"Halo, sudah selesai kuliah?" Tanya Kak Awa begitu ia menjawab panggilanku.
"Sudah, Kak Awa di mana?"
"Di rumah, baru bangun tidur lumayanlah dua jam lebih. Kamu sama supir?"
"Iya, mau sama siapa lagi?"
"Mampir ke rumah Kak Awa, yuk."
"Malu ah, sama Mitha dan Rendra." Tolakku.
"Ya nggak apa-apa. Ada oleh-oleh roti abon tuh buat kamu."
"Share location, kak." Jawabku akhirnya. Bergegas aku menuju ke rumahnya.
Kak Awa sudah menunggu di halaman. Hanya mengenakan celana basket dan kaos tanpa lengan. Terlihat ia sedang menyiram tanaman.
"Duduk dulu Ia. Sebentar lagi Kak Awa selesai." ucapnya. Aku segera duduk di teras sambil menatap sekeliling. Halamannya tidak terlalu luas. Namun banyak pohon buah-buahan di sana. Ada mangga, beberapa jenis jambu air, dan belimbing.
Rumah ini cukup kecil, tapi kelihatan sangat asri. Terletak di sebuah perumahan yang tak jauh dari pintu keluar tol. Tak lama seorang perempuan datang sambil membawa dua gelas teh. Satu untukku sisanya untuk Pak Rudi ternyata.
Selesai menyiram tanaman, Kak Awa menghampiriku.
"Masuk yuk, ngobrol di dalam saja."
Aku menurut, bagian dalam hanya diisi furniture seadanya, bahkan terlihat sudah sangat lama. Rumah ini berlantai dua. Ada sedikit halaman dibagian belakang yang terlihat melalui pintu kaca. Dindingnya dihias dengan beberapa tumbuhan pakis dan tanaman menjalar. Dan ada kolam ikan hias dibagian bawah yang airnya terus mengalir. Membuat suasana terasa sejuk.
Kak Awa sendiri memasuki area dapur dan kembali dengan membawa sekotak kue.
"Nih buat kamu, nggak tahu juga harus bawa apa dari sana. Semoga kamu nggak sedang diet."
"Makasih kak, Ia nggak pernah diet, kok."
Ia hanya tersenyum sambil terus menatapku.
"Gini deh tempat tinggal kak Awa. Jauh beda sama rumah kamu."
"Jangan ngomong gitu. Ia nggak pernah mikir sampai kesana. Rendra sama Mitha kemana?"
"Jemput Mitha latihan. Bagaimana kabar Jordy?"
Pertanyaan yang selalu kuhindari itu akhirnya ditanyakan juga. Ada rasa gelisah karena aku menyimpan sesuatu yang ia tidak tahu.
"Sudah lebih baik. Rencana akan mulai kuliah semester depan."
"Pengobatannya berjalan baik ya."
Aku cuma mengangguk. Karena memang tidak punya jawaban lain. Meski sebenarnya Mas Ody sudah membaik, karena mood-nya juga bagus. Kami berbincang cukup lama sampai kemudian kedua adik Kak Awa pulang. Aku diajak makan bersama termasuk Pak Rudi. Sebenarnya supirku menolak mati-matian. Namun mengingat ini sudah jam makan malam Kak Awa memaksa.
Kami makan di meja yang cukup untuk delapan orang. Dengan menu khas rumahan. Sambal goreng udang, sayur lodeh, tempe tahu goreng tepung yang sepertinya favorit seisi rumah. Masakan Mbak Warti terasa enak dilidahku.
"Ayo, ditambah mbak Ia, Sambel udang sama sayur lodehnya masakan Mas Awa." ucap Rendra.
Aku menatap pria yang duduk di hadapanku, ia hanya mengangguk. Sama sekali tidak menyangka kalau ia pandai memasak. Sesuatu yang tidak pernah kulakukan di rumah.
Suasana di meja makan terasa hangat. Mereka saling berbagi cerita tentang kegiatan seharian. Kharisma Kak Awa sebagai anak sulung sangat kuat. Ia menjalankan posisinya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TAK SELAMANYA INDAH / END
RomanceTentang cinta empat orang kakak beradik. Bagaimana cinta kadang pahit diawal. Namun manis diakhir. Atau kadang sebaliknya.