Pengakuan

22 1 0
                                        

Budayakan vote dan komen, ya. Karena satu vote atau komen dari kalian adalah penyemangat bagi penulis.

Happy reading💕💕

🐯

Maaf, jangan percaya padaku. Aku itu ... penipu

                                 🐯

Althea terdiam beberapa detik mendengar penuturan dari Wish. Sesaat kemudian gadis bersurai panjang itu terkekeh. "Kak Wish kalau bercanda gak lucu deh."

Wish menelan salivanya, ia tidak tahu harus bagaimana lagi menjelaskan pada gadis itu.

"Vi, gua gak-"

Althea mengangkat sebelah tangannya, tersenyum ceria seolah beban yang tadi ditanggung gadis itu menguap tak bersisa.

"Udah deh, Kak. Kalaupun apa yang Kak Wish bilang itu kenyataannya, aku bisa apa? Aku baik-baik aja kok. Jadi Kak Wish juga gak perlu nyakitin diri sendiri kayak gini, paham?" Tutur gadis itu dengan senyum menenangkan yang membuat Wish rileks. "Btw, makasih ya traktirannya. Tahu aja kalau aku lagi bokek. Selamat makan." Setelah berkata demikian, Althea mulai memakan makanannya.

Ragu, Wish mulai menyantap makanannya.  Dalam hati ia benar-benar berharap Althea menerima kondisinya saat ini.

Tapi pernahkah Althea berkata padanya agar tidak mempercayainya? Althea itu pembohong.

Siapa yang akan baik-baik saja melihat kematian tragis ibu kandungnya? Siapa yang akan baik-baik saja jika sang ayah hendak menikah dengan wanita yang tidak menyukai kehadirannya? Terlebih wanita itu adalah saudara tiri dari pria yang mulai ia anggap teman.

Althea dengan senang hati mengakui jika dirinya semunafik itu.

Setelah makan, Althea meminta Wish untuk mengantarnya ke rumah. Selama perjalanan hari itu terlihat biasa saja, dirinya justru menyemangati Wish agar pemuda itu tak terlalu merasa bersalah.

Namun pagi ini langkah kaki Althea menuntun gadis berparas cantik itu menuju rooftop. Sesampainya disana, semilir angin yang memporak-porandakan tatanan rambutnya lah yang menyambutnya. Gadis itu tidak peduli akan tatanan rambutnya yang nampak seperti surai singa, ia lebih memilih untuk merentangkan tangan dan menikmati langit pagi yang mendung dengan rintik hujan yang mendera kulitnya bagian cubitan-cubitan kecil.

Althea tidak tahu kenapa, hatinya hanya menginginkan hujan.

Kenapa kini aku merasa tenang
Apakah kau ada untukku...?

Aku tak tahu kenapa rintik hujan
Begitu menenangkan bahagia belai lembut mu

Ingin ku coba memeluk harapanmu
Sehingga rasa sakit tak mengenaliku

Ingin ku lepas segala belenggu
Dan berlari mengejar mimpi-mimpi yang kau berikan.... Padaku

Aku tahu mungkin kini telah terlambat
Untuk memenuhi semua mimpi itu
Namun tak akan kubiarkan diriku
Larut dalam duka dan melupakan pesanmu
berbahagialah selalu

Alunan lagu yang asing namun terasa familiar itu memasuki gendang telinga Althea, membuat gadis itu memejamkan mata menikmati sensasi yang dihasilkan oleh setiap nadanya.

Disisi lain, seseorang yang menyanyikan lagu itu hanya mampu tersenyum di balik bayangan yang sekiranya mampu melindunginya dari hujan.

Walau tak dapat mendekat, setidaknya ia mampu menghibur hati gadis itu.

Sementara itu, sedari tadi banyak siswa-siswi menatap ke arah sosok Wish yang kini bersandar pada dinding di luar kelas XI A MIPA.

Bagaimana mereka tidak heran? Wish yang terkenal irit bicara dan penyendiri itu tiba-tiba berada di depan kelas yang bukan kelasnya, ditambah ia terus menanyai satu persatu siswa untuk menanyakan keberadaan Althea.

Namun tidak ada satupun yang tahu kemana gadis berparas manis itu pergi, hal yang membuat Wish kian gusar.

"Kak, Lo lihat Althea gak?" tanya Aqila dengan napas terengah-engah, dia baru saja mengelilingi sekolah guna mencari keberadaan sepupunya itu namun hasilnya nihil.

Wish menggeleng, ia juga tidak mendapat jawaban yang memuaskan.

Gelengan wish membuat Aqila kian frustasi. Kemana lagi mereka harus mencarinya? Sekolah mereka luas dan ada beberapa ruang dan gedung lama yang dilarang untuk dimasuki, membuat Aqila enggan mendekat kesana.

Bukan hanya Aqila yang frustasi, Wish juga. Dia kalut saat mengetahui dari Aqila bahwa Althea paling pintar menutupi suasana hatinya yang sebenarnya. Pantas saja semalam gadis itu nampak baik-baik saja, nyatanya kini dia menghilang tanpa jejak.

Angin yang berhembus kencang dan ocehan para siswa yang berlalu-lalang menjadi pengisi suara diantara mereka. Hingga akhirnya bel sekolah berbunyi nyaring mematahkan pikiran mereka yang berantakan.

"Gue balik dulu, ya, Qil," pamit Wish.

Aqila mengangguk saja. Ia lalu berjalan memasuki ruang kelasnya.

Begitu dirinya duduk di bangkunya, ia terus memperhatikan bangku Althea, berharap gadis itu berada di tempatnya.

Namun hingga bel istirahat pertama berbunyi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Althea.

Aqila menatap gusar hujan diluar sana.

Dimana dia?

Rasa lapar akhirnya muncul karena terlalu banyak memikirkan tentang sepupunya itu. Hal itu akhirnya menuntunnya menuju kantin. Alangkah terkejutnya ia saat menemukan sosok Althea tengah menikmati semangkok bakso di meja ujung kantin.

Dengan langkah tergesa Aqila menghampiri sepupunya itu, langsung menggebrak meja.

"ALTHEA VIRONIKA!" panggilnya kelewat keras hingga seisi kantin memperhatikannya. "Lo ngilang kemana aja, sih?! Tahu gak kalau gue sama kak Wish nyariin Lo dari tadi. Gue bahkan muterin sekolah ampe nih kaki rasanya mau patah dan Lo dengan damainya duduk santai disini?! Anak siapa sih Lo?!" cerocosnya yang tidak digubris sedikitpun oleh Althea

Melihat Althea yang masih tenang-tenang saja, amarah Aqila pun kian memuncak. "ALTHEA!!!" teriaknya kelewat keras.

Althea meliriknya sekilas. "Anak mama Riska sama papa Haris, ras manusia, tinggal di planet bernama bumi. Puas?" balas Althea ringan lantas menyendok baksonya.

Mengehela napas, Aqila memutuskan untuk meninggalkan Althea dan memesan makanan. Setelahnya ia kembali menghampiri sepupunya jauhnya itu.

"Lo tuh ya! Bisa gak sih gak bikin orang khawatir?!" gerutu Aqila.

Althea tertawa ringan, enggan peduli lebih lanjut.

Mereka lalu makan dengan tenang. Saat Althea selesai makan, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sontak Althea membuka pesan tersebut

Teruntuk sang penyembuh

Langit telah menggelap dan burung-burung telah berpulang
Luka telah hinggap
Dengan kilauan cahaya yang memabukkan

Ingatan telah mengabur
Kepada dia sang penyelamat
Kusematkan setangkai mawar hitam
Dan kutaburkan kelopak lili merah pada genangan aliran kehidupan

Alis Althea bertaut heran. Apa ini?





Hayoloh. Mana nih Suaranya para riders?
Ada yang bisa nebak siapa si pengirim pesan?

Altheargus ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang