Bab Enam

4.7K 904 143
                                    

Leo bersiul dengan gaya menjengkelkan ketika mengamati Abi yang sedang menatap penampilannya melalui cermin setelah memakai pakaian untuk acaran lamaran hari ini yang sudah Mala siapkan untuknya. Abi yang mendengar itu melirik kesal pada Leo yang sejak tadi hanya duduk menyandar di tempat tidur sambil bermain game di ponselnya.

"Gue berasa tua banget pakai batik begini." Rutuknya. Abi mengamati pakaiannya lagi, lalu mengamati pakaian Leo secara bergantian. Mereka sama-sama memakai batik berwarna coklat muda, hanya motifnya saja yang berbeda. "kok kelihatannya baju lo lebih bagus?"

"Tergantung tampang sih kayanya." Jawab Leo ringan, lalu terkekeh pelan mendengar dengusan Abi. "karena lo nggak biasa pakai batik, makanya lo ngerasa kaya gitu."

Abi mengernyit, lalu merasa apa yang Leo katakan itu memang benar. Dia tidak pernah memakai batik sekalipun, bahkan di pernikahan Leo saja, Abi menolak pakaian seragam yang Leo siapkan untuknya. Abi bilang dia terlalu memesona untuk memakai pakaian tua itu.

Dan sekarang, karena ucapannya sendiri, Abi benar-benar merasa wajahnya tampak menua sepuluh tahun lebih cepat.

"Gue nggak mau pakai ini." protesnya.

"Terus lo mau pakai apa?" cibir Leo.

"Gue bawa jas."

"Terserah kalau lo mau di kirim ke Jakarta detik ini juga sama Bunda."

Ah, benar. Bundanya Leo yang galak itu selalu saja tak terprediksi ketika sedang marah.

Bel kamar berbunyi, Leo memandang Abi dan memberinya isyarat untuk membukakan pintu. Namun Abi hanya melengos malas dan kembali mengamati penampilannya, membuat Leo merengut kesal dan berjalan malas-malasan membukakan pintu.

"Abi udah siap-siap belum? Sebentar lagi–" Mala menghentikan ucapannya karena saat ini kedua matanya melotot tak percaya melihat wajah lebam putranya. "wajah kamu kenapa?!" teriaknya histeris.

"Bunda," tegur Andi yang berada di belakang Mala bersama Gadis, Keysia dan juga Andara. "jangan teriak-teriak, malu kalau di dengar orang."

Menyadari itu, Mara segera menyeret Leo ke dalam kamar. Berdiri di depannya sambil berkacak pinggang. "Kamu ini sehari aja nggak buat Bunda ngomel bisa nggak sih? Dari kecil sampai udah punya anak begini kenapa hobinya berantem terus sih?! Hari ini kita mau melamar Gisa buat sahabat kamu, masa–" Mala kembali melotot saat melirik Abi dan menemukan hal yang serupa di wajah Abi. "ASTAGA!" teriaknya frustasi.

Siapa pun yang melihat keduanya pasti tahu apa yang terjadi pada mereka hanya dengan melihat wajah lebam mereka.

Leo dan Abi saling lirik satu sama lain, kemudian tersenyum kaku. Abi menggaruk belakang kepalanya sementara Leo hanya menggedikkan bahunya ringan.

"Benar-benar ya kalian ini," Mala menjewer telinga Leo dan Abi hingga mereka berdua meringis penuh kesakitan. "berantem nggak tahu tempat! Hari ini mau lamaran tapi kalian malah berantem?!"

"Aduh, Bunda sakit..." protes Leo dan Abi bersamaan.

Andi menggelengkan kepalanya malas melihat pemandangan di depannya. Keysia terkikik geli sedangkan Andara hanya menghela napas malas. Begitu lah Bundanya. Tidak peduli sudah sedewasa apa anak-anaknya, kalau sudah melakukan kesalahan dan membuatnya frustasi, maka Mala tidak akan segan menjewer telinga mereka.

Di antara mereka semua, hanya Gadis yang terus diam namun dengan kedua mata yang tidak melepaskan Abi sama sekali.

Gadis tahu mengapa wajah Leo dan Abi bisa seperti itu karena tadi malam dia sudah mendengarkan semuanya.

Kamar mereka memang bersebelahan dan saat itu, Gadis ingin menghirup udara segar di luar karena saat itu suaminya sedang melakukan video call bersama Rere dan kedua cucunya. Saat Gadis sedang duduk nyaman di beranda kamar, dia mendengar percekcokan antara Leo dan Abi.

The Journey (Skuel Tikus Dan Kucing Jatuh Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang