan ke kos," bohong Kei. Sebenarnya dia hanya ingin tinggal sebentar bersama Arka untuk menyatakan permintaan maafnya.

"Ya nggak apa-apa, dong," sahut Miko.

"Nggak usah," bantah Kei, "ntar kamu jadi muter-muter. Kasian Ghea kemaleman entar pulangnya."

Meski agak ragu dan merasa ada yang aneh dengan Kei, akhirnya Miko setuju juga. "Yaudah lah kalo gitu," katanya setelah mengangguk pelan, "aku duluan."

Usai mobil Miko menghilang dari padangan matanya, Kei segera mendekati Arka yang berdiri sekitar tiga meter darinya.

"Arka," panggil Kei lirih.

Arka yang tadinya berdiri menghadap jalan raya, berpaling pada Kei. "Ya," jawabnya.

"Arka, aku minta maaf," kata Kei. Dia meraih kedua tangan Arka sambil memasang raut seserius mungkin agar cowok di depannya itu percaya dengan penyesalannya.

Arka tergugu mendapati perlakuan Kei yang di luar dugaannya tersebut. Mulutnya tak dapat berkata-kata dan tubuhnya tak begerak. Hanya matanya yang sedikit melebar karena kaget.

Menyadari Arka tak bereaksi, Kei lantas berlutut. Kedua tangan Arka masih dia pegang. "Aku tahu kesalahan aku fatal banget," katanya, "seharusnya aku cari tahu dulu faktanya sebelum seenaknya balas dendam. Aku nyesel, Ka. Aku mohon maafin aku. Jangan biarin aku terus memendam rasa bersalah."

Arka makin membeku. Seumur hidup tak pernah ada seseorang yang meminta maaf padanya setulus itu. Bahkan sampai bersujud segala. Selama ini kekasihnya sendiri pun jarang meminta maaf kalau bersalah. Seringnya Metha justru memutarbalikkan keadaan. Membuat Arka yang sebenarnya korban, jadi tersangka sehingga jadi sasaran kemarahan.

"Nah kan apa aku bilang! Kekhawatiranku terbukti kan sekarang, Yang!"

Suara melengking Metha itu membuyarkan Arka dari ketertegunannya. Sementara itu, Kei refleks melepaskan tangannya lalu berdiri.

Metha segera mencabut kontak motornya lalu berjalan mendekati Kei. "Eh, Cewek Gatel, mau jadi pelakor kamu?!" bentaknya.

Telinga Kei seperti ditusuk linggis mendengar kalimat Metha. Sampai kapan pun dia tak akan sudi menyandang sebutan itu. "Kalo bicara jangan ngasal, ya!" desis Kei. Dia mengangkat jari telunjuknya ke hadapan Metha.

Metha menyingkirkan tangan Kei. "Siapa yang ngasal?!" balasnya sengit, "jelas-jelas aku ngeliat dengan mataku sendiri kalo kamu lagi ngerayu pacarku!"

Arka menengahi. Dia mendorong Metha sedikit ke belakang. "Dia nggak ngerayu aku, Yang," ujarnya pelan.

"Kamu kok malah belain dia sih!" balas Metha. Dia menatap Arka tajam.

Arka menarik napas dalam. Sejujurnya dia sudah muak dengan sikap Metha yang seperti ini. Gadis itu selalu saja berburuk sangka dan cemburu buta pada cewek mana pun yang dekat dengannya. Seandainya Anita bukan ibunya, mungkin akan dicemburui juga oleh Metha.

"Aku nggak belain Kei, Yang," kata Arka pelan. Dia mencoba menahan rasa kesalnya. "Dia cuma mau minta maaf tadi."

"Minta maaf kok pegang-pegang," bantah Metha dengan nada tinggi, "nggak bisa apa ngomong biasa aja?!"

Arka geleng-geleng kepala. Dia jengah melihat sikap keras kepala Metha. "Udahlah, daripada malem-malem gini kita ribut di sini dan nanti malah mengundang perhatian warga sekitar, mending kamu anterin aku pulang sekarang," bujuknya. Dia berusaha berkata-kata selembut mungkin agar Metha mau menurutinya.

"Yaudah," balas Metha. Nada suaranya mulai menurun. "Emang mendingan kita balik. Aku juga nggak sudi lama-lama ngeliat tampang cewek gatel ini."

Selagi Arka menggandengnya untuk berjalan menuju motor, Metha sempat menoleh pada Kei dan menunjukkan kepalan tangan.

Menanggapi itu, Kei hanya memutar bola matanya. "Dasar orang setres," gumamnya.

Kei tak habis pikir melihat sikap Metha yang begitu pencemburu. Sebagian orang mungkin berpikir bahwa cemburu itu tanda cinta. Namun, kalau kadarnya berlebihan juga tidak bagus. Karena sesungguhnya cemburu itu seperti api. Kalau dibiarkan, dia akan semakin membesar lalu membakar hati.

Scintilla (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang