Kei disambut Ghea dan Miko ketika sampai di tempat kosnya. Ghea bersandar di pintu samping Mazda hitam Miko sambil mengutak-atik ponsel dengan ekspresi gelisah, sementara si pemilik mobil terduduk di depan pintu kamar kos Kei sambil menatap ke jalan dengan tampang harap-harap cemas.
"Abis dari mana sih Kei, di-chat dari tadi nggak dibales," omel Ghea ketika melihat sosok Kei berjalan mendekatinya.
"Sori," jawab Kei sambil terus berjalan mendekati pintu kamar kosnya, "Nggak sempet lihat HP."
Kaki Kei menendang-nendang pantat Miko, mengisyaratkan cowok itu untuk menyingkir, saat tangannya mengeluarkan kunci pintu dari dalam saku jins.
Miko tak berdiri. Dia hanya menggeser tubuhnya. "Dari rumah?" tebaknya. Kei menjawab dengan mengangkat bahu dan tersenyum masam. Miko lantas mendesah lemah. Pasti telah terjadi hal yang kurang menyenangkan pada Kei. Keyakinannya semakain kuat saat memperhatikan mata sembap Kei ketika gadis itu memasang ganjal pintu.
"Pada mau masuk nggak?" tanya Kei. Dia heran ketika melihat Miko dan Ghea malah saling bertatapan seperti orang linglung.
Ghea yang masuk lebih dulu, sementara Miko mengekor di belakangnya. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanyanya, "entar takutnya kita ngeganggu."
Kei tersenyum tipis. "Seburuk apa pun hariku dan suasana hatiku, mana pernah sih aku memperlakukan kalian dengan semena-mena?" katanya, "udahlah, biasanya juga kalian anggep tempat ini kaya kamar kalian sendiri."
Kei lantas melemparkan tubuh ke atas kasurnya yang tergeletak di lantai. Dia terbaring tengkurap beberapa saat. Ketika tubuhnya terlentang, Miko dan Ghea sudah duduk di tepi kasur, tepatnya di sebelah kanan dan kiri tubuhnya.
"Tadinya kita ke sini karena mau bahas single baru kita," ujar Ghea ragu-ragu, "tapi kelihatannya kamu suntuk gitu. Apa kita nongkrong di kafe aja?"
Kei bangkit duduk. "Nggak usah. Di sini aja juga nggak apa-apa," balasnya. Dia lantas mengambil gitarnya yang ada di sudut ruangan.
Ghea segera mengambil buku catatan lagu. Melihat itu, Miko pun sigap mendekat padanya. Dalam hitungan detik ketiganya langsung sibuk membahas lagu Harmony yang liriknya baru sampai di bagian bridge.
"Ini kayanya lagu patah hati lagi, ya, Kei?" tanya Ghea.
Sebelumnya, Harmony sudah punya dua lagu. Artinya lagu yang sekarang adalah lagu ketiga mereka. Sama seperti lagu ketiga ini, dua lagu sebelumnya yang menciptakan lirik dan aransemennya juga Kei. Jadi wajar kalau nuansanya melankolis. Gadis itu mungkin berniat menuangkan segala masalah keluarganya yang membuatnya sedih ke dalam lagu. Namun, Ghea tak menyangka di lagu ketiga Kei akan mengangkat tema sedih juga.
"Arep piye neh terusan. Yang ada di hati dan kepala aku ya hal-hal yang kaya gitu," jawab Kei, "kalo mau lagu tentang jatuh cinta yang nuansanya berbunga-bunga ya kamu aja yang bikin lagunya."
"Yee, aku kan nggak bisa bikin aransemen musik kaya kamu," sahut Ghea, "bisanya nyanyi doang."
"Lirik aja deh," kata Kei, "kaya bikin puisi biasa gitu. Masa nggak bisa? Aransemennya entar biar aku pas-pasin."
Ghea tersenyum semringah. Dia tak bisa menahan rasa gembira karena akhirnya akan punya sebuah karya. Dengan gesit dia lantas mengambil bolpoin di dalam tasnya. Tangannya baru bergerak-gerak di atas kertas selama beberapa menit ketika Kei berjalan menuju pintu sambil mengeluarkan ponsel.
"Ada telfon Kei?" tanya Miko.
"Iya, VC dari psikolog Kak Windy," jawab Kei, "kalian lanjut aja."
Kei menghentikan langkah tepat di ambang pintu. Usai melihat wajah Vivi di layar ponsel, dia segera mengambil posisi enak dengan bersandar di kayu pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scintilla (END)
Dla nastolatkówKei memutuskan untuk balas dendam pada Arka ketika menyadari kondisi Windy yang makin lama makin memprihatinkan. Cowok itu harus mendapatkan ganjaran atas apa yang telah dilakukannya. Dalam usahanya itu Kei dihadapkan dengan kenyataan pahit. Guntur...