Hari yang Buruk

12 2 0
                                    

Perhatian, gaes. Part ini mengandung unsur 21+! Harap bijak memilih bacaan.

🐯

Sekarang aku tahu apa penyebab matamu kehilangan binar hangatnya.

🐯

Begitu tiba di depan lobi apartemennya, Althea membayar ongkos ojol yang ia tumpangi tadi. Setelahnya gadis itu berjalan masuk menuju lobi apartemen yang menjadi tempat tinggalnya kini.

Saat ia baru saja masuk ke dalam lift, seseorang segera menyusulnya.

"Lantai berapa, Vi?" tanya orang itu yang tak lain adalah Wish.

"Lantai 13," jawab Althea.

Wish segera menekan tombol lantai 13.

Hening sesaat.

"Lo tinggal sendirian? Kenapa milih lantai itu? Katanya angka 13 itu pembawa sial, lho," cerocos Wish.

Tanpa angka itu pun hidupku udah sial, Kak. Batin Althea.

Tanpa sepengetahuan Althea, sedari tadi Wish terus memandangnya.

Gadis itu masih terlihat sama di matanya, cantik, misterius namun nampak menyimpan luka.

Entah sejak kapan tangannya terangkat, hendak menepuk pucuk kepala gadis itu namun bunyi lift terbuka menghentikannya.

"Aku duluan, ya, Kak," pamit Althea lantas berjalan keluar lift. Wish spontan mengikutinya.

Nampaknya Althea sadar jika dirinya diikuti. Gadis itu menoleh ke arah Wish dengan tatapan bingung.

"Kak Wish ngapain ngikutin aku?" tanyanya heran.

Wish memandangnya sejenak lantas berdehem. "Siapa juga yang ngikutin Lo. Gue mau ke tempat temen gue, kebetulan dia tinggal di lantai ini," balasnya dengan nada acuh.

Althea ber-oh pelan. Mereka lalu melanjutkan perjalanan dengan langkah hening.

Tak lama kemudian mereka tiba di ruangan nomor 964, tempat tinggal Althea.

Siapa sih yang milih room ini? Sedikit untung tapi banyak buntung. Batin Wish meracau.

"Aku masuk dulu, Kak Wish. Permisi." Setelah itu Althea masuk ke apartemen milik papanya.

"Ternyata punya dia. Pantes aja," celetuknya setelah Althea menutup pintu. Merasa bosan, ia kembali melanjutkan langkah yang tadinya tertunda.

Namun baru satu langkah, ia mendengar sebuah tamparan.

"MENDINGAN KAMU MATI AJA!" seru seorang pria yang berada dalam ruangan yang tadi dimasuki oleh Althea.

"Pa! Pa, cukup! Tolong berhenti. MAMA!"

Teriakan Althea bagaikan sebuah sirine kebakaran bagi pemuda itu. Dirinya pun langsung berbalik dan menggedor pintu apartemen itu dengan keras.

"Vi, buka! Ini gue, Wish! Buka pintunya, Vi!" teriak Wish sambil mencoba mendobrak pintu.

"KAMU EMANG BAJINGAN, HARIS!" teriak seorang wanita dari arah dalam.

PLAK.

"MATI AJA KAMU, RISKA!"

BRUK.

PRANG.

"MAMA!"

Teriakan Althea adalah hal terakhir yang Wish dengar. Tanpa pikir panjang, pemuda itu mendobrak pintu dengan keras. Berhasil, pintu itu terbuka. Namun pemandangan di depannya sukses membuat tubuh pemuda itu kaku.

Deja Vu. Barang-barang yang berserakan, pecahan kaca dan keramik dari pot bunga, noda darah yang menempel pada dinding, lantai dan sofa serta keberadaan seorang pria dengan pakaian berantakan dan wajah memerah penuh amarah.

Namun dari semua hal itu, dia tidak menemukan keberadaan Althea.

Apakah yang terjadi? Mendadak sebuah kenangan kelam berputar di benaknya, membuat Wish kian dilanda rasa takut. Matanya pun langsung mencari sosok gadis dengan surai panjang yang dua hari ini menemaninya.

Ketemu, di balkon yang terlihat dari tempatnya berdiri, tampak Althea tengah menahan sesuatu agar tidak jatuh. Sontak Wish berlari ke arahnya.

Pemandangan yang ia lihat berikutnya bukanlah hal yang menyenangkan untuk diceritakan.

Dibawah sana, berpegangan pada kedua tangan Althea, tampak seorang wanita yang amat mirip dengan sosok Althea, mungkin itu ibunya. Wanita itu pastilah amat cantik seandainya tidak ada darah yang menutupi rambut dan wajahnya yang berantakan.

"Ma, tahan sebentar, Ma. Thea bakal tarik mama ke atas," ucap Althea dengan nada suara bergetar menahan tangis. Gadis itu tampak berusaha menarik tubuh sang mama yang bergelantungan di udara. Namun ia cukup kesusahan karena tenaganya yang tidak sebanding dengan berat sang mama.

Entah apa yang merasukinya, Wish memutuskan untuk mengulurkan tangannya ke arah mama gadis itu.

"Pegang tangan saya, Tante," ucapnya.

Riska memandang wajah Wish, tersenyum penuh ironi. Namun ia tetap menggapai tangan pemuda itu.

Mereka hendak menarik Riska ke atas saat seseorang memukul pundak mereka dengan keras, alhasil membuat keduanya melepaskan pegangan masing-masing.

Tubuh Riska langsung terjun bebas dari lantai 13 tempat mereka berada.

"MAMA!" teriak Althea kalap, dia hendak menyusul sang mama namun ditahan oleh Wish.

Althea marah, dia ingin menyusul mamanya namun hal yang tak ia duga terjadi.

Mamanya tersenyum, senyum tulus dan sarat akan kasih sayang yang selama ini Althea rindukan. Bibir Riska pun bergerak membentuk sebuah kata.

"Maafkan mama, Sayang."

Hanya itu yang bisa Althea tangkap karena beberapa detik berikutnya tubuh sang mama telah menghantam lantai, hancur dengan darah mengalir deras dari balik tubuhnya.

"MAMA!" teriak Althea kalap.

Namun belum sempat gadis itu bereaksi lebih lanjut, seseorang menariknya menjauh, mendekapnya dengan sangat erat seolah jika ia lalai sedikit saja, gadis itu akan kehilangan nyawanya sepeti ibu kandungnya.

Althea menangis, meraung, meneriakkan panggilan untuk mamanya berkali-kali, meminta untuk dilepaskan agar ia bisa menyusul sang mama namun orang yang menahannya itu tetap mempertahankan posisi mereka, tidak peduli pada kakinya yang terluka akibat pecahan kaca ataupun bajunya yang basah dan kusut karena dijadikan pelampiasan amarah oleh gadis itu.

Cukup author aja yang baper karena Thea dipeluk ama cogan, jangan yang Laen. Entar repot😂

Altheargus ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang