Kei sudah bersiap di depan pintu. Miko dan Ghea yang sedari tadi menunggunya di teras segera berdiri ketika menyadari dia sudah keluar rumah. Malam ini mereka bertiga serta Arka dan dua temannya berencana menghabiskan malam di Nol Kilometer Yogya. Usai Arka dan dua temannya datang nanti, mereka akan segera berangkat bersama-sama.
"Arka udah kamu WhatsApp belom, Kei?" tanya Ghea. "Udah nyampe mana dia?"
"Udah, Ghe," jawab Kei sembari mengecek ponselnya. "Lima belas menit yang lalu aku WA. Dia bilang udah otewe dari rumahnya."
"Itu mereka," kata Miko saat melihat motor teman Arka di depan gerbang rumah Kei.
"Eh, iya itu ada Egy sama Leon," sahut Ghea, "lah Arkanya mana?"
Diliputi rasa penasaran, Kei lantas berjalan menuju gerbang rumah. Dia bahkan ikut membantu saat Pak Tono mendorog gerbang.
"Arka mana?" tanyanya pada Egy ketika gerbang telah terbuka sempurna.
"Motor Arka bannya kempes, Kei. Dia minta kita berangkat dulu katanya," ujar Egy.
"Jadi kita ketemu sama dia di TKP entar?" tanya Kei, memperjelas.
Egy membals dengan anggukan.
"Kalo gitu kamu naik mobil aku aja, Kei," kata Miko yang sudah berdiri di belakang Kei.
Rombongan Kei sampai di Nol Kilometer Yogya sekitar setengah jam kemudian. Usai memarkirkan kendaraan, kelimanya segera menyusuri trotoar. Selama berjalan perhatian Kei tak lepas dari ponselnya. Dia terus berusaha menghubungi Arka.
Tepat di depan bangunan gedung lawas Bank Indonesia, Ghea minta berhenti. Gadis itu minta difoto oleh Miko. Seolah tak mau melewatkan kesempatan, Leon juga mengeluarkan ponsel untuk kemudian minta difoto oleh Egy.
"Kei kamu tunggu di situ saja, ya!" kata Ghea sambil menunjuk sebuah kursi yang ada di tepi trotoar.
Kei menganguk. Sambil duduk, matanya tak lepas dari ponsel, menunggu kalau-kalau Arka meneleponnya balik atau membalas chat-nya.
Mata Kei teralih ke kerumunan orang yang menonton penampilan musisi jalanan beberapa menit setelah dia duduk. Dia merasa sangat mengenali suara yang terdengar dari mikrofon. Penasaran, dia lantas mendekat ke kermunan itu. Matanya membelalak dan mulutnya terbuka ketika melihat si vokalis. Cowok yang sedang berdiri di depan mikrofon sambil memegang gitar itu adalah Arka.
Rekah senyummu sematkan rindu
Batin ini resah tanpa hadirmu
Kau jatuh anggun dari nirwana
Indah berkilau seperti scintilla
Usai menyanyikan lagu Scintilla, Arka lantas berterima kasih pada teman-temannya, para musisi jalanan yang mengiringi dia bernyanyi. Usai menyelempangkan gitarnya dan mengambil mahkota dari bunga aster buatannya, Dia berjalan mendekati Kei.
"Kamu udah lama nyampe sini?" tanya Kei ketika Arka menghentikan langkahnya. Dia heran bukan main. Kalau benar ban motornya bocor, seharusnya Arka akan sampai terlambat bukan? Tapi kenyataannya dia malah sudah selesai tampil menyanyikan lagu.
Bukannya menjawab, Arka justru tertawa geli. Saat melihat kening Kei berkerut-kerut lantaran kebingungan, tawanya semakin parah.
"Ngerjain, ya!" kata Kei setelah berhasil menyusun teka-teki yang berputar di otaknya.
"Iya," jawab Arka dengan masih diiringi sedikit tawa.
"Ngeselin banget sih!" Kei menggelitiki pinggang Arka, membuat kekasihnya itu terkikik.
