Tolong, menjauhlah

20 3 0
                                    

Aku mencintaimu
selayaknya cinta bumi kepada langit.

Aku menyayangimu
Selayaknya awan kepada rembulan dan bintang-bintang

Aku
Hanya sang bisu
Yang mencoba berbicara pada angin
Hanya agar kau mendengarku.

Seisi kelas 10-A MIPA bertepuk tangan setelah Aqila membacakan puisi buatannya.

"Baiklah. Selanjutnya Althea Vironika. Silakan maju," ucap Bu Farida.

Althea bangkit dari kursinya dan menuju depan kelas. Sejujurnya dia malas membacakan puisi, ini bukan keahliannya. Namun karena ini akan masuk dalam penilaian semester, mau tidak mau Althea maju.

Sejenak kelas hening. Althea mengedarkan pandangannya lantas tanpa sengaja bersitatap dengan Argus. Hanya sedetik lantas dia mengalihkan pandangannya.

"Saya, Althea Vironika, akan membawakan puisi berjudul One More One Last Change. Selamat menikmati." Lantas Althea mulai melantunkan bait-bait puisi sesuai yang diajarkan Aqila.

Hei, sang peduli
Bolehkah kuminta satu hal padamu?
Bisakah kau acuhkan aku saja?

Entah kenapa Argus merasa puisi ini adalah permintaan Althea padanya.

Aku hanyalah sang penyendiri
Tidak ada yang istimewa, bukan?
Aku bukanlah dia, sang primadona
Aku, hanya sebutir serpihan yang dibuang oleh mutiara utama

Aqila tertegun mendengar bait itu. Rasanya Aqila jadi teringat orangtua Althea yang tak pernah mempedulikan Althea. Terutama mamanya yang seakan menganggap Althea tak berguna.

Hei, sang peduli
Katakan padaku
Apakah permintaanku kurang jelas?!
Aku ingin kau pergi
Menjauhlah
Kumohon

Karena aku adalah noda
Yang tak layak tuk bersamamu

Karena aku adalah sang beban
Yang menyakiti satu-persatu mereka yang menyayangiku

Jadi, kumohon
Bisakah kau meninggalkanku?
Karena aku rasa, hidupku pun tak akan lama
Karena kematian terlampau mencintaiku.

Althea berhenti membaca puisinya. Dia pun memberanikan diri untuk menatap seisi kelas yang terlampau hening.

Prok. Prok. Prok.

Bu Farida bertepuk tangan diikuti oleh seisi kelas kecuali Argus. Pemuda itu terus memandang Althea dengn pandangan yang amat rumit.

"Bagus, hari ini cukup sampai disini. Karena para guru ada rapat sampai jam ke 6, kalian bebas kelas tapi!" Bu Farida langsung menaikkan suaranya begitu murid-murid di kelasnya bersorak ria. "Tidak ada yang boleh keluar sekolah. Paham?! Ini aturan khusus dari ibu. Selamat jamkos." Setelah berkata demikian, Bu Farida keluar dari kelas.

"Ah ... enaknya punya guru kayak Bu Farida. Udah care, cara ngajarnya gak bosenin, penulis, sering kasih kita jam kosong juga! Nyamannyaaaaa," seru Aqila penuh semangat sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku.

Althea memutar bola matanya. "Ye, itu kan emang kaunya aja yang seneng . Dasar siswa salah jurusan. Sana-sana, pergi ke jurusan bahasa sana. Syuh, syuh," ucap Althea sambil bergaya mengusir Aqila.

Wajah Aqila seketika berubah cemberut. "ALTHEA!"

Namun tawa itu terhenti saat Argus mendatangi tempat duduk mereka.

"Althea, bisa bicara sebentar?" tanya Argus.

Sontak Althea dan Aqila menoleh ke arahnya.

Dahi Althea berkerut samar. "Ada apa? Kalau mau bicara, ya tinggal bicara aja," jawabnya dengan nada datar.