Tak tahan geli, Arka meraih salah satu tangan Kei lalu ditariknya gadis itu ke dalam dekapannya.
"Arka, lepasin," ujar Kei. Dia meronta, berusaha melepaskan diri dari rengkuhan lengan kokoh Arka, "diliatin orang-orang tahu!"
"Janji nggak akan gelitikin aku lagi, ya," kata Arka.
"Iya."
Kei mengirup napas dalam-dalam usai Arka melepaskannya.
"Tadinya aku nggak yakin kamu bakal mendekat ke sini. Aku nggak yakin kamu ngenalin suara aku," kata Arka sambil memakaikan mahkota bunga aster ke kepala Kei.
"Thanks," ujar Kei, "ya ngenalin lah. Masa suara pacar sendiri nggak dikenalin."
"You're welcome," balas Arka sambil meraih tangan Kei. Dia ajak gadis itu duduk di kursi yang ada di trotoar."
"Makasih," kata Kei ketika telah duduk.
"Makasih buat apa lagi?" tanya Arka.
"Makasih karena udah ngerjain," jawab Kei sambil mencubit hidung mancung Arka.
Arka terkekeh. "Akting Miko, Ghea, temen-temenku, dan para musisi jalanan itu keren ya," katanya.
"Musisi jalanan yang ngiringin kamu nyanyi tadi juga temen kamu?" tanya Kei sambil berusaha melepaskan tali gitar Arka.
"Iya," jawab Arka. Dia membantu melepaskan tali gitarnya lalu diberikannya alat musik berdawai tersebut pada Kei. Ketika Kei mulai memainkan gitar, dia menyandarkan kepalanya ke pundak kekasihnya tersebut. Mengirup aroma ceri dari tubuh Kei selalu membuatnya tenang. Dulu dia hanya bisa mencium aroma tubuh Kei sebentar-sebentar dan tak pernah sedekat ini karena gadis itu bukan siapa-siapanya. Sekarang dia bersyukur lantaran bisa menikmati wangi Kei dengan leluasa.
Arka mengangkat kepalanya saat tiba-tiba Kei mengentikan permainan gitarnya.
"Bagi manusia ternyata cinta itu kebutuhan, ya. Kaya dawai bagi gitar. Pada gitar kalau kunci yang dimainkan sesuai, maka nada yang dihasilkan akan terdengar indah, tapi kalau kunci yang dimainkan salah maka nadanya terdengar aneh. Sama kaya manusia. Kalau cintanya tertambat di hati yang tepat, maka akan tercipta kebahagiaan, tapi kalau cintanya tertambat di hati yang salah nantinya justru akan tercipta penderitaan."
"Kesambet setan apa kamu bisa ngomong sok bijak gitu?" tanya Arka.
Kei hanya mengangkat bahu. Dia menyimpulkan semua dari apa yang terjadi pada Guntur. Ketika cinta pria itu hanya tertuju pada Manda, hidup keluarganya begitu bahagia. Namun ketika Guntur berpaling pada Janet, kehidupan keluarganya jadi dipenuhi derita.
"Kita samperin yang lain, yuk!" Kata Kei usai mengembalikan gitar ke Arka.
"Bentar," kata Arka sambil menatap Kei lekat-lekat.
"Kenapa sih?" tanya Kei, "ada yang aneh sama wajah aku? Bedakku cemong, ya?"
Arka menggeleng.
"Terus a ...."
Kata-kata Kei terputus oleh pagutan lembut bibir Arka di bibirnya. Seolah tak percaya dengan apa yang telah terjadi, ketika Arka sudah berjalan, dia masih membeku di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scintilla (END)
Teen FictionKei memutuskan untuk balas dendam pada Arka ketika menyadari kondisi Windy yang makin lama makin memprihatinkan. Cowok itu harus mendapatkan ganjaran atas apa yang telah dilakukannya. Dalam usahanya itu Kei dihadapkan dengan kenyataan pahit. Guntur...