Argus menghela napas pelan. "Bukan disini. Ikut gue," ucapnya lantas menarik tangan Althea namun Althea langsung menepisnya.

"Ada apa, sih, Gus? Tinggal bicara aja. Apa ada hal yang sangat penting sampai-sampai gue gak boleh tahu?" sahut Zio yang cemburu melihat Argus mencoba mendekati Althea.

Argus menatapnya datar. "Diam Lo." Dia lalu kembali menatap Althea penuh permintaan. "Ikut gue sebentar, ya, Althea? Bentar doang kok," pintanya.

"Gak," tolak Althea datar. "Sana pergi, aku gak mau bikin Zio salah paham," lanjutnya dengan nada datar walau sebenarnya bermaksud menyindir.

Geram, Argus menarik paksa tangan Althea hingga gadis itu hampir terjatuh karena kaget.

"Eh, eh. Argus, berhenti! Lepasin tangan aku!" seru Althea sambil berusaha melepaskan tangan Argus. Namun genggaman laki-laki itu terlalu kuat hingga Althea kesusahan melepaskan diri.

Namun yang diteriaki memilih tidak peduli, terus menyeret Althea keluar kelas. Langkahnya terhenti saat melihat Zio menghadangnya di ambang pintu.

"Minggir," ucap Argus datar.

"Gak!" seru Zio, matanya melirik sinis ke arah Althea. "Bukannya kemarin kau berjanji akan memberitahuku jika ada yang kegatelan deketin Argus? Lalu sekarang kau mau menjilat ludahmu sendiri, heum?"

Althea menggedikkan bahu acuh. "Tunanganmu, nih. Main tarik aja. Kan aku sudah menolak. Lagian, sok privasi banget sih sama tunangan sendiri? Mau bicarain apa coba? Rencana selingkuh?" Althea lantas terkekeh di akhir kalimatnya.

Zio menatapnya tidak suka. "Kau-"

"Udeh deh! Kalian gak malu dilihatin anak sekelas?!" bentak Aqila Yang tiba-tiba muncul menjadi penengah. "The, Lo mending ke kantin deh. Entar gue nyusul dan Lo, Argus! Ikut gue bentar. Ada hal penting yang mau gue bahas. Gue pinjem tunangan Lo bentar, ya, Zio." Tepat setelah berkata demikian, Aqila melepaskan pegangan tangan Argus pad Althea dan menarik tangan pemuda itu untuk mengikutinya.

Sepeninggal Aqila dan Argus, Althea pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Namun Zio menahan tangannya saat dia sudah diluar kelas.

"Apa?" tanya Althea dengan malas.

Zio menatapnya penuh benci. "Gak usah keganjenan sama Argus. Lo gak cocok tahu."

Althea memutar bola matanya, jengah. "Gak bakal kok. Santai aja. Bye." Setelah itu, Althea pergi begitu saja.

Toh, dia juga cukup tahu diri. Bukankah hanya dalam sekali lihat, Zio lebih pantas untuk bersanding dengan Argus dibandingkan dirinya?

Sementara itu, Aqila dan Argus tengah berbicara serius di taman belakang sekolah.

"To the point aja, ya, Gus. Gue kecewa sama Lo. Gue pikir omongan Lo waktu itu yang mau jadiin Thea pacar Lo itu beneran. Eh, tahunya bohongan. Lo tahu gak sih kalau Thea berharap banget sama ucapan omong kosong Lo itu?" sarkas Aqila.

Argus hanya diam menatapnya.

"Gue cuman minta satu hal, Argus. Tolong jangan deketin Althea lagi kalau ujungnya Lo cuman bikin dia sakit hati. Lo tahu kenapa dia lebih suka dipanggil Thea daripada Althea?"

Tentu saja Argus tidak tahu.

Aqila tersenyum pilu. "Karena dia tidak bisa menyembuhkan luka dan trauma di hatinya sendiri sedangkan kepada orang lain bisa."

Tepat setelah berkata demikian, Aqila pergi dari sana.

Altheargus ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